Pemerintah Indonesia mulai tanggal 14 Juli 2022 memberlakukan kebijakan untuk mengintegrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022. Lalu apa sih NIK dan NPWP itu?
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2006 pengertian dari NIK adalah identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.Â
Sedangkan pengertian NPWP berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2009 adalah nomor yang diberikan wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan. Baik dari NIK maupun NPWP memiliki perbedaan fungsi.Â
Fungsi dari NIK itu sendiri adalah menjadi nomor identitas seseorang untuk melakukan urusan pelayanan publik dan NPWP memiliki fungsi sebagai kode unik untuk melakukan segala urusan berkaitan dengan perpajakan.
Kedua identitas itu memiliki perbedaan fungsi namun dengan inti yang sama, sebagai identitas yang memiliki sifat unik guna melakukan suatu urusan.
"Jadi NIK itu unik dan terus dipakai sejak lahir sampai meninggal. Tidak perlu setiap urusan nanti, KTP nomornya lain, paspor lain, pajak lain, bea cukai lain. Pusing lah jadi penduduk Indonesia itu," ujar Sri Mulyani.
Mempermudah urusan penduduk Indonesia dalam melakukan urusan administrasi menjadi salah satu dasar adanya pengesahan peraturan ini. Selain itu, pengintegrasian NIK dengan NPWP juga menjadi perwujudan dari program Satu Data Indonesia (SDI) yang tercantum pada Perpres No. 39 Tahun 2019 Pasal 1 ayat (1).
Pengintegrasian NIK dengan NPWP memiliki keuntungan baik bagi pemerintah Indonesia maupun warga negara. Bagi pemerintah, adanya pengintegrasian dapat membantu untuk memiliki data yang lebih akurat dan terkini mengenai penduduk dan wajib pajak dan dengan adanya data yang tersinkronisasi akan membantu pemerintah melakukan perencanaan kebijakan perpajakan yang lebih efektif dan mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya.Â
Bagi wajib pajak, pengintegrasian NIK dengan NPWP membantu WP mempermudah dalam melakukan proses pelaporan dan pembayaran pajak dan dapat meminimalisir kesalahan pengisian data.
Di balik usaha pemerintah untuk memudahkan urusan administrasi, tentu saja ada tantangan yang perlu dihadapi. Seperti yang dapat diketahui bahwa Indonesia memiliki penduduk yang banyak serta yang termasuk ke dalam Angkatan kerja berada dalam jumlah besar. Hal ini menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh DJP (Direktorat Jenderal Pajak) dalam menjalankan program pengintegrasian.Â
Selain itu, diketahui dari data yang telah dirilis oleh BPS bahwa ada sebanyak 211,59 juta penduduk Indonesia berada di usia kerja yang berarti bahwa menjadi tantangan tersendiri bagi DJP untuk melakukan proses pengintegrasian NIK dengan NPWP karena semakin banyaknya penduduk Indonesia yang berada di usia kerja, maka diasumsikan akan semakin banyak orang yang berpenghasilan. Hal ini menjadikan semakin tingginya beban administratif pajak.
Bawono Kristiaji mengatakan bahwa pengintegrasian NIK dengan NPWP tentu akan mempermudah aktivitas ekonomi yang akan memperluas basis pajak. Hal ini yang akan menciptakan kepatuhan perpajakan di Indonesia.Â
Selain itu, dengan adanya pengintegrasian NIK dengan NPWP akan mempermudah urusan Masyarakat Indonesia dalam melakukan pembayaran pajak yang tentu saja akan meningkatkan kepatuhan atas perpajakan. Peningkatan kepatuhan pembayaran pajak akan berdampak pada kenaikan tax ratio yang dimiliki Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H