Saya pun segera menyampaikan hal ihwal yang berhubungan dengan cara kerja menyusun proyek sederhana dalam rangka menumbuhkan mental dan kreatifitas kewirausahaan siswa melalui proyek bakulan.
Pagi itu saya lakukan survey singkat, padat, dan akurat tentang apa saya yang layak dijual saat menajalankan proyek bakulan.
"Siapa yang pingin praktik bakulan alat tani?" Tidak ada yang respon.
"Siapa yang pingin bakulan bumbon atau rempah-rempah"? Pun tidak ada yang memilih.
"Siapa yang pingin bakulan jamu?" Dijawab dengan senyuman dan tawa.
"Bakul beras, mau? Â Sayuran? Buah-buahan? Atau camilan?" Responpun langsung pecah seketika. Iya pak, camilan. Camilan aja, sahut mereka dengan bersamaan.
"Saya buah pak, buah pak," sedikit respon dari mereka.
Kenyataan yang tidak sesuai harapan. Perasaan masam dan kecut pun terasa pagi itu. Dari tujuh jenis bakulan yang tertawarkan, hanya satu yang dapat respon. Dan memang benar adanya. Beberapa pasar yang saya kunjungi, jenis bakul camilan memang lebih mudah ditemui. Dan mereka yang menjajakan camilan cenderung berusia muda seperti seusia mereka saat ini. Adapun mereka yang bakulan bumbon, beras, dan sayuran, cenderung usianya sebaya ibu-ibu. Apalagi mereka yang bakulan alat tani. Boro-boro anak muda, bakulnya sendiri hanya ada waktu waktu pasaran saja.
Saya pun, sedikit modar-mandir di depan mereka. Semua mata tertuju pada langkah kaki. Sembari membuang rasa kecewa, karena berharap muncul anak-anak muda yang tertarik menjaga keberadaan produk-produk dasar suatu kelompok sosial.
"Iya, gpp," ucapku.
"Apapun pilihannya, yang penting mental dan kreatifitas berwirausaha kalian harus muncul," tandasku.