Mohon tunggu...
Suhadi Rembang
Suhadi Rembang Mohon Tunggu... Guru Sosiologi SMA N 1 Pamotan -

aku suka kamu suka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenal Karakter Masyarakat Tegaldowo

5 Desember 2015   02:02 Diperbarui: 12 Juli 2016   14:10 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Karang anyar itu adalah desa belakang [terjadi pemekaran pemukiman desa]. Dinamai Karanganyar itu karena desanya baru. Awal mulanya pemukiman tersebut adalah areal persawahan. Itu kan [desa ini] baru saja).*

Walaupun relatif baru, perkembangan pemukimannya cukup padat. Penduduk yang bermukim di dukuh Karanganyar tergolong generasi baru. Mereka adalah anak cucu dan menantu dari angkatan generasi tua masyarakat Tegaldowo. Beberapa keluarga yang bermukim disana berasal dari kelompok luar yang sengaja mendirikan rumah di kampung baru tersebut. Tergolong pemukiman baru, Karanganyar memiliki keunikan dalam norma sosial dan budaya. Keunikan dalam dukuh ini adalah relatif banyak ditemukannya tren baru dalam membangun pondasi keluarga

Rangkaian cerita tentang asal usul Tegaldowo berserta tujuh dukuhnya, terbalut dalam satu simpul yaitu cerita tentang “makam panjang”. Cerita tentang “makam panjang” di Tegaldowo merupakan bukti adanya relasi suatu perilaku manusia dan ekologi, ekonomi, dan logat bahasanya. Dengan keterkaitan yang kuat antara dukuh satu dengan dukuh satunya, turunan dari Tegaldowo ini terbukti memiliki corak kehidupan sosial yang khas dengan keragaman karakter tersendiri.

Terdapat delapan karakter dalam tujuh dukuh pada desa Tegaldowo. Tegaldowo memiliki kerakter religi (supranatural), dukuh Dowan dengan karakter perjuangan,  dukuh Nglencong dengan karakter keterbatasan, dukuh Timbrangan dengan karakter keseimbangan dan kesetaraan [equel], dukuh Ngelo dengan karakter kesombongan, dukuh Ngablak dengan karakter konflik, dukuh Dukoh dengan karakter kemakmuran, dan dukuh Karanganyar dengan karakter dinamis atau perubahan. Tampaknya sebuah siklus menarik telah digelar dalam perkembangan masyarakat desa Tegaldowo.

Berdasar deskripsi diatas, nama daerah Tegaldowo cenderung bertautan dengan keadaan wilayah dan peranan tokoh sosial. Hal senada juga dapat dilihat fenomena penamaan daerah Kembangjaya di kabupaten Pati Jawa Tengah. Menurut sumber yang ada, Kembangjaya merupakan tokoh yang memiliki peranan penting dalam perkembangan daerah Pati, dahulu disebut nama Pesantenan.

Hal serupa juga terjadi pada nama desa Bonang yang ada di Kabupaten Rembang. Bonang  berasal dari nama tokoh agama penyebar dan penerus agama Islam. Dengan perjuangan Sunan Bonang, maka ketika beliau meninggal di daerah Rembang, daerah tersebut diberi nama desa Bonang. Tampaknya, nama-nama daerah yang mengenakan tokoh sosial yang ada, kemudian membangun identitas sosial yang sengaja dipertahankan dari dahulu hingga sekarang.

Setiap penamaan daerah cenderung memiliki konsekwensi dalam membangun konstruksi sosial tentang makna daerah. Makna tersebut biasanya ditransformasikan dalam kehidupan sehari-hari tentang kenapa dan bagaimana  anggota masyarakat dalam berfikir, bersikap, dan bertindak. Dengan demikian, nama suatu daerah akan membangun suatu konstruksi sosial dan konstruksi budaya.

Kontruksi sosial tersebut biasanya akan menjadi suatu realitas yang dibangun dan diterima oleh masyarakat, dan konstruksi budaya akan selalu direproduksi dalam kehidupan sosial. Dengan demikian kedua-duanya selalu seiring dan sejalan dengan sifat-sifat yang secara sosial dan budaya diasosiasikan menjadi sifat yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. Hal sama juga terjadi pada asal-usul desa Tegaldowo kecamatan Gunem kabupaten Rembang.

Berdasarkan deskripsi tentang asal usul desa Tegaldowo, terbukti memiliki rangkaian cerita yang memiliki titik simpul yang dihubungkan dengan perilaku manusia dan religi. Tegaldowo yang berasal dari konteks dan kenyataan yaitu adanya tempat pemakaman yang cukup panjang telah menjadi titik simpul bahwa daerah ini memiliki tautan antara ekologis dan perilaku kereligiusan.

Simbol-simbol sakral terbukti telah mampu memainkan diri sebagai kekuatan integratif. Fungsi integratif itu dapat dilihat dari berkembangnya tujuh dukuh yang ada di Tegaldowo. Sehingga wajar jika “makam panjang” telah menjadi indentitas sosial masyarakat yang ada di tujuh dukuh desa Tegaldowo ini.

Tiap-tiap dukuh telah membangun identitas karakter khas yang kemudian bertemu dalam simbol sakral, yaitu “makam panjang”. Tegaldowo memiliki kerakter religi (supranatural), dukuh Dowan dengan karakter perjuangan,  dukuh Nglencong dengan karakter keterbatasan, dukuh Timbrangan dengan karakter keseimbangan dan equel, dukuh Ngelo dengan karakter kesombongan, dukuh Ngablak dengan karakter konflik, dukuh Dukoh dengan karakter kemakmuran, telah  bertali-temali dalam membangun sistem sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun