Mohon tunggu...
Ery Munashodiqoh
Ery Munashodiqoh Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi

membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Efektivitas Tapera: Solusi Berkelanjutan atau Tantangan Finansial?

27 Juni 2024   09:48 Diperbarui: 27 Juni 2024   14:09 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah kebutuhan akan hunian yang semakin meningkat, Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk membantu masyarakat memiliki rumah. Salah satu program yang mendapat sorotan adalah Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

Semenjak ditetapkannya pada 20 Mei 2024, sesuai titah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diatur melalui PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Namun, seiring dengan implementasinya, muncul berbagai pandangan mengenai efektivitas program ini. 

Apakah Tapera menjadi solusi berkelanjutan atau justru menambah beban baru bagi masyarakat? Hal ini menuai polemik dan menimbulkan kontroversi, sebab kebijakan ini dinilai semakin menambah beban hidup masyarakat di tengah lesunya ekonomi negara, terutama pada kalangan pekerja dan dunia usaha kerana dianggap memberatkan.

Tapera sendiri merupakan penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan atau dikembalikan berikut hasil pemukukannya setelah kepesertaan berakhir (Pasal 1 PP Nomor 25/2020). 

Peserta Tapera terdiri dari pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, dan telah berusia paling rendah 20 tahun atau telah menikah pada saat mendaftar, untuk pekerja mandiri yang berpenghasilan di bawah upah minimum juga dapat menjadi peserta Tapera (Pasal 5). 

Adapun jenis pekerja yang dimaksud yaitu calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), prajurit  Tentara  Nasional Indonesia (TNI), prajurit siswa (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat negara, pekerja atau buruh (BUMN), pekerja atau buruh (BUMD), pekerja atau buruh (BUMS), dan pekerja lainnya yang menerima gaji atau upah yang dimaksud antara lain pegawai BP Tapera, pegawai Bank Indonesia, Pegawai Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, dan warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat dalam waktu 6 bulan (Pasal 7). Pada pasal 68, pemberi kerja juga harus mendaftarkan pekerjanya menjadi anggota BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak berlakunya PP Nomor 25 Tahun 2020. Artinya para pekerja harus mendaftarkan pegawainya sebagai peserta Tapera paling lambat tahun 2027. 

Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2024, besaran simpanan peserta atau iuran Tapera adalah 3% dari gaji atau upah Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri atau freelancer. Besaran simpanan untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama oleh perusahaan sebesar 0,5% dan Pekerja sebesar 2,5%. 

Sementara besaran simpanan untuk Peserta Pekerja Mandiri atau freelancer ditanggung sendiri sebesar 3% sebagaimana diatur dalam ayat 3. Dikutip dari "detik News" yang ditulis oleh Widhia Arum Wibawana pada Selasa, 28 Mei 2024 dengan judul "Apa itu Tapera Simak penjelasan aturan hingga besaran iurannya".

Diluar potongan gaji untuk tapera sebenarnya beban finansial pekerja sendiri sudah cukup banyak, seperti yang kita tahu bagi pekerja kantoran sudah harus membayar BPJS Kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, dan juga jaminan pensiun. 

Adapun respon dari beberapa kalangan mengenai kebijakan ini yaitu dari Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, Saepul Tavip mengatakan bahwa "Kami menolak dengan keras beleid tersebut, karena di sisi lain dengan membayar iuran tidak serta merta pekerja bisa memperoleh rumah" pendapat yang sama juga dikatakan oleh Shinta Kamdani sebagai Ketua Umum Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) yakni "Tapera semakin menambah beban baru, baik bagi para pengusaha dan pekerja" namun di sisi lain dilansir situs resmi BP Tapera, manfaat pembiayaan rumah Tapera atau produk Tapera dapat berupa Program Pembiayaan Kepemilikan Rumah Pertama (KPR Tapera), Program Pembiayaan Perbaikan Rumah Pertama (KRR Tapera), Program Pembiayaan Rumah Pertama di Atas Tanah Pribadi (KBR Tapera), dan Program Pembiayaan Kepemilikan Rumah Bagi Masyarakat Non-ASN (FLPP). 

Kepesertaan Tapera berakhir jika peserta pekerja telah pensiun dan mencapai usia 58 tahun bagi pekerja mandiri. Kepesertaan Tapera juga berhenti apabila peserta meninggal dunia atau tidak memenuhi lagi kriteria sebagai peserta selama lima tahun berturut-turut. 

Peserta yang berakhir kepesertaannya, berhak memperoleh pengembalian simpanan. Simpanan tersebut wajib diberikan paling lama tiga bulan setelah kepesertaannya dinyatakan. dikutip dari Indonesia baik. Id dengan judul "Kenali manfaat dan syaratnya sebelum punya tapera". 

Kebijakan ini tentu menuai pro dan kontra, tanggapan Presiden Jokowi mengenai hal ini yaitu "hal ini biasa tetapi akan meredam jika Masyarakat sudah menerima manfaatnya" dikutip dari Kompas tv yang berjudul "Tapera Potong Gaji Nambah Lagi Beban Hidup Karyawan".

Menurut penulis kebijakan ini memiliki banyak manfaat yaitu membantu masyarakat dalam mendapatkan pembiayaan perumahan dengan bunga yang lebih rendah dan tenor yang lebih panjang, sehingga memudahkan masyarakat dalam memiliki rumah sendiri, dana yang diinvestasikan memberikan keuntungan yang dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah tabungan peserta, dan Tapera turut mendukung pemerataan pembangunan perumahan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di daerah-daerah terpencil. 

Meskipun memiliki banyak manfaat, pelaksanaan Tapera juga menghadapi sejumlah tantangan, seperti administrasi, keterjangkauan, transparansi, dan efektivitas. Jika tidak dikelola dengan baik, program ini bisa menambah beban finansial bagi peserta tanpa memberikan manfaat yang signifikan, yang pada akhirnya dapat menjadi isu sosial. 

Pandangan publik tentang Tapera juga penting. Jika masyarakat merasa program ini lebih menjadi beban daripada solusi, maka ini akan menciptakan ketidakpuasan dan dapat dianggap sebagai masalah sosial yang memerlukan perhatian lebih lanjut. 

Tapera tidak hanya merupakan inisiatif kebijakan tetapi juga berhubungan erat dengan isu-isu sosial yang lebih luas, seperti ketidaksetaraan, akses terhadap kebutuhan dasar, dan kesejahteraan umum. 

Oleh karena itu, efektivitas program ini sangat bergantung pada bagaimana tantangan-tantangan diatas dapat diatasi, pengelolaan dana yang transparan, akuntabel dan kebijakan yang adaptif terhadap kebutuhan serta sosialisasi yang lebih efektif menjadi kunci keberhasilan program ini. 

Peningkatan partisipasi juga diperlukan, Seberapa banyak pekerja yang berpartisipasi dalam program ini? 

Apakah ada peningkatan partisipasi dari tahun ke tahun? BP Tapera harus memastikan bahwa dana yang dikelola benar-benar digunakan untuk tujuan yang sesuai dengan program, serta memberikan hasil yang optimal bagi peserta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun