Polemik dengan adanya larangan warung makan harus tutup dalam bulan ramadan adalah suatu hal yang konyol. Menurut saya tingkat keimanan dan ketakwaan kita apalagi dalam berpuasa tak diukur dengan gangguan kecil seperti itu. Dengan bunyi wajan penggorengan apalagi ditambah wangi masakan, massa iya dapat membatalkan puasa? Mungkin untuk anak-anak itu suatu yang wajar namun kepada seseorang yang dikatakan dewasa seharusnya itu bukan sebagai gangguan namun sebagai hal yang biasa saja.
Menurut saya, warung-warung makan bahkan restoran di Indonesia cukup sopan menutup sebagian gerainya dengan kain walau mereka melakukan kegiatan jual beli. Selain cukup menghargai itu pun menjadi etika untuk menghormati masyarakat yang berpuasa. Namun tak harusnya sampai ditutup karena tidak semua kaum muslimin berpuasa contohnya pada saat saya sedang datang tamu bulanan yang menuntut untuk malas memasak atau teman-teman non muslimin yang ingin menikmati lezatnya warteg langganannya.
~0~
Bunyi bel sekolah sudah terdengar tanda waktu belajar selesai dan siswa boleh pulang. Namun sebelum pulang aku melihat Liana melintas. Dengan iseng aku bertanya kepada salah satu muridku kelas enam yang merupakan anak juragan warteg di komplek perumahanku.
"Li, wartegnya buka?"
"Buka bu Cuma ditutupi kain saja. Ibu mau membeli lauk kah?" tanya Liana.
"Oh iya nanti untuk berbuka, ibu akan mampir" jawabku santai
"Oh saya kira ibu mau dibelikan sekarang biar saya yang mengantar kan bisa delivery gitu bu" celetuk Liana bangga.
"Memang kamu tidak tergoda Li dengan banyaknya makanan di hadapanmu" tanyaku penasaran.
"Ya ibu, puasa tak menggoyahkan iman saya untuk berbuka sebelum waktunya, memangnya saya anak kecil bu" sahut Liana
"Wah keren juga kamu" pujiku