Mohon tunggu...
Erwinsyah Kosumo
Erwinsyah Kosumo Mohon Tunggu... -

Dokter

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dengan Dalih "Kajian Ilmiah", Cendikiawan-cendikiawan Muslim Ramai Merendahkan Kedudukan Rasululloh SWT

6 Februari 2011   02:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:52 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ambil contoh juga pada tulisan al-'Aqqâd dalam 'Abqariyatu Muhammad. Untuk melihat lebih jelas betapa besarnya perhatian mereka terhadap aspek kejeniusan dibandingkan dengan kenabian, wahyu maupun keimanan. Dapat dilihat dari daftar isi kitab tersebut, yang menuliskan: "Muqaddimah, tanda-tanda kelahirannya, sisi keunggulan wahyu, kejeniusan Muhammad dalam politik, kejeniusan Muhammad dalam mengatur strategi perang, kejeniusan menejemen Muhammad, Muhamamd yang jujur, Muhammad seorang pimpinan negara, Muhammad sebagai suami, Muhammad sebagai ayah, Muhammad sebagai pimpinan, Muhammad sebagai ahli ibadah, Muhammad sebagai seorang lelaki, Muhammad dalam perjalanan sejarah".

Silahkan pembaca menilai, dari kerangka isi kitab tersebut, manakah yang menunjukkan kerasulan, kenabian, keimanan, hidayah, agama dan Islam? Apakah ada perbedaan antara Rasulullah Muhammad dengan seluruh orang-orang jenius lainnya yang tidak punya agama? Bahkan sebagian merupakan orang-orang yang zhalim dan diktator? Sub judul sisi "keunggulan wahyu" pun tidak bisa menjawab pertanyaan di atas.[5]

Khâlid Muhammad Khâlid pun menegaskan komentar yang serupa, bahwa Muhammad adalah manusia biasa. Seandainya bukan rasul, ia sudah masuk dalam kategori seorang rasul. Aspek risalah dan kenabian betul-betul dikesampingkan di sini.

Khâlid Muhammad Khâlid berkata: "Seandainya Muhammad bukan seorang rasul, niscaya ia akan menjadi manusia yang berada di tingkatan rasul. Seandainya ia tidak menerima perintah dari Rabbnya [Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu] -al-Maidah/5 ayat 67- maka ia akan menerima perintah dari dirinya sendiri: "Wahai manusia, kerjakanlah apa yang berdenyut pada hati nuranimu". Jadi, sumber keagungan, pertama kali datang dari sisi kemanusiaan Muhammad, dari jalan yang membentuk pribadinya.[6]

Subhanallah! Dengan ungkapannya ini, Khâlid Muhammad Khâlid telah menghilangkan nilai-nilai kenabian, risalah dan pilihan Allah. Dia menyangka, bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membutuhkan risalah dari Allah dan perintah dari-Nya. Pasalnya, bila Allah tidak menetapkan perintah, niscaya hati nuraninyalah yang akan mengambil alih. Andai Allah tidak mengutus Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai rasul, niscaya kematangan akalnya akan mengantarkan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ke tingkat kenabian dan risalah. Ucapan Khalid bahwa keagunganan Muhammad murni bersumber dari pribadinya, juga merupakan pernyataan yang tidak tepat. Karena, keagungan yang beliau peroleh tidak lain bersumberkan dari nubuwwah dan risalah, serta pertolongan dan dukungan secara langsung dari Allah, lebih besar dari apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terima sebelum kenabian.[7]

Mereka itu, paling tidak, meski tidak berani mengingkari nubuwwah dan risalah secara vulgar, akan tetapi telah memberi perhatian yang sangat berlebihan terhadap sisi kejeniusan dan kemanusiaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam "penelitian ilmiah" mereka. Aspek risalah, nubuwwah dan wahyu mereka kesampingkan dan dikaburkan di hadapan aspek kejeniusan. Maka tak disangsikan lagi, anggapan seperti ini telah melahirkan bahaya besar terhadap akidah Islamiyyah, dan tidak bisa dilihat dengan sebelah mata. Sebab, kenabian, risalah, wahyu, dan seluruh sisi keimanan lainnya, merupakan landasan Islam secara menyeluruh.

Semua rincian dan penjelasan tentang keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari Akhir, dan takdir, juga rukun-rukun Islam, hukum-hukum syarit, semuanya tidak bisa diketahui melainkan hanya melalui wahyu dan risalah-Nya. Kejeniusan manusia (dalam hal ini Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam) tidak mempunyai andil dalam masalah ini.

Bahkan sebelum masa nubuwwah, beliau tidak mengetahui tentang wahyu dan risalah. Sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya: Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur`ân) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur`ân) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur`ân itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. [asy-Syurâ/42:52].

Akibatnya, dari tulisan para "cendikiawan muslim" ini, kemudian berkembang perbincangan di tengah masyarakat adanya istilah-istilah baru dari kaum Rasionalis. Misalnya, Islam dikatakan dengan istilah dînu Muhammad (agama Muhammad), syarî'atu Muhammad (syariat Muhammad), ta'alîmu Muhammad (ajaran-ajaran Muhammad), ad-Dînul-Muhammadi (agama Muhammad), al-wahyul-Muhammadi (wahyu Muhammad).

Dr. Nâshir al-'Aql mengatakan, ungkapan al-Wahyul-Muhammadi (wahyu Muhammad) bisa bermakna bahwa wahyu itu bukan dari Allah. Kata-kata lainnya juga tidak pernah termaktub dalam Al-Kitab dan as-Sunnah ataupun ungkapan-ungkapan generasi Salaf. Padahal dalam perkara syar'i yang taufiqi, haruslah mengikuti petunjuk nash syar'iyyah.

Anggapan lainnya dari kaum Rasionalis, misalnya, ketika Rasulullah mengangkat senjata untuk berperang, tidak lain sebagai pahlawan perang saja. Dan ketika memerintah Daulah Islam, status beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam hanyalah sebagai pemimpin negara atau raja. Tidak ada kaitannya baik dengan agama, wahyu, maupun nubuwwah. Pendapat aneh ini dapat dilihat dalam tulisan 'Abdur-Razzâq di kitabnya, al-Islam wa Ushul Ahkâm.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun