Mohon tunggu...
Erwinsyah Kosumo
Erwinsyah Kosumo Mohon Tunggu... -

Dokter

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dengan Dalih "Kajian Ilmiah", Cendikiawan-cendikiawan Muslim Ramai Merendahkan Kedudukan Rasululloh SWT

6 Februari 2011   02:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:52 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

إِنْسَانٌ فُطِرَ عَلَى الْحَقِّ عِلْماً وَعَمَلاً بِحَيْثُ لاَ يَعْلَمُ إِلاَّ حَقَّا وَلاَ يَعْمَلُ إِلاَّ حَقَّا عَلَى مُقْتَضَى الْحِكْمَةِ

"(Manusia yang tercipta di atas fitrah al-haq dalam ilmu dan amaliah, dimana ia tidak mengenal kecuali hanya kebenaran saja, dan tidak berbuat kecuali kebenaran semata berdasarkan nilai-nilai hikmah)".

Dr. Nashir al-'Aql menyampaikan hasil analisanya berkaitan dengan definisi di atas. Menurut beliau, definisi tersebut menunjukkan adanya unsur tasâhul (menggampangkan) dan tawassu' (kelonggaran) dalam memberi makna nubuwah. Sebab, definisi itu bisa berlaku pada seorang nabi dan lainnya. Pasalnya anak Adam tercipta dalam keadaan fitrah. Terkadang Allah Subhanahu wa Ta'ala juga memberikan taufik kepada kalangan shalihin, hingga mereka tidak berbuat kecuali tindakan yang benar.

Konsekwensi dari definisi kaum Rasionalis di atas berarti tidak menegaskan isthifâ (pilihan) dari Allah terhadap para nabi. Sehingga para tokoh Sufi dan Syiah pun bisa masuk ke dalamnya. Begitu pula meniadakan keberadaan wahyu yang merupakan unsur tak terpisahkan dengan nubuwwah. Karenanya, para ulama mendefiniskan nabi sebagai orang yang diberi wahyu. Bila diperintah untuk menyampaikan maka ia adalah Rasul.[2]

YANG DILUPAKAN OLEH KAUM RASIONALIS
Pada dasarnya, bahan kajian mereka sangat parsial, timpang dan tidak komprehensif (tidak menyeluruh) sebagaimana klaim mereka. Obyek kajian mereka terbatas hanya berkutat pada [Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu]. Mereka melupakan, atau pura-pura tidak mengetahui, sehingga mengesampingkan sisi lain yang menjadi keistimewaan Rasulullah n atas orang lain, yang sebenarnya telah terkandung dalam lanjutan ayat di atas. Yakni, [yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa"] –al-Kahfi/18 ayat 110.

Tinjauan "ilmiah" mereka hanya menitikberatkan pada aspek kejeniusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Tujuannya, tidak lain, ialah untuk menisbatkan segala perbuatan dan ucapan beliau kepada tingkat kejeniusan beliau yang sangat fantastis, dan bukan dalam bimbingan wahyu. Karena menurut mereka, dimensi wahyu, kenabian, dan risalah adalah perkara-perkara ghaib yang tidak bisa diuji berdasarkan "riset ilmiah". Menurut penuturan mereka, hal-hal demikian tidak bernilai dalam perspektif ilmu modern, karena hanya membawa kepada pemikiran khurafat dan dongeng fiktif belaka. Sedangkan kejeniusan dan intelegensia merupakan sifat manusiawi, sehingga, menurut mereka ilmu modern mampu mencernanya dan menghormatinya. Dan kaum Muslimin pun juga dapat membuktikannya melalui penelitian empirik, kata mereka.

Semua alasan yang begitu jelas dipaksakan ini, tiada lain menunjukkan indikasi inhizamiyyah (mental rendah diri) di hadapan peradaban Barat yang mengedepankan hasil karya akal, keimanan yang lemah kepada Allah dan risalah-risalah-Nya, serta bentuk kebodohan terhadap Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.[3]

Bukti paling jelas tentang hal itu, bahwa tulisan-tulisan mereka kebanyakan hanya menuliskan nama Muhammad, tanpa mengusung gelar nubuwwah maupun risalah (yaitu Nabi atau Rasulullah Muhammad), yang merupakan keistimewaan Rasulullah n yang terpenting. Jangan tanyakan tentang penyebutan shalawat dan salam bagi beliau. Hingga terkadang tersimpulkan, jika mereka malu atau – angkuh – untuk melantunkan shalawat dan salam bagi beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sebagai misal, dapat dilihat di buku-buku karya mereka, antara lain: 'Abqariyyatu Muhammad ('Abbâs Mahmud Aqqâd), Insaniyyatu Muhammad (Khâlid Muhammad Khâlid), Hayâtu Muhammad (a- Haikal), Muhammad wal-Quwal Mudhaddah (Muhammad Ahmad Khalfullah), Muhammad (Mushthafa Mahmud), Muhammad (Taufiq al-Hakim). Tindakan ini mereka lakukan dengan mengatasnamakan kajian ilmiah dan modernisasi pikiran yang telah dicapai manusia. Bentuk "kemajuan" yang mengagung-agungkan 'abqariyyah (kejeniusan). Sebagian malah mendudukkan antara kejeniusan dan nubuwwah secara berdampingan.

APA KOMENTAR MEREKA TENTANG RASULULLAH MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM ?
Berikut ini beberapa komentar tentang Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang termaktub di karya-karya kaum Rasionalis.

Muhammad Farid Wajdi berkata tentang sirah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Sungguh, bila kita berjalan di atas kaidah ilmu dalam menetapkan peristiwa-peristiwa dan kita kaitkan dengan sebab-sebabnya yang paling dekat, maka akan terbentuk sebuah kejadian besar yang membuat ilmu pengetahuan terpukau keheranan, tanpa mampu menjelaskan mengapa hal itu bisa muncul dari seorang diri manusia. Dan selanjutnya, dengan terpaksa mengakui bahwa Muhammad benar-benar seorang jenius dari jenis yang istimewa, yang mengalahkan seluruh kalangan jenius. Ini adalah kemenangan besar buat orang-orang yang mengakui kenabiannya. Pasalnya, pengertian jenius menurut pandangan ilmu pengetahuan berbeda dengan makna yang dimengerti oleh orang-orang awam. Ia bermakna suatu kemampuan yang terdapat pada jiwa orang jenius, berupa ilmu, tindakan tanpa diiringi oleh pengerahan kemampuan untuk meraihnya. Ia datang tiba-tiba tanpa ada yang pernah mendahuluinya, tidak ada padanan dan tidak bisa ditiru …".[4]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun