Mohon tunggu...
Erwin FORTUNA Setiawan
Erwin FORTUNA Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

anak kampung hobi nulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Makan Bacang: Tradisi Sejarah dan Filosofi di Dalamnya

22 Juni 2023   07:15 Diperbarui: 22 Juni 2023   07:18 2616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bacang, sumber: kompas.com

Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi unik. Salah satu tradisi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Indonesia adalah makan bacang. 

Bacang merupakan sejenis makanan tradisional yang memiliki sejarah panjang dan filosofi yang menarik di dalamnya. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang makan bacang, tradisi sejarahnya, dan filosofi yang terkandung di dalamnya.

Sejarah Makan Bacang

Makan bacang memiliki akar sejarah yang kuat di Indonesia. Asal-usulnya dapat ditelusuri hingga zaman kuno, lebih dari seribu tahun yang lalu. Konon, makan bacang berasal dari zaman Dinasti Zhou di Tiongkok. Bacang diperkenalkan oleh para pedagang Tiongkok yang melakukan perdagangan dengan Indonesia pada masa itu.

Bacang sendiri merupakan sejenis makanan yang terbuat dari beras ketan yang dibungkus dengan daun pandan atau daun bambu, kemudian dikukus hingga matang. 

Isi dari bacang biasanya terdiri dari daging cincang, kacang tanah, dan bahan-bahan lain yang diberi bumbu khas. Proses pembuatan bacang cukup rumit dan membutuhkan keahlian khusus, sehingga menjadikannya sebagai makanan istimewa dalam salah satu kekayaan budaya Indonesia.

Filosofi di Balik Makan Bacang

Di balik makan bacang, terdapat beberapa filosofi yang menarik. Salah satunya adalah konsep Yin dan Yang. Dalam budaya Tiongkok, bacang melambangkan keseimbangan antara Yin dan Yang, dua kekuatan fundamental dalam alam semesta. Kulit bacang yang terbuat dari daun pandan/bambu melambangkan Yin, sementara isinya yang beragam melambangkan Yang. Konsep ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup.

Selain itu, bacang juga memiliki makna simbolis yang dalam. Bentuknya yang berbentuk persegi melambangkan kesempurnaan dan stabilitas. Setiap bahan yang terkandung di dalam bacang memiliki arti dan makna tertentu. Daging cincang melambangkan kemakmuran dan keberuntungan, sementara kacang tanah melambangkan harapan dan kesuburan.

Makan Bacang dalam Tradisi

Makan bacang memiliki peran penting dalam tradisi Tionghoa di Indonesia. Salah satu momen khusus di mana makan bacang dikonsumsi adalah saat perayaan Festival Duanwu atau yang lebih dikenal sebagai Festival Naga di kalangan Tionghoa. 

Festival ini biasanya jatuh pada bulan ke-5 kalender Tionghoa (Bulan Juni dalam penanggalan Masehi), dan merupakan perayaan untuk menghormati arwah leluhur serta memperingati pahlawan nasional Tiongkok, Qu Yuan.

Selama Festival Duanwu, makan bacang menjadi hidangan wajib yang disantap oleh keluarga-keluarga Tionghoa. Bacang dikukus dan disajikan bersama dengan hidangan lainnya. 

Selain itu, ada juga tradisi melemparkan bacang ke sungai sebagai bentuk penghormatan kepada Qu Yuan. Konon, Qu Yuan adalah seorang penyair terkenal pada zaman kuno yang sangat mencintai tanah airnya, namun akhirnya mengorbankan hidupnya dengan melompat ke sungai sebagai bentuk protes terhadap korupsi pemerintahan. 

Orang-orang melemparkan bacang ke sungai untuk mengalihkan perhatian ikan dan makhluk air agar tidak memakan tubuh Qu Yuan yang tenggelam.

Selain Festival Duanwu, makan bacang juga menjadi bagian dari tradisi pernikahan Tionghoa di Indonesia. Bacang disajikan sebagai salah satu hidangan dalam upacara adat pernikahan. 

Hal ini mengandung makna bahwa pernikahan adalah momen penting dalam hidup yang membutuhkan keharmonisan dan keseimbangan, seperti yang dilambangkan oleh bacang itu sendiri.

Bacang juga memiliki nilai-nilai sosial yang kuat. Proses pembuatan bacang melibatkan kerja sama keluarga atau masyarakat yang terlibat dalam mempersiapkan, mengisi, dan mengikat bacang. 

Hal ini memperkuat ikatan sosial dan mempromosikan kerjasama antargenerasi. Makan bacang bersama juga menjadi momen kebersamaan yang menguatkan hubungan antaranggota keluarga.

Dalam beberapa tahun terakhir, makan bacang juga mulai populer di luar komunitas Tionghoa. Bacang menjadi hidangan yang diminati oleh masyarakat Indonesia secara luas, tidak hanya dalam konteks perayaan tradisional.

Ini menunjukkan bahwa makan bacang tidak hanya memiliki nilai sejarah dan filosofi, tetapi juga menghadirkan kenikmatan dan kelezatan yang dapat dinikmati oleh semua orang.

Makan Bacang sebagai Warisan Budaya

Makan bacang merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang kaya dan berharga. Sejarah dan filosofi di baliknya mencerminkan kekayaan budaya yang melintasi batas-batas etnis dan generasi. Bacang menjadi simbol keseimbangan, keharmonisan, keberuntungan, dan kebersamaan.

Penting untuk mempertahankan dan melestarikan tradisi makan bacang agar tidak hilang begitu saja. Generasi muda perlu dikenalkan dengan sejarah, filosofi, dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam makan bacang. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan, upacara adat, atau festival budaya.

Dalam menghargai tradisi ini, kita juga dapat berpartisipasi dalam merayakan Festival Duanwu dan menyantap bacang bersama keluarga dan teman-teman. Dengan demikian, kita tidak hanya memperkaya pengalaman pribadi, tetapi juga membantu menjaga keberlanjutan budaya dan warisan yang berharga ini.

Makan bacang bukan sekadar makanan lezat, tetapi juga sebuah cerminan budaya dan identitas kita sebagai bagian dari Bangsa Indonesia yang kaya akan keanekaragaman. 

Mari kita terus memelihara dan menghargai tradisi makan bacang, serta mengenalkannya kepada generasi mendatang sebagai bagian penting dari warisan budaya yang kita banggakan.

Dalam setiap suapan makan bacang, kita tidak hanya menyantap cita rasa yang lezat, tetapi juga mengikuti jejak sejarah yang panjang dan merenungkan filosofi yang terkandung di dalamnya. 

Makan bacang adalah jembatan yang menghubungkan kita dengan masa lalu, menjalin ikatan kebersamaan, dan merayakan kekayaan budaya Indonesia secara turun-temurun.

Jadi, mari kita merayakan dan menjaga tradisi makan bacang sebagai salah satu warisan budaya yang berharga. Jadikanlah momen bersantap bacang sebagai waktu untuk memeluk keseimbangan, merangkul keharmonisan, dan merayakan keberuntungan dalam hidup. 

Teruslah menjaga semangat gotong royong dan ikatan sosial melalui kegiatan ini, serta menumbuhkan rasa bangga terhadap warisan budaya yang mengikat kita sebagai satu bangsa.

Saat kita meletakkan bacang di telapak tangan kita dan membawanya ke mulut, kita tidak hanya memuaskan perut, tetapi juga memperkaya jiwa dengan nilai-nilai yang turun temurun. Makan bacang adalah sebuah perjalanan yang melintasi ruang dan waktu, membawa kita mendekati akar budaya yang menghidupkan dan memperkaya hidup kita.

Jadi, selamat menikmati makan bacang dan biarkan setiap gigitan mengingatkan kita akan keindahan tradisi, kearifan filosofis, dan kebersamaan yang terkandung di dalamnya. Bacang adalah lebih dari sekadar makanan, ia adalah warisan budaya yang terus berdenyut di dalam hati kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun