Mohon tunggu...
Erwin FORTUNA Setiawan
Erwin FORTUNA Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

anak kampung hobi nulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Makan Bacang: Tradisi Sejarah dan Filosofi di Dalamnya

22 Juni 2023   07:15 Diperbarui: 22 Juni 2023   07:18 2616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bacang, sumber: kompas.com

Makan bacang memiliki peran penting dalam tradisi Tionghoa di Indonesia. Salah satu momen khusus di mana makan bacang dikonsumsi adalah saat perayaan Festival Duanwu atau yang lebih dikenal sebagai Festival Naga di kalangan Tionghoa. 

Festival ini biasanya jatuh pada bulan ke-5 kalender Tionghoa (Bulan Juni dalam penanggalan Masehi), dan merupakan perayaan untuk menghormati arwah leluhur serta memperingati pahlawan nasional Tiongkok, Qu Yuan.

Selama Festival Duanwu, makan bacang menjadi hidangan wajib yang disantap oleh keluarga-keluarga Tionghoa. Bacang dikukus dan disajikan bersama dengan hidangan lainnya. 

Selain itu, ada juga tradisi melemparkan bacang ke sungai sebagai bentuk penghormatan kepada Qu Yuan. Konon, Qu Yuan adalah seorang penyair terkenal pada zaman kuno yang sangat mencintai tanah airnya, namun akhirnya mengorbankan hidupnya dengan melompat ke sungai sebagai bentuk protes terhadap korupsi pemerintahan. 

Orang-orang melemparkan bacang ke sungai untuk mengalihkan perhatian ikan dan makhluk air agar tidak memakan tubuh Qu Yuan yang tenggelam.

Selain Festival Duanwu, makan bacang juga menjadi bagian dari tradisi pernikahan Tionghoa di Indonesia. Bacang disajikan sebagai salah satu hidangan dalam upacara adat pernikahan. 

Hal ini mengandung makna bahwa pernikahan adalah momen penting dalam hidup yang membutuhkan keharmonisan dan keseimbangan, seperti yang dilambangkan oleh bacang itu sendiri.

Bacang juga memiliki nilai-nilai sosial yang kuat. Proses pembuatan bacang melibatkan kerja sama keluarga atau masyarakat yang terlibat dalam mempersiapkan, mengisi, dan mengikat bacang. 

Hal ini memperkuat ikatan sosial dan mempromosikan kerjasama antargenerasi. Makan bacang bersama juga menjadi momen kebersamaan yang menguatkan hubungan antaranggota keluarga.

Dalam beberapa tahun terakhir, makan bacang juga mulai populer di luar komunitas Tionghoa. Bacang menjadi hidangan yang diminati oleh masyarakat Indonesia secara luas, tidak hanya dalam konteks perayaan tradisional.

Ini menunjukkan bahwa makan bacang tidak hanya memiliki nilai sejarah dan filosofi, tetapi juga menghadirkan kenikmatan dan kelezatan yang dapat dinikmati oleh semua orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun