Ternate adalah kota yang mengajarkan banyak hal tentang kehidupan yang penuh liku-liku perjalan hidup di ternate begitu banyak catatan pahit tapi ada manis-manisnya karena mungkin saya bukan orang yang serabah kelebihan materi, saya selesaikan SD, SMP dan SMA di salah satu sekolah ternama kabupaten Halmahera selatan provisi Maluku utara. Dengan kehidupan yang serba kekurang tetapi semangatnya orang tua ingin menyekolahkan ke sekolah yang bersetadar harus terwujud.
Pada satu saat setelah saya tamat SMA, sayapun sudah mulai berfikir bahwa mana mungkin saya dapat melanjutkan keperguruan tinggi dengan modal kebutuhan yang serba berkecukupan. Pada saat itu saya berfikir kembali mana mungkin saya harus lanjut sekolah dengan kondisi orang tua yang lagi sakit-sakitan.
Saya adalah keluarga termiskin urutan kedua dikampung, namun kemiskinan itu bukan bearti orang tua saya untuk memberhentikan keinginanku untuk kuliah keluar kota, jarak kota ternate dan Sulawesi bukan ditempuh satu jam atau dua jam perjalanan. Namun berhari-hari baru sampai di pulau Sulawesi yang sudah tentu lewati pengunungan lautan yang sangat jauh daratannya.
Rasa untuk mengejar mimpi itu, saya berkata kepada orang tua saya, pak tidak usalah saya lanjut kuliah kalu nantinya kalian akan kesulitan, karena kuliah butuh waktu yang lama pak..? apa jawaban orang tua saya. Kamu harus kuliah, kamu harus jadi orang yang berguna untuk nusa dan bangsa cukup hanya bapak dan mama yang merasakan kepahitan kehidupan tapi kamu harus sekolah nak, kemuadian orang tua saya, mulai berkata maukah saya bercerita, nak..? kemudian saya persilahkan orang tua saya bercerita.!
Dan orang tua saya pun bercerita tentang kisa kerang mutiara, nak. Kamu taukan kalu kerang mutaiara pada saat mencari makan, kerang muatiara tersebut akan membuka mulutnya kemudian tutup mulutnya lagi, pada suatu saat karang mutiara itu buka mulutnya kemudian masuklah pasir kedalam tubuhnya, lalu karang mutiara itu berteriak, mengeluh sama ibunya sakit ma… sakit ma….sakit ma pasir yang masuk dalam tubuhku dan karang tersebut sambil mengelurkan airmatanya dan kemudia ibunya karang mutiara berkata kepada anaknya nak” sabar nak….sabar nak…sabar nak. Kita tidak bisa membalas rasa sakit itu dengan kejahatan. Lalu anak kerang mutiara itu mengikuti apa kata ibunya dengan mengelurkan air mata untuk membungkus pasir yang menggu rasa sakitnya. Kemudian lama kelamaan rasa sakit itu hilang, dan pada suatu saat, hari yang di tunggu-tunggu telah tiba semua kerang di panen dan kerang yang ada pasiernya di pisakan dan kerang yang tidak ada pasirnya di pisakan.
Oleh itu kerang yang tidak ada pasirnya di obral di jalan dan karang yang ada pasirnya di jual dengan harga yang mahal karena karang yang ada pasirnya adalah inti dari mutiara, setelah orang tua saya bercerita kemudian orang tua saya bertanya mana yang kamu memilih nak..? kamu mau jadi kerang mutiara atau mau jadi karang yang di obral di jalannya yang tidak tahan cobaan.!akhirnya saya memutuskan untuk menjadi karang mutiara, kemudian orang tuaku menjawab kalu kamu mau jadi karang mutiara mulai sekarang kamu harus sekolah tidak perlu kamu harus berfikir biyaya kuliah kamu nak…akhirnya sayapun mulai memilih pilihan orang tua saya untuk sekolah.
Namun pada akhirnya dengan nego-nego orang tua. Sayapun memilih untuk kuliah di Makassar (Sulawesi selatan) sesuai dengan permintaan orang tua saya. Diperjalan ke kota Makassar semua orang tua saya mengantarkan saya ke pelabuhan di mana tempat saya untuk berangkat ke Makassar. Setalah saya menempuh perjalan beberapa hari ke kota Makassar lewati lautan dan daratan taruhannya nyawa akhirnya saya sampai juga ke kota Makassar. Sempainya saya di kota Makassar, saya bagaikan orang yang awam yang tidak pernah menginjakan kaki di kota. Rasa sedih bercampur bangga sayapun menikmati indahnya hidup di kota, walaupun status saya barusan tiba di kota orang ini.
Cerita pulau Sulawesi, setalah saya sampai di kota ini saya pun mulai kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Makassar yaitu universitas muslim Indonesia. Semester awal begitu nyaman di rasakan bertemu beberapa teman dari daerah yang berbeda. Namun terkadang saya merindukan sosok ibu, ayah dan adik-adik yang merindukan cerita dongen walaupun dongennya terkadang saya tidak mengerti tapi bisa menghibur.
Akhirnya rasa rindu mulai berbelinggu pengen sekali ingin pulang kampong tapi rasanya saya tidak ingin membebani orang tua untuk yang kesekian kalinya. Pada suatu saat tibahlah momen lebaran mungkin itu lebaran pertama saya terpisah dengan orang tua saya. Terkadang saya tidak bisa ingin melepaskan rasa rindu ini, bertemu dengan mereka, hanya airmata yang bisa mengetahui walapun air mata keluar tampah sepengetahuan orang tua saya.
Semester 2, sampai semester 8 suasana ini masih tetap melengkat dalam diri saya dengan kesendirian dan rasa rindu yang sudah bercapur kangen orang tua untuk segerah bertemu. Namun beum saja ada kesempatan untuk bertemu dengan mereka, walapun menurut pendapat teman-teman saya, waktu lebaran atau liburan puasa inilah momen yang tepat untuk siraturahim dengan mereka, karena belum tentu leberan berikutnya juga kita bertemu dengan mereka. Dengan kata dari teman saya ini saya pun mulai berfikir pengen sekali ingin pulang kampong tapi tetap bukan pada waktu yang tepat utuk mau pulang.
Namun bertepat di semester akhir pada saat momen penelitian saya untuk selesaikan S1 saya, salah satu orang tua saya meninggal dunia yaitu ibu saya orang paling saya cintai dan saya kagumi kesebarannya. Perasaan saya sudah mulai tidak menentu harus bagaimana agar saya bisa pulang tapi saya tidak bisa berdaya dan berbuat apa-apa untuk mau balik kampong melaikan kata ayah saya kamu tidak perlu balik ke kampong nak. Tapi saya mau pulang untuk melihat ibu pak, kemudian ayah, berkata nak… bukannya ayah tidak mau kamu pulang tapi ayah belum ada uang untuk biyaya kamu pulang nak., tapi sayakan mau lihat ibu yang terakhir kalinya walapun saya tidak lihat lagi canda tawanya ibu pak,? Ayah saya berkata saya mengerti nak, tapi saya tidak bisa membiyai kamu pulang nak. Saya terdiam dan berkata ayah allah biginikah nasib orang yang melarat hanya mengejar cita-cita sunggu berat rasanya.