Mohon tunggu...
Erwindya Adistiana
Erwindya Adistiana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Learning by Experience

Penulis pemula yang tertarik pada hal-hal seperti sejarah, militer, politik dan yang lain-lannya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pembelian Pesawat Douglas DC-3 Dakota dan Korupsi Pertama di Indonesia

9 Juli 2024   17:08 Diperbarui: 9 Juli 2024   17:20 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wiweko Soepono ketika menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia pada tahun 1982 | Sumber Gambar: kompas.id

Telegram dari Wiweko Soepono untuk Abdul Moetalib untuk segera mengirimkan uang Pembelian Pesawat | Sumber Gambar: Arsip Bapak Wiweko Soepono/ANRI
Telegram dari Wiweko Soepono untuk Abdul Moetalib untuk segera mengirimkan uang Pembelian Pesawat | Sumber Gambar: Arsip Bapak Wiweko Soepono/ANRI

Kegelisahan dan kegundahan pun terus meliputi benak pikiran Pak Wiweko Soepono, karena selain uang belum pembayaran pesawat belum diterima, rupanya Abdul Moetalib pun tidak dapat dihubungi. Sedangkan pesawat DC-3 Dakota yang dibeli rupanya sudah diterima dan bahkan sudah diterbangkan ke Indonesia dan juga sudah diberi registrasi "RI-001" dan diberi nama "Seulawah" yang diambil dari nama gunung di Aceh sebagai rasa terima kasih atas sumbangan dari warga Aceh. Tetapi sayang pembayaran untuk Pesawat DC-3 Dakota tersebut belum juga terlunasi, karena uang belum kunjung datang.

Berkali-kali Wiweko mengirim surat dan pesan untuk mendapatkan kabar dari Abdul Moetalib, namun surat dan pesan tersebut tak kunjung mendapat balasan dari Abdul Moetalib.  Lantas muncul pertanyaan di benak Wiweko, "Bagaimana dan kapan pembayaran pesawat DC-3 tersebut akan terealisasi? sedangkan alokasi dana untuk pembayaran sudah ada." Entah bagaimana tiba-tiba Moetalib yang diberi kuasa untuk mencairkan cek di Indian Bank seperti hilang bak ditelan bumi dan sangat sukar untuk dihubungi. Wiweko bahkan sudah mengirim radiogram sampai  dua kali namun satupun jawaban tidak ia peroleh dari Abdul Moetalib.

Kegelisahan Wiweko ini pun rupanya mendapat perhatian serius dari pihak Angkatan Udara. Pihak Angkatan Udara pun menugaskan Wiweko untuk terbang ke New Delhi guna mencari tahu keberadaan Abdul Moetalib serta uang sebesar 120.000 strait dollar yang telah dipercayakan untuk dicairkan oleh Abdul Moetalib guna membayar pesawat DC-3 Dakota tersebut.

Telegram dari Abdul Moetalib kepada Wiweko Soepono perihal kendala pengiriman uang pembelian Pesawat | Sumber Gambar: Arsip Bapak Wiweko Soepono/ANRI
Telegram dari Abdul Moetalib kepada Wiweko Soepono perihal kendala pengiriman uang pembelian Pesawat | Sumber Gambar: Arsip Bapak Wiweko Soepono/ANRI

Setibanya di New Delhi Wiweko pun menerima menerima telegram dari Abdul Moetalib. Dalam telegram tersebut Abdul Moetalib megatakan jika terjadi kendala dalam pengiriman uang karena kesalahan dalam menulis nama Wiweko di wesel yang mengakibatkan keterlambatan pengiriman uang untuk pembayaran pesawat Douglas DC-3 Dakota tersebut. Tetapi kabar lebih buruk yang diterima oleh Wiweko dari Abdul Moetalib adalah uang sebesar 120.000 strait dollar yang digunakan untuk pembayaran pesawat Douglas DC-3 Dakota tersebut, sekarang hanya tersisa 60.000 strait dollar. Berarti dalam kata lain, setengah dari uang pembelian pesawat Douglas DC-3 Dakota tersebut telah raib. Sungguh marah dan merasa kecewa Wiweko mendengar hal tersebut, karena bagaimana bisa uang tersebut raib hingga tersisa hanya setengahnya.

Konon berdasarkan buku "Dari Blitar Ke Kelas Dunia : Wiweko Soepono Membangun Penerbangan Indonesia karya J. M. V. Soeparno dan Dudi Sudibyo" sepertinya ketika uang belum digunakan, Abdul Moetalib bermaksud menggunakan uang untuk pembelian pesawat tersebut untuk menyelundupkan kopra ke Australia yang dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar, iasanya usaha ini disebut sebagai smokkel. Rupanya berdasarkan penuturan di buku tersebut usaha yang biasa disebut smokkel itu, sudah sering dioperasikan menggunakan kapal oleh Konsul Indonesia di Penang dan hasilnya digunakan untuk menunjang perjuangan rakyat Indonesia untuk melawan agresi militer Kerajaan Belanda.

Telegram dari Wiweko Soepono untuk Abdul Moetalib meminta segera dikirimkan uang pembelian pesawat | Sumber Gambar: Arsip Bapak Wiweko Soepono/ANRI
Telegram dari Wiweko Soepono untuk Abdul Moetalib meminta segera dikirimkan uang pembelian pesawat | Sumber Gambar: Arsip Bapak Wiweko Soepono/ANRI

Tetapi sayangnya usaha yang biasa dilakoni Abdul Moetalib ini harus kandas dan tidak menghasilkan untung apapun, dikarenakan Pemerintah Inggris di Penang tidak mau mengeluarkan ijin berlayar bagi kapal yang akan digunakan, yang merupakan bekas kapal pemburu cepat bekas Perang Dunia Kedua dengan kecepatan 40 knot dan dinilai pemerintah Inggris jika kapal tersebut terlalu cepat untuk sebuah kapal dagang. Alhasil usaha Abdul Moetalib memutar dana untuk pembelian pesawat terbang tersebut menjadi kandas dan tidak hanya tidak menghasilkan keuntungan, namun Abdul Moetalib harus menderita kerugiaan karena terpaksa harus membayar ongkos kapal walaupun tidak sempat digunakan untuk usaha smokkel ke Australia.

Mendengar hal ini, Wiweko pun dengan segera mengirim radiogram kepada Moetalib ketika tiba di Singapura dalam perjalanan balik ke Indonesia untuk segera mengirim Sisa dari uang untuk pembelian pesawat tersebut. Isi-nya singkat dan padat, karena Wiweko berharap-harap cemas karena terbayang dengan kendala tersebut perjuangan akan menjadi cukup berat. Tetapi Wiweko harus memutar otak guna menyelesaikan semua permasalahan tersebut tanpa harus putus asa.


Konklusi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun