Mohon tunggu...
Erwindya Adistiana
Erwindya Adistiana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Learning by Experience

Penulis pemula yang tertarik pada hal-hal seperti sejarah, militer, politik dan yang lain-lannya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melata di Bawah Bayang-bayang Skandal Watergate: Masa-masa Terakhir Kepresidenan Richard Nixon

22 Juli 2022   15:34 Diperbarui: 22 Juli 2022   15:39 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Kepala Staff White House H.R. Haldeman ketika bersaksi di hadapan Senate Watergate Committee | Sumber Gambar: Getty Images

Belum selesai dengan urusan Skandal Watergate, Kepresidenan Richard Nixon kembali diterpa masalah lain. Kali ini melibatkan Wakil Presiden Spiro Agnew. Pada awal tahun 1972, seorang District Attorney atau Jaksa Wilayah di daerah Baltimore, George Beall, melakukan investigasi mengenai suatu kongkalikong dan negosiasi terselubung yang melibatkan Wakil Presiden Spiro Agnew dengan beberapa jasa Kontraktor, ketika menjabat sebagai "Baltimore County Executive" atau Dewan Eksekutif Wilayah Baltimore dan juga ketika Agnew menjabat sebagai Gubernur Baltimore. Agnew diduga kuat menerima uang "Kickback" atau uang suap yang dibayarkan sebagai imbalan atas layanan atau jasa yang diberikan dan biasanya cenderung diberikan karena adanya kolusi dan negosiasi terselubung, dari beberapa jasa Kontraktor atas imbalan proyek-proyek di Baltimore yang diberikan oleh Agnew kepada jasa Kontraktor tersebut. Agnew juga diduga telah menggelapkan pajak pendapatan. Pada awalnya Agnew menyangkal semua tuduhan Beall tersebut, namun Agnew pada akhirnya mengaku bersalah dan mengundurkan diri dari kursi Wakil Presiden Amerika Serikat pada 10 Oktober 1973. Tetapi Agnew sendiri, tidak terlibat dan tidak memiliki sangkut paut dengan Skandal Watergate, penerimaan uang kickback dan penggelapan pajak pendapatan-lah yang membuat Agnew memutuskan untuk mundur dari Kursi Wakil Presiden.

Mundurnya Agnew dari Kursi Wakil Presiden secara otomatis membuat kekosongan pada Kursi Wakil Kepresidenan. Namun di sisi lain sang Presiden sedang berada dalam masalah yang kemungkinan besar dapat menyebabkannya lengser dari Kursi Kepresidenan. Kepala Staff White House Alexander Haig pun mengusulkan agar Presiden Nixon segera memilih calon Wakil Presiden untuk mengisi kekosongan Kursi Wakil Presiden dan menggantikan Spiro Agnew. Awalnya Nixon memutuskan untuk memilih John Connally yang merupakan mantan Gubernur Negara Bagian Texas dan juga Menteri Keuangan Kepresidenan Nixon, sebagai pengganti Agnew dan mengisi kekosongan Kursi Wakil Presiden. Tetapi agar bisa menjabat sebagai Wakil Presiden dan mengisi kekosongan kursi Wakil Presiden, kedua badan legislatif, Kongress dan Senate harus memberi persetujuan untuk mengkonfirmasi Calon Wakil Presiden yang ditunjuk oleh Presiden untuk mengisi kekosongan kursi Wakil Presiden. Sedangkan Kongress dan Senate yang dikuasai Partai oposisi sepertinya enggan untuk mengkonfirmasi Connally sebagai Wakil Presiden yang baru, karena Connally baru-baru saja pindah dari Partai Demokrat ke Partai Republican dan merupakan pemimpin gerakan "Democrats for Nixon" suatu gerakan yang digagas Nixon untuk mendorong para loyalis Partai Demokrat untuk mendukung Nixon di pemilu tahun 1972. Terlebih lagi Connally sendiri juga rupanya terlibat suatu masalah di mana pada tahun 1974, setahun setelah mundurnya Agnew sebagai Wakil Presiden, Connally diduga telah secara diam-diam mem-pocketing atau menilap $10.000 Dollar setelah mempengaruhi keputusan harga susu ketika menjabat sebagai Menteri Keuangan.

Presiden Nixon bersama calon Wakil Presiden pengganti Agnew, Gerald Ford dan Alexander Haig dan Henry Kissinger | Sumber Gambar: Nixonlibrary
Presiden Nixon bersama calon Wakil Presiden pengganti Agnew, Gerald Ford dan Alexander Haig dan Henry Kissinger | Sumber Gambar: Nixonlibrary

Melihat Connally yang sepertinya tidak akan mendapatkan konfirmasi atau persetujuan dari Kongress dan Senate untuk mengisi kursi Wakil Presiden yang kosong, Haig pun memberi rekomendasi calon Wakil Presiden yang lain kepada Nixon. Kali ini Haig merekomendasikan agar Nixon memilih Congressman atau Anggota Kongress dari distrik ke-5 Negara Bagian Michingan, yaitu Gerald Ford yang pada waktu itu juga menjabat sebagai "House Minority Leader" atau Pimpinan Kubu Minoritas di Kongress, di mana Partai Republican merupakan kubu Minoritas di Kongress pada waktu itu. Nixon pun setuju dengan usulan Jenderal Haig tersebut dan memilih Ford untuk menggantikan Agnew dan mengisi kekosongan kursi Wakil Presiden.

Tetapi Kongress pun sepertinya terlihat seakan mengulur-ngulur proses konfirmasi Gerald Ford sebagai Wakil Presiden. Jenderal Alexander Haig sendiri mencurigai jika Partai Demokrat diam-diam memanfaatkan situasi di mana kursi Wakil Presiden sedang kosong dan Presiden Incumbent sedang berada dalam masalah, guna menguasai kursi Eksekutif atau Kepresidenan. Hal ini dikarenakan karena berdasarkan 25th Amandement dan Presidential Line of Succession, jika terjadi kekosongan pada Kursi Kepresidenan dan Kursi Wakil Presiden, baik karena sang Presiden atau Wakil Presiden meninggal atau mengundurkan diri, maka Speaker of the House of Representatives atau Juru Bicara Kongress yang notabene merupakan pimpinan tertinggi di Kongress Amerika Serikat, maka secara otomatis akan naik ke kursi Kepresidenan dan menjadi Presiden Amerika Serikat. Sedangkan pada saat itu Kongress Amerika Serikat sedang dikuasai oleh Partai Demokrat dan tentu saja Speaker of the House of Representatives pada saat itu merupakan Anggota Kongress dari Partai Demokrat yaitu Carl Albert. Tentu saja jika kemungkinan besar Nixon mundur atau dimakzulkan sebelum Ford mendapat persetujuan sebagai Wakil Presiden dan kursi Wakil Presiden masih kosong, maka sudah dapat dipastikan jika Carl Albert selaku Speaker of the House of Representatives lah yang akan naik menjadi Presiden Amerika Serikat. Tetapi tuduhan tersebut ditepis keras oleh kubu Partai Demokrat baik di Kongress maupun Senate dan nominasi Gerald Ford sebagai Wakil Presiden pun segera diprosess agar dapat disetujui oleh Kongress dan Senate. 

Gerald Ford ketika diambil sumpahnya sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat yang ke-40 pada 6 Desember 1973 | Sumber Gambar: Fordlibrary
Gerald Ford ketika diambil sumpahnya sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat yang ke-40 pada 6 Desember 1973 | Sumber Gambar: Fordlibrary

Pada 27 November 1973, Senate menyetujui nominasi Gerald Ford sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat dan disusul 10 hari kemudian pada 6 Desember 1973, dengan Kongress menyetujui nominasi Gerald Ford sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat. Gerald Ford pun segera dilantik menjadi Wakil Presiden pada hari yang sama setelah mendapat persetujuan atas nominasinya sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat oleh Kongress dan Senate, pada 6 Desember 1973.


Bulan-Bulan Terakhir Kepresidenan Richard Nixon

Presiden Richard Nixon ketika bekerja di kantornya di Old Executive Office Building | Sumber Gambar: Getty Images
Presiden Richard Nixon ketika bekerja di kantornya di Old Executive Office Building | Sumber Gambar: Getty Images

Skandal Watergate seakan menjadi seperti tumor yang tumbuh di Kepresidenan Richard Nixon dan sekarang tumor tersebut sudah bertransformasi menjadi Kanker dan terus menerus menggerogoti Kepresidenan Richard Nixon. Hari demi Hari, Bulan demi Bulan bukti-bukti baru akan Skandal Watergate ini yang berujung pada pendakwaan mantan pejabat-pejabat Gedung Putih dan juga orang-orang terdekat Nixon kian bermunculan. Dugaan atas keterlibatan Presiden Nixon dalam Skandal Watergate atau upayanya guna menutup-nutupi Fakta akan Skandal Watergate pun semakin diperkuat, manakala pada tanggal 20 Oktober 1973 Nixon memutuskan untuk memecat Archibald Cox selaku Special Prosecutor Department Kehakiman yang sedang menyelidiki Skandal Watergate ini dan juga menjadi penghubung antara Pemerintahan Presiden Nixon dan Senate Watergate Committee. Namun pemecatan tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh sang Jaksa Agung yaitu Elliot Richardson yang menggantikan Richard Kleindienst yang mundur dari posisi Jaksa Agung pada bulan Mei 1973.

Tetapi Richardson menolak perintah dari Nixon guna memecat Archibald Cox dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai Jaksa Agung karena Richardson telah berjanji kepada Senate dan Kongress dan juga Senate Watergate Committee untuk tidak mengganggu penyelidikan Archibald Cox selaku Special Prosecutor terhadap Skandal Watergate. Dengan mundurnya Elliot Richardson dari posisi Jaksa Agung, maka kali ini orang kedua di Department Kehakiman lah, yaitu Deputy Jaksa Agung William Ruckelshaus yang dapat memecat Archibald Cox dari posisinya sebagai Special Prosecutor. Namun Ruckelshaus juga menolak menuruti perintah Nixon untuk memecat Archibald Cox dan juga turut memutuskan untuk mengundurkan diri. Lantas dengan kosongnya posisi Jaksa Agung dan Deputy Jaksa Agung, kali ini hanyalah orang ketiga di Department Kehakiman-lah yang dapat memecat Archibald Cox, yaitu Solicitor General Robert Bork. Bork pun tunduk pada perintah Nixon untuk memecat Archibald Cox selaku Special Prosecutor dan menggantikannya dengan Leon Jaworski. Pemecatan Cox konon disebabkan karena Cox yang terus mendesak Nixon untuk menyerahkan seluruh tape percakapan di kantor Kepresidenan kepada Senate Watergate Committee. Namun Nixon menolaknya dan justru menawarkan untuk hanya menyerahkan transcript percakapan dari rekaman tape di Kantor Kepresidenan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun