Hari itu adalah hari Sabtu tanggal 20 Januari tahun 1973. Pada hari itu Presiden Amerika Serikat yang ke-37 Richard Milhous Nixon baru saja diambil sumpahnya untuk periode kedua masa jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat oleh Hakim Ketua Mahkamah Agung Warren Burger. Namun sayangnya hari pengambilan sumpah Nixon untuk periode kedua tersebut sepertinya tidak terlalu disambut dengan baik. Nixon, bersama sang Wakil Presiden Spiro Agnew, memang berhasil memenangkan pemilihan Presiden pada tahun 1972 secara mutlak, mengalahkan kandidat dari Partai Demokrat George McGovern yang merupakan Senator dari negara bagian South Dakota.
Tetapi sayangnya kemenangan Nixon pada Pemilu tahun 1972 tersebut tidaklah luput dari skandal yang akan terus membayang-bayangi kepresidenan Richard Nixon yang pada akhirnya membawanya pada kejatuhan Nixon dari kursi kepresidenan Amerika Serikat. Skandal tersebut tidak lain adalah skandal yang terkenal dengan sebutan "Watergate" di mana beberapa orang yang diduga merupakan orang suruhan Presiden Nixon dan orang-orang terdekat Nixon, tertangkap basah sedang melakukan penggeledahan pada kantor markas pusat Komite Nasional Partai Demokrat yang merupakan partai oposisi partai Nixon, yaitu Partai Republican, yang terletak di kompleks perkantoran "The Watergate" di Washington, D.C.
Skandal tersebut memang sangat menggemparkan hampir seluruh Amerika Serikat. Tidak hanya itu saja, skandal Watergate juga menyeret orang-orang terdekat Nixon yang memegang posisi jabatan penting pada Pemerintahan Nixon. Akibat skandal inilah kepresidenan Richard Nixon pada akhirnya harus berakhir secara menyedihkan.
The Watergate Scandal atau Skandal Watergate ini bermula ketika lima orang tertangkap basah sedang membobol markas Democratic National Committee atau Komite Nasional Partai Demokrat, yang merupakan partai oposisi Presiden Richard Nixon yaitu Partai Republican, di Gedung Perkantoran yang terletak di kompleks Gedung The Watergate pada 17 Juni tahun 1972. Pada tahun tersebut Amerika Serikat juga sedang mengadakan Pemilu dan juga Pemilihan Presiden yang akan diadakan pada bulan November tahun 1972. Kelima orang pembobol tersebut, yaitu  Virgilio Gonzalez, Bernard Barker, James McCord, Eugenio Martnez dan Frank Sturgis lantaran diketahui melakukan pembobolan tersebut atas perintah dari beberapa orang-orang yang diketahui mendapat perintah dari Pejabat di White House. Hal itu semakin diperkuat lantaran beberapa nama orang-orang yang dekat dengan pejabat-pejabat White House, seperti E. Howard Hunt dan G. Gordon Liddy, ditemukan di buku telephone salah satu pembobol Kantor Komite Nasional Partai Demokrat di Gedung Perkantoran The Watergate. Hunt dan Liddy pun juga turut terseret ke ranah hukum akibat dari insiden pembobolan tersebut.
Insiden pembobolan Kantor Komite Nasional Partai Demokrat di Gedung Perkantoran The Watergate inilah yang menjadi pemicu awal Skandal Watergate ini. Keadaan semakin diperburuk manakala salah satu pembobol, yakni? James McCord membuat pengakuan melalui surat yang ia tulis kepada hakim yang memimpin sidang pendakwaan kepada para tersangka pembobolan Kantor Komite Nasional Partai Demokrat di Gedung Perkantoran The Watergate, John Sirica. Dalam surat tersebut McCord mengaku jika pembobolan di Kantor Komite Nasional Partai Demokrat di Gedung Perkantoran The Watergate memang ditenggarai dan melibatkan pejabat-pejabat di level executive, terutama pejabat-pejabat di White House. Sirica pun membacakan surat McCord tersebut kepada publik ketika persidangan McCord dan makin menarik perhatian banyak khalayak, termasuk Kongress dan Senate Amerika Serikat, yang pada waktu itu keduanya masih dikuasai oleh Partai Demokrat, untuk melakukan investigasi lebih dalam mengenai keterlibatan pejabat-pejabat di White House pada skandal pembobolan Kantor Komite Nasional Partai Demokrat di Gedung Perkantoran The Watergate.
Hal tersebut sontak menggemparkan pejabat-pejabat di White House termasuk Presiden Richard Nixon. Bahkan White House Counsel, yang merupakan penasihat Gedung Putih yang memberi nasihat mengenai masalah aspek hukum dan juga mengenai perkembangan di Pemerintahan sang Presiden, John Dean memberitahu jika terdapat sesuatu yang tidak beres pada orang-orang di Kepresidenan Nixon. Dean bahkan sepakat untuk bekerjasama dengan penyidik-penyidik Federal yang menyelidiki kasus perkara skandal Watergate ini.
Sayangnya John Dean justru harus kehilangan jabatannya sebagai White Counsel setelah dipecat oleh Presiden Nixon pada 30 April tahun 1973. Nixon konon memecat Dean atas desakan orang-orang terdekat seperti Kepala Staff White House H.R. Haldeman dan Penasihat urusan Dalam Negeri Nixon yaitu John Ehrlichman, karena Dean sudah mulai membuka suara kepada penyidik-penyidik Federal yang menyelidiki skandal Watergate ini dan kemungkinan besar akan semakin membuka keterlibatan para pejabat di Gedung Putih dalam Skandal Watergate. Tetapi pada hari yang sama Nixon memecat Dean, Haldeman dan Ehrlichman juga turut mengajukan pengunduran diri mereka dari jabatannya karena keterlibatan mereka dalam skandal watergate mulai tercium dan juga terdapat rumor jika Haldeman dan Ehrlichman juga berusaha mengkambing hitam-kan John Dean dalam masalah skandal ini, walaupun keterlibatan baik Haldeman, Ehrlichman dan Dean masih samar-samar. Namun tidak hanya Haldeman dan Ehrlichman, Jaksa Agung Richard Kleindienst juga memutuskan untuk mengundurkan diri karena ketidaksetujuannya dengan Nixon dan orang-orang terdekatnya untuk menutup-nutupi perkara Skandal Watergate ini. Publik pun semakin mempertanyakan apakah Presiden Nixon sendiri terlibat dalam Skandal Watergate ini? Atau apakah Presiden Nixon secara sengaja menutup-nutupi Skandal Watergate ini?
Posisi H.R. Haldeman sebagai Kepala Staff White House digantikan oleh Jenderal Alexander Haig yang baru saja naik pangkat sebagai Jenderal Bintang Empat dan merupakan mantan tangan kanan salah satu orang kepercayaan Nixon yang menjabat sebagai Penasihat Keamanan Nasional dan juga Menteri Luar Negeri, Henry Kissinger. Bayang-bayang akan Skandal Watergate pun terus menghantui Kepresidenan Richard Nixon. Di sisi lain Haig mengambil langkah yang lebih tegas dalam menangani masalah skandal watergate yang terus membayang-bayangi Kepresidenan Richard Nixon. Haig meminta transparasi F.B.I. dalam penyelidikan mereka terhadap skandal ini, tetapi Haig berusaha terus menjaga citra Nixon sebagai Presiden agar tidak semakin ternodai karena skandal ini.
Senate dan Kongress yang pada waktu itu keduanya masih dikuasai oleh Partai Demokrat, mengambil langkah yang lebih dalam dan turut menginvestigasi biduk perkara skandal watergate ini. Senate pun membentuk "Senate Watergate Committee" yang bertugas untuk menyelidiki dan mencari fakta mengenai Skandal Watergate ini dan memulai sidang terbuka yang disiarkan di televisi terhadap saksi-saksi penting akan Skandal Watergate ini pada 17 Mei Tahun 1973. Senate Watergate Committee sendiri dipimpin oleh Senator Partai Demokrat dari North Carolina, Sam Ervin. Dua hari kemudian pada tanggal 19 Mei 1973, Justice Department atau Department Kehakiman menunjuk Archibald Cox sebagai Special Prosecutor yang bertugas untuk melakukan penyelidikan akan Skandal Watergate ini dan menjadi penghubung antara Senate Watergate Committee dan Pemerintahan Presiden Nixon. Salah satu tugas terberat Cox adalah mencari tahu apakah ada keterlibatan Presiden Nixon dan apa peran Presiden Nixon dalam Skandal Watergate ini.
Hari demi hari investigasi akan skandal watergate ini-pun terus melahirkan temuan-temuan terbaru yang akan menuntun kepada fakta di balik skandal ini. Tidak hanya itu saja, satu demi satu saksi kunci juga mulai bersaksi di hadapan Senate Watergate Committee dan dari kesaksian tersebut, investigasi akan Skandal Watergate ini selalu mendapatkan temuan baru yang pada akhirnya terus membebani Kepresidenan Richard Nixon. John Dean pun pada akhirnya juga bersaksi di hadapan Senate Watergate Committee, pada 3 Juni 1973 dan mengungkapkan bahwa ia juga sempat mendiskusikan dengan Presiden Nixon untuk menutup-nutupi fakta di balik Skandal Watergate ini selama lebih kurang 35 menit.
Sebulan kemudian pada tanggal 13 July tahun 1973, mantan deputy assissten Kepresidenan, Alexander Butterfield bersaksi di hadapan Senate Watergate Committee. Kesaksian Alexander Butterfield dapat dibilang sebagai kesaksian yang menghebohkan bahkan menggemparkan Kepresidenan Richard Nixon, karena dalam kesaksian tersebut, Butterfield mengungkapkan suatu fakta terbaru yang memungkinkan untuk mengungkapkan semua temuan terbaru yang akan menuntun pada fakta akan tabir dari Skandal Watergate ini. Pada kesaksiannya, Butterfield mengungkapkan bahwa selama ini semua percakapan, baik percakapan di ruangan maupun di telephone selama ini direkam menggunakan mesin sistem perekam yang telah dipasang sejak tahun 1971, terutama percakapan di kantor Presiden Nixon sendiri, Oval Office atau Ruang Oval, yang juga direkam melalu mesin sistem perekam tersebut. Sontak kesaksian Butterfield ini menggemparkan Presiden Nixon dan orang-orang terdekatnya, karena rahasia akan rekaman di kantor Kepresidenan pada akhirnya terungkap. Setelah kesaksian tersebut, Presiden Nixon pun memerintahkan agar semua mesin sistem perekam di Kantor Kepresidenan, terutama di ruang oval segera dicabut dan dinon-aktifkan.
Setelah mendengar kesaksian dari Alexander Butterfield tersebut, para anggota Senate Watergate Committee termasuk sang ketua Senator Sam Ervin memerintahkan agar semua rekaman percakapan di kantor Kepresidenan untuk diserahkan kepada dewan Senate Watergate Committee dan juga Special Prosecutor Department of Justice Archibald Cox untuk diselidiki lebih lanjut. Namun sayangnya Presiden Nixon menolak untuk menyerahkan rekaman tersebut.
Memasuki bulan-bulan terakhir tahun 1973, bayang-bayang akan fakta Skandal Watergate ini-pun seolah-olah semakin menghantui Kepresidenan Richard Nixon dan seakan skandal ini seperti sudah melekat erat pada Kepresidenan Richard Nixon. Kepresidenan Richard Nixon dan juga reputasi Nixon sebagai Presiden Amerika Serikat pun seperti berada diambang kehancuran. Bayangan yang lebih menakutkan lagi adalah, Nixon sepertinya berada diambang "Impeachment" atau pemakzulan yang akan melengserkannya dari kursi Kepresidenan Amerika Serikat akibat dari Skandal Watergate ini. Walaupun hingga Bulan July tahun 1973 bukti kuat yang akan menuntun pada pemakzulan Nixon sebagai Presiden Amerika Serikat masih belum ditemukan.
Mundurnya Spiro Agnew dari Kursi Wakil Presiden
Belum selesai dengan urusan Skandal Watergate, Kepresidenan Richard Nixon kembali diterpa masalah lain. Kali ini melibatkan Wakil Presiden Spiro Agnew. Pada awal tahun 1972, seorang District Attorney atau Jaksa Wilayah di daerah Baltimore, George Beall, melakukan investigasi mengenai suatu kongkalikong dan negosiasi terselubung yang melibatkan Wakil Presiden Spiro Agnew dengan beberapa jasa Kontraktor, ketika menjabat sebagai "Baltimore County Executive" atau Dewan Eksekutif Wilayah Baltimore dan juga ketika Agnew menjabat sebagai Gubernur Baltimore. Agnew diduga kuat menerima uang "Kickback" atau uang suap yang dibayarkan sebagai imbalan atas layanan atau jasa yang diberikan dan biasanya cenderung diberikan karena adanya kolusi dan negosiasi terselubung, dari beberapa jasa Kontraktor atas imbalan proyek-proyek di Baltimore yang diberikan oleh Agnew kepada jasa Kontraktor tersebut. Agnew juga diduga telah menggelapkan pajak pendapatan. Pada awalnya Agnew menyangkal semua tuduhan Beall tersebut, namun Agnew pada akhirnya mengaku bersalah dan mengundurkan diri dari kursi Wakil Presiden Amerika Serikat pada 10 Oktober 1973. Tetapi Agnew sendiri, tidak terlibat dan tidak memiliki sangkut paut dengan Skandal Watergate, penerimaan uang kickback dan penggelapan pajak pendapatan-lah yang membuat Agnew memutuskan untuk mundur dari Kursi Wakil Presiden.
Mundurnya Agnew dari Kursi Wakil Presiden secara otomatis membuat kekosongan pada Kursi Wakil Kepresidenan. Namun di sisi lain sang Presiden sedang berada dalam masalah yang kemungkinan besar dapat menyebabkannya lengser dari Kursi Kepresidenan. Kepala Staff White House Alexander Haig pun mengusulkan agar Presiden Nixon segera memilih calon Wakil Presiden untuk mengisi kekosongan Kursi Wakil Presiden dan menggantikan Spiro Agnew. Awalnya Nixon memutuskan untuk memilih John Connally yang merupakan mantan Gubernur Negara Bagian Texas dan juga Menteri Keuangan Kepresidenan Nixon, sebagai pengganti Agnew dan mengisi kekosongan Kursi Wakil Presiden. Tetapi agar bisa menjabat sebagai Wakil Presiden dan mengisi kekosongan kursi Wakil Presiden, kedua badan legislatif, Kongress dan Senate harus memberi persetujuan untuk mengkonfirmasi Calon Wakil Presiden yang ditunjuk oleh Presiden untuk mengisi kekosongan kursi Wakil Presiden. Sedangkan Kongress dan Senate yang dikuasai Partai oposisi sepertinya enggan untuk mengkonfirmasi Connally sebagai Wakil Presiden yang baru, karena Connally baru-baru saja pindah dari Partai Demokrat ke Partai Republican dan merupakan pemimpin gerakan "Democrats for Nixon" suatu gerakan yang digagas Nixon untuk mendorong para loyalis Partai Demokrat untuk mendukung Nixon di pemilu tahun 1972. Terlebih lagi Connally sendiri juga rupanya terlibat suatu masalah di mana pada tahun 1974, setahun setelah mundurnya Agnew sebagai Wakil Presiden, Connally diduga telah secara diam-diam mem-pocketing atau menilap $10.000 Dollar setelah mempengaruhi keputusan harga susu ketika menjabat sebagai Menteri Keuangan.
Melihat Connally yang sepertinya tidak akan mendapatkan konfirmasi atau persetujuan dari Kongress dan Senate untuk mengisi kursi Wakil Presiden yang kosong, Haig pun memberi rekomendasi calon Wakil Presiden yang lain kepada Nixon. Kali ini Haig merekomendasikan agar Nixon memilih Congressman atau Anggota Kongress dari distrik ke-5 Negara Bagian Michingan, yaitu Gerald Ford yang pada waktu itu juga menjabat sebagai "House Minority Leader" atau Pimpinan Kubu Minoritas di Kongress, di mana Partai Republican merupakan kubu Minoritas di Kongress pada waktu itu. Nixon pun setuju dengan usulan Jenderal Haig tersebut dan memilih Ford untuk menggantikan Agnew dan mengisi kekosongan kursi Wakil Presiden.
Tetapi Kongress pun sepertinya terlihat seakan mengulur-ngulur proses konfirmasi Gerald Ford sebagai Wakil Presiden. Jenderal Alexander Haig sendiri mencurigai jika Partai Demokrat diam-diam memanfaatkan situasi di mana kursi Wakil Presiden sedang kosong dan Presiden Incumbent sedang berada dalam masalah, guna menguasai kursi Eksekutif atau Kepresidenan. Hal ini dikarenakan karena berdasarkan 25th Amandement dan Presidential Line of Succession, jika terjadi kekosongan pada Kursi Kepresidenan dan Kursi Wakil Presiden, baik karena sang Presiden atau Wakil Presiden meninggal atau mengundurkan diri, maka Speaker of the House of Representatives atau Juru Bicara Kongress yang notabene merupakan pimpinan tertinggi di Kongress Amerika Serikat, maka secara otomatis akan naik ke kursi Kepresidenan dan menjadi Presiden Amerika Serikat. Sedangkan pada saat itu Kongress Amerika Serikat sedang dikuasai oleh Partai Demokrat dan tentu saja Speaker of the House of Representatives pada saat itu merupakan Anggota Kongress dari Partai Demokrat yaitu Carl Albert. Tentu saja jika kemungkinan besar Nixon mundur atau dimakzulkan sebelum Ford mendapat persetujuan sebagai Wakil Presiden dan kursi Wakil Presiden masih kosong, maka sudah dapat dipastikan jika Carl Albert selaku Speaker of the House of Representatives lah yang akan naik menjadi Presiden Amerika Serikat. Tetapi tuduhan tersebut ditepis keras oleh kubu Partai Demokrat baik di Kongress maupun Senate dan nominasi Gerald Ford sebagai Wakil Presiden pun segera diprosess agar dapat disetujui oleh Kongress dan Senate.Â
Pada 27 November 1973, Senate menyetujui nominasi Gerald Ford sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat dan disusul 10 hari kemudian pada 6 Desember 1973, dengan Kongress menyetujui nominasi Gerald Ford sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat. Gerald Ford pun segera dilantik menjadi Wakil Presiden pada hari yang sama setelah mendapat persetujuan atas nominasinya sebagai Wakil Presiden Amerika Serikat oleh Kongress dan Senate, pada 6 Desember 1973.
Bulan-Bulan Terakhir Kepresidenan Richard Nixon
Skandal Watergate seakan menjadi seperti tumor yang tumbuh di Kepresidenan Richard Nixon dan sekarang tumor tersebut sudah bertransformasi menjadi Kanker dan terus menerus menggerogoti Kepresidenan Richard Nixon. Hari demi Hari, Bulan demi Bulan bukti-bukti baru akan Skandal Watergate ini yang berujung pada pendakwaan mantan pejabat-pejabat Gedung Putih dan juga orang-orang terdekat Nixon kian bermunculan. Dugaan atas keterlibatan Presiden Nixon dalam Skandal Watergate atau upayanya guna menutup-nutupi Fakta akan Skandal Watergate pun semakin diperkuat, manakala pada tanggal 20 Oktober 1973 Nixon memutuskan untuk memecat Archibald Cox selaku Special Prosecutor Department Kehakiman yang sedang menyelidiki Skandal Watergate ini dan juga menjadi penghubung antara Pemerintahan Presiden Nixon dan Senate Watergate Committee. Namun pemecatan tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh sang Jaksa Agung yaitu Elliot Richardson yang menggantikan Richard Kleindienst yang mundur dari posisi Jaksa Agung pada bulan Mei 1973.
Tetapi Richardson menolak perintah dari Nixon guna memecat Archibald Cox dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai Jaksa Agung karena Richardson telah berjanji kepada Senate dan Kongress dan juga Senate Watergate Committee untuk tidak mengganggu penyelidikan Archibald Cox selaku Special Prosecutor terhadap Skandal Watergate. Dengan mundurnya Elliot Richardson dari posisi Jaksa Agung, maka kali ini orang kedua di Department Kehakiman lah, yaitu Deputy Jaksa Agung William Ruckelshaus yang dapat memecat Archibald Cox dari posisinya sebagai Special Prosecutor. Namun Ruckelshaus juga menolak menuruti perintah Nixon untuk memecat Archibald Cox dan juga turut memutuskan untuk mengundurkan diri. Lantas dengan kosongnya posisi Jaksa Agung dan Deputy Jaksa Agung, kali ini hanyalah orang ketiga di Department Kehakiman-lah yang dapat memecat Archibald Cox, yaitu Solicitor General Robert Bork. Bork pun tunduk pada perintah Nixon untuk memecat Archibald Cox selaku Special Prosecutor dan menggantikannya dengan Leon Jaworski. Pemecatan Cox konon disebabkan karena Cox yang terus mendesak Nixon untuk menyerahkan seluruh tape percakapan di kantor Kepresidenan kepada Senate Watergate Committee. Namun Nixon menolaknya dan justru menawarkan untuk hanya menyerahkan transcript percakapan dari rekaman tape di Kantor Kepresidenan tersebut.
Pada Bulan Maret tahun 1974, beberapa mantan pejabat Gedung Putih dan orang-orang terdekat Nixon pada akhirnya didakwa atas tuduhan keterlibatan dalam Skandal Watergate dan upaya menutup-nutupi Skandal Watergate ini. Beberapa bekas Pejabat Gedung Putih dan orang-orang terkedat Nixon yang didakwa adalah mantan Kepala Staff Gedung Putih H.R. Haldeman, mantan Jaksa Agung John Mitchell yang juga sempat menjabat sebagai ketua komite pemenangan kampanye Nixon untuk periode kedua dan juga mantan penasehat masalah domestik John Ehrlichman dengan dakwaan berupaya menutup nutupi penyelidikan akan Skandal Watergate ini.
Di sisi lain, Special Prosecutor Leon Jaworski rupanya menolak dorongan Nixon untuk menyerahkan tape rekaman pecakapan di kantor Kepresidenan ke Senate Watergate Committee. Nixon pun mengajukan banding ke Supreme Court atau Mahkamah Agung agar tape rekaman percakapan di kantor Kepresidenan tersebut tidak diserahkan ke Senate Watergate Committee. Sayangnya Supreme Court juga menolak dan menggugurkan tuntutan Nixon tersebut dan mengharuskan Nixon untuk menyerahkan semua bukti-bukti termasuk tape rekaman percakapan di kantor Kepresidenan kepada Senate Watergate Committee.
Posisi Nixon pun sepertinya semakin terhimpit, terutama setelah Senate Watergate Committee mendapatkan tape rekaman percakapan di kantor Kepresidenan, bukti-bukti akan keterlibatan Nixon untuk menutup-nutupi fakta-fakta akan Skandal Watergate ini-pun semakin terkuak. Alhasil House Judiciary Committee atau Komite Peradilan Kongress, pada akhirnya mengesahkan "Article of Impeachment" atau usulan untuk memulai pemakzulan. Sedangkan Gerald Ford yang baru saja menduduki kursi Wakil Presiden dan tengah bersiap-siap untuk pindah ke Number One Observatory Circle atau Kediaman Wakil Presiden Amerika Serikat, mendapatkan panggilan dari Kepala Staff White House Jenderal Alexander Haig pada 1 Agustus tahun 1974. Haig sendiri sebenarnya juga sering disebut-sebut pula sebagai "Acting President" atau Pelaksana Tugas Kepresidenan, karena perannya dalam menjaga kestabilan dan jalannya Pemerintahan Presiden Nixon selagi Nixon disibukan oleh urusan dan perkara Skandal Watergate.
Dalam pertemuan antara Ford dan Haig tersebut, Haig mengatakan kepada Ford bahwa telah ditemukan bukti baru yang berupa tape rekaman percakapan di kantor Kepresidenan yang sepertinya akan menguatkan keterlibatan Presiden Nixon dalam upayanya untuk menutup-nutupi Skandal Watergate. Hal ini kemungkinan besar dapat menuntun pada pemakzulan Nixon yang berujung pada lengsernya Nixon dari kursi Kepresidenan Amerika Serikat atau Mundurnya Nixon dari kursi Kepresidenan Amerika Serikat. Haig pun menyarankan agar Ford membawa barang secukupnya saja ke kediaman Wakil Presiden, karena kemungkinan besar, cepat atau lambat Ford akan naik ke Kursi Kepresidenan Amerika Serikat dan pindah ke White House. Dugaan Haig tersebut ternyata memang benar karena pada awal Agustus tahun 1974 ditemukan tape rekaman percakapan di Kantor Kepresidenan pada tanggal 23 Juni Tahun 1972. Dalam rekaman tersebut terdapat percakapan antara Presiden Nixon dan Kepala Staff White House Haldeman yang berusaha mensiasati upaya untuk menutup-nutupi kasus pembobolan di Kantor Komite Nasional Partai Demokrat di Gedung Perkantoran The Watergate. Rekaman ini dikenal sebagai "The Smoking Gun" dan direkam enam hari setelah pembobolan di Kantor Komite Nasional Partai Demokrat di Gedung Perkantoran The Watergate.
Mundurnya Nixon dan Naiknya Ford Sebagai Presiden Amerika Serikat
Nixon tampaknya sudah tidak ada pilihan lain antara menghadapi pemakzulan atau mengundurkan diri dari Kursi Kepresidenan. Beberapa rekan Nixon di Senate pun menyarankan agar Nixon segera mundur dari kursi Kepresidenan, dikarenakan sudah terdapat cukup suara di Senate untuk memakzulkan Nixon. Hal serupa juga disarankan oleh Kepala Staff White House Jenderal Alexander Haig, agar Nixon sebaiknya mundur dari Kursi Kepresidenan Amerika Serikat. Haig bahkan menyarankan jika Nixon mundur, maka besar kemungkinan jika Ford yang secara otomatis naik menjadi Presiden Amerika Serikat akan memberinya Presidential Pardoned atau pengampunan dari Presiden yang akan membebas dakwakan Nixon dari seluruh tuduhan keterlibatannya dalam menutup-nutupi Skandal Watergate.
Pada Hari Kamis 8 Agustus tahun 1974, Nixon mengumumkan kepada Publik dalam pidatonya di Televisi bahwa ia akan mengundurkan diri dari Kursi Kepresidenan Amerika Serikat. Pada hari berikutnya, Jumat tanggal 9 Agustus tahun 1974, Nixon resmi mengundurkan diri dari sebagai Presiden Amerika Serikat. Tidak lama kemudian pada hari yang sama, Wakil Presiden Gerald Ford pun diambil sumpahnya sebagai Presiden Amerika Serikat yang ke-38 menggantikan Richard Nixon yang baru saja mengundurkan diri sebagai Presiden Amerika Serikat.
Lantas, seperti yang disarankan oleh Alexander Haig, Ford pun ternyata memang benar memberi Presidential Pardoned kepada Richard Nixon. Pada tanggal 8 September 1974, Ford mengumumkan bahwa ia akan memberi Presidential Pardoned atau Pengampunan kepada Richard Nixon dan Nixon pun secara resmi bebas dari segala dakwaan terhadap dirinya mengenai keterlibatannya dalam menutup-nutupi Skandal Watergate.
Namun tersirat kabar pula jika sudah terjadi negosiasi terselubung antara Haig, Nixon dan Ford. Haig disebut-sebut telah mendesak Nixon untuk segera mengundurkan diri dari Kursi Kepresidenan dan sebagai imbal baliknya, Ford sudah pasti akan memberi Nixon Pardoned setelah naik sebagai Presiden Amerika Serikat yang tampak seperti "quid pro quo" dan atas imbal balik Ford karena telah diberi Kursi Kepresidenan. Tetapi hal tersebut dibantah keras baik oleh Haig dan Ford. Ford pun mengaku jika ia memberi Pardoned kepada Nixon memang atas inisiatifnya sendiri. Karena jika terbukti telah terjadi negosiasi tersebut, maka kemungkinan besar baik Haig atau bahkan Ford sendiri bisa didakwa "Obstruction of Justice" atau menghalangi keadilan, hal ini disebabkan karena setelah Nixon menerima Pardoned dari Ford, seakan-akan penyelidikan Skandal Watergate sudah "Case Closed" atau diakhiri. Satu hal yang pasti Nixon tidak akan pernah didakwa sama sekali jika ia terbukti melakukan upaya guna menutup-nutupi kebenaran akan Skandal Watergate ini, karena kuatnya Presidential Pardoned yang dapat membebasdakwakan siapa-pun dari segala tuntutan. Presidential Pardoned Ford kepada Nixon memang hingga saat ini masih menimbulkan tanda tanya besar dan masih menjadi misteri, apakah memang benar Ford berdasarkan inisiatifnya sendiri untuk memberi pardoned kepada Nixon atau memang benar telah terjadi "quid pro quo" atau imbal balik, di mana Nixon mundur dari kursi Kepresidenan dan Ford naik menjadi Presiden Amerika Serikat dan sebagai gantinya Ford wajib memberi Pardoned kepada Nixon.
Jenderal Alexander Haig sendiri memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai Kepala Staff White House guna kembali ke dinas Militer dan posisinya sebagai Kepala Staff White House digantikan oleh Donald Rumsfeld yang merupakan Protg atau anak didik Ford ketika keduanya masih menjadi Anggota Kongress. Haig ditunjuk oleh Presiden Ford untuk menjabat sebagai Supreme Allied Commander Europe atau Komandan Pasukan North Atlantic Treaty Organization (N.A.T.O.) pada Desember 1974. Haig pensiun dari dinas militer pada tahun 1979 dan pada tahun 1981 Haig ditunjuk oleh Presiden Ronald Reagan untuk menjabat sebagai Secretary of State atau Menteri Luar Negeri.
Sedangkan Gerald Ford sendiri menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat dari Agustus tahun 1974 hingga Januari 1977, menghabiskan sisa masa jabatan periode kedua Richard Nixon. Ford sempat maju dalam ajang Pemilihan Presiden tahun 1976, namun dirinya kalah oleh kandidat dari Partai Demokrat yaitu Gubernur Negara Bagian Georgia Jimmy Carter. Gerald Ford sendiri kelak akan dikenal sebagai satu-satunya Presiden Amerika Serikat yang tidak pernah terpilih baik sebagai Presiden maupun Wakil Presiden, karena notabene Ford hanya mengisi kekosongan posisi yang ditinggalkan oleh pendahulunya dan bukan terpilih sebagai Wakil Presiden atau Presiden pada ajang Pemilihan Umum. Ford walaupun memang berhasil mengantongi 240 suara electoral dan menang di 27 negara bagian pada Pemilu tahun 1976, sedangkan Jimmy Carter berhasil mengantongi 297 suara electoral dan menang di 24 Negara Bagian, namun banyak yang menduga kuat jika pemberian Presidential Pardoned Ford kepada Nixon-lah yang membuat pamornya menurun hingga kalah pada Pemilihan Presiden tahun 1976.
Sedangkan Richard Nixon, pasca mengundurkan diri dari kursi Kepresidenan Amerika Serikat sempat mundur dari sorotan publik. Setelah mengundurkan diri dari kursi Kepresidenan Amerika Serikat, Nixon memilih untuk menetap di La Casa Pacifica in San Clemente, California. Nixon bahkan sempat jatuh sakit pada bulan Oktober tahun 1974 atau sebulan setelah Ford memberinya Pardoned akibat terserang penyakit Phlebitis. Nixon baru muncul kembali di hadapan publik pada tahun 1977, di mana ia pada akhirnya setuju untuk diwawancara oleh wartawan Inggris David Frost. Wawancara David Frost dengan Richard Nixon pun terbilang berhasil dan menjadi program wawancara yang cukup populer, terutama karena Nixon yang pada akhirnya mau menceritakan kembali apa yang terjadi ketika selama masa jabatannya sebagai Presiden dan juga menceritakan biduk perkara dari Skandal Watergate.
Nixon sendiri pada akhrinya juga mulai aktif kembali di kegiatan publik, seperti ketika mendampingi Presiden Jimmy Carter ketika pemimpin China Deng Xiaoping berkunjung ke Amerika Serikat pada tahun 1979 dan ketika menghadiri pemakaman Presiden Mesir Anwar Sadat tahun 1981. Nixon juga kembali aktif dalam menulis dan menerbitkan beberapa buku serta tampil dalam wawancara di televisi.
Pada tanggal 22 April Tahun 1994, Richard Milhous Nixon menghembuskan nafas yang terakhirnya setelah sakit yang cukup lama pasca terserang penyakit stroke. Pemakamannya dihadiri oleh Presiden Bill Clinton dan hampir seluruh mantan Presiden Amerika Serikat termasuk Gerald Ford juga datang menghadiri pemakaman Nixon.
Skandal Watergate yang sudah menghancurkan Kepresidenan Richard Nixon, sehingga membuat Nixon yang pada akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri memang tidak pernah bisa lepas dari sosok Richard Nixon. Skandal Watergate ini juga memang dapat dikatakan sebagai Skandal terbesar dalam sejarah Amerika Serikat dan dapat dikatakan sebagai satu-satunya Skandal Politik dalam sejarah Amerika Serikat yang membuat Presiden Incumbent harus rela meletakan jabatannya dan mengundurkan diri.
Bahkan kata "Gate" yang diambil dari nama "Watergate" atau lokasi Kantor Komite Nasional Partai Demokrat yang dibobol oleh orang-orang suruhan pejabat Gedung Putih di bawah pemerintahan Presiden Richard Nixon, sendiri pada akhirnya menjadi terkenal hingga menjadi "suffix" atau kata akhiran untuk menyebutkan atau menamai sebuah skandal, terutama skandal politik. Beberapa skandal politik yang juga mendapat julukan "Gate" di antara lain adalah "MonicaGate" yang menyebutkan skandal politik hubungan Presiden Clinton dengan selingkuhannya Monica Lewinsky, skandal ini juga dikenal sebagai The Lewinsky affair, dan juga "IranGate" yang menyebutkan skandal politik di mana beberapa pejabat Gedung Putih di bawah Pemerintahan Presiden Ronald Reagan diketahui melakukan transaksi penjualan senjata illegal kepada Iran yang ketika itu sedang di embargo oleh Amerika Serikat dan menggunakan dananya untuk mendanai gerakan Kontra di Nicaragua guna menggulingkan pemerintahan Komunis Daniel Ortega, skandal ini juga dikenal sebagai Iran-Contra Affair.
Sumber:Â
Haig, Alexander (September 1, 1992). Inner Circles: How America Changed the World : A Memoir. Grand Central Publishing. ISBN: 978-0446515719
Colodny, Len (January 1, 1992). Silent Coup: The Removal of a President. St Martins Publisher. ISBN: 978-0312927639
Woodward, Bob (May 3, 1976). The Final Days. Simon & Schuster Publisher. ISBN: 978-0671222987
Ford, Gerald (August 1, 1979). A Time to Heal: The Autobiography of Gerald R. Ford. Harper & Row Publisher. ISBN: 978-0060112974
https://www.history.com/topics/1970s/watergate
https://www.washingtonpost.com/wp-srv/politics/special/watergate/timeline.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H