Founding father kita Pak Soekarno,pernah bilang jangan melupakan jas merah. Artinya jangan melupakan sejarah, mari kita lihat sejarah kekisruhan PSSI agar bisa melihat gambaran lebih jernih siapa biang kerok kekisruhan PSSI saat ini.
Saya aneh ini bakrie apa maunya. Mulai dari zaman nurdin halid yg dibekingi oleh bakrie dimana sepakbola indonesia tidak pernah berprestasi, kompetisi diwarnai pengaturan skor sampai pengolahan dana APBD yg sangat kental nuansa korupsi bakrie CS melalui media yg mereka miliki yaitu vivanews group TV One dan ANTV selalu saja merusak sepakbola indonesia.
Masih segar ingatan saya ketika PERSEBAYA dikorbankan untuk menyelamatkan PELITA, dan PERSISAM dikorbankan agar PELITA menang
Saat inipun saat mereka sudah berhasil didepak dari PSSI masih saja merongrong sepakbola indonesia. Mulai dari menutupi laporan keuangan PT LI yg mewariskan hutang 50M ke pengurus PSSI saat ini (pasti banyak korupsi didalemnya), sampai menghasut klub sepakbola untuk memberontak dan ikut ISL yg dibuat oleh PT LI illegal karena sebenernya sudah ditegaskan oleh menkumham bahwa PT LI masih dimiliki oleh PSSI.
Lihat saja korban LAPINDO sampai saat ini masih menderita dan lihat saja berita ttng penderitaan korban LAPINDO tidak akan ada di Vivanews group TV One dan ANTV. Bahkan saya ingat ketika peringatan peristiwa LAPINDO TV One memberitakan kesuksesan bakrie dalam menuntaskan LAPINDO sedangkan TV Lain seperti RCTI, metro TV, dll memberitakan penderitaan korban LAPINDO yg tak kunjung selesai.
Anda lihat berita dan highlight pertandingan ISL tetap muncul di RCTI, MNC TV dan Global TV, sedangkan Group Bakrie amat sangat terlihat dendam kesumatnya. Sama sekali tak ada highlight dan berita IPL di TV One, ANTV dan Vivanews.
Dari 2 berita itu terlihat bahwa anggota DPR yg dulu MEMBELA NURDIN, bukan cuma wakil ketua tapi juga anggota2 yg lain adalah orang yg SAMA dg sekarang yg MEMBELA PT LI dan KPSI
Dan ternyata Klub2 pelopor pemberontakan ke ISL adalah terdiri dari pengurus2 GOLKAR (partainya BAKRIE)
Sekedar menyegarkan ingatan kita agar tidak melupakan sejarah. Betapa hancurnya sepakbola indonesia ini di era Nurdin Halid, dan sekarang pun Bakrie masih terus berupaya menghancurkan sepak bola indonesia
Jaman dulu yg menghancurkan sepak bola indonesia adalah Nurdin dg beking BAKRIE, sekarang KPSI bikin rusuh terus dengan beking lagi2 BAKRIE.
Jaman Dulu nurdin melarang pemain IPL membela timnas, sekarang KPSI melarang pemain ISL membela timnas,dua2nya dibekingi BAKRIE.
Kelompok itu mengagung-agungkan kongres Bali.ADA APA DENGAN KONGRES BALI?Sebagai pecinta sepakbola nasional, seharusnya kita sadar bahwa kongres Bali hanyalah jebakan dan bom waktu yang sengaja ditanamkan oleh para politisi sepakbola untuk melanggengkan cengkraman kekuasaannya.
Sadar bahwa mereka telah berkuasa lebih dari 8 tahun tanpa prestasi, maka mereka telah menyiapkan sekoci dan berbagai skenario penyelamatan untuk merebut kembali PSSI jika Revolusi PSSI berhasil menggulingkan mereka.
Pikiran nakal sebagian pecinta bola mengatakan bahwa posisi Djoko Driyono di Komite Normalisasi memegang peranan sangat penting untuk “menyelundupkan” orang-orang kepercayaan para politisi tersebut.
Para “penyelundup” tersebut diduga ditugaskan untuk “membajak” gerbong revolusi PSSI untuk selanjutnya bisa mereka kuasai kembali. Dan kini kita bisa melihat bersama, mereka telah berhasil membajak Revolusi PSSI, dengan strategi canggih yang mungkin telah mereka rancang dalam Kongres Bali.
Dan PSSI pun berkutat dengan masalah dualisme kompetisi yang diduga disebabkan oleh “pembangkangan” para “penyelundup”. Jadi masihkah kita akan membicarakan hasil kongres Bali? Dua pertanyaan besar yang hingga kini tidak mampu dijawab oleh Djoko Driyono adalah mengapa dia mengabaikan amanat FIFA untuk melakukan rekonsiliasi kompetis ISL dan IPL? Dan mengapa dia mengabaikan aturan AFC yang mengharuskan hanya klub-klub professsional murni (bebas APBD dan harus berbadan hukum) yang boleh berkompetisi di level-1 di masing-masing federasi.Bisakah Djoko Driyono menjawabnya.
Fakta tersebut menunjukkan sulit rasanya untuk mengatakan bahwa “mereka” bebas dari kepentingan politik dan politisasi. Fakta-fakta di atas menunjukkan cengkraman politik yang begitu kuat pada PSSI.
Ditambah lagi peran media “corong” milik politisi partai tertentu yang selalu mengagung-agungkan kompetisi ISL sebagai satu-satunya kompetisi bergengsi dan sarat prestasi dan mendiskreditkan kompetisi resmi di bawah PSSI. Penggiringan opini melalui media “corong” milik politisi partai tertentu tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Sungguh politisasi yang menghalalkan segala cara.
Kini pengurus PSSI di bawah kendali Prof. Djohar Arifin harus bersikap tegas dan katakan tidak pada politisasi sepakbola.
Pekerjaan yang sangat sulit memang, tapi saya yakin Prof Djohar Arifin bisa melakukannya dengan tetap fokus, kerja keras dan selalu menjalin komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak demi kemajuan sepakbola naional, demi prestasi Timnas di pentas ASEAN, ASIA bahkan DUNIA.
Teruslah kumandangkan bahwa PSSI sekarang sedang bekerja mulai dari NOL. Terus katakan bahwa PSSI sekarang sedang melakukan rekonsiliasi sesuai amanat FIFA. Terus sampaikan kepada para suporter dan pecinta sepakbola nasional bahwa PSSI sekarang sedang merevolusi diri dan membongkar tembok penghambat prestasi yang ditanam oleh rezim masa lalu.
Semoga PSSI sekarang konsisten membersihkan dirinya dari para politisi dan para oportunis dalam tubuh PSSI. Dengan demikian, para pengurus segera bisa fokus bekerja untuk mewujudkan mimpi masyarakat Inddonesia, melihat sepakbola Indonesia yang maju, sepakbola Indonesia yang berprestasi.
Bagi para suporter dan pecinta sepakbola nasional, mari kita beri kesempatan PSSI era Djohar Arifin untuk bekerja dan tentu saja kita harus tetap kritis agar gerbong PSSI tidak melenceng dari relnya.Semoga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H