Lima puluh orang tewas dan ratusan orang lainnya di rawat di rumah sakit, tulis Headline New york Post, sebuah surat kabar di New York City. Sudah tiga hari, jenis dan species virus masih belum juga bisa bisa teridentifikasi. Sementara korban terus berjatuhan. Orang yang terinfeksi terus bertambah.
General Hospital New York tampak sangat sibuk yang luar biasa.
Petugas para medis and dokter lengkap dengan alat pelindung diri mereka, sangat sibuk hilir mudik masuk satu ruangan dan keluar ruangan lainnya tanpa memperdulikan pakaian mereka yang sudah lusuh dan mata mata mereka yang sudah layu. Mereka tetap memeriksa keadaan pasien seteliti dan secekatan mungkin. Dari wajah mereka terlihat mereka sedang menghadapi fenomena yang sangat mengerikan. Belum pernah mereka mengalami fenomena yang seperti ini. Wajah mereka merah padam.
Para dokter itu hanya bisa saling berpandangan satu sama lain. Bingung. Tak tahu apa yang harus mereka kerjakan. mereka benar-benar kelihatan putus asa. Belum pernah mereka mencatat waktu kematian begitu banyak dalam waktu yang sangat singkat.
Mereka hanya dapat menginjeksi para pasien agar dapat mengurangi rasa sakitnya, seraya berkata pada mereka, "Tak apa-apa, kalian akan baik-baik saja... tenang..." dan selebihnya mereka hanya bisa menunggu.
Sementara itu rintihan kesakitan begitu jelas terdengar, begitu juga tangis pihak keluarga yang ditinggalkan. Dari pergeras suara pangilan kepada para dokter diulang berkali-kali, membuat suasana  gaduh semakin tak terkendali. Dan diluar mobil ambulance datang silih berganti membuat kekacauan seakan tak akan berhenti. Kebisingannya begitu memekakkan telinga.
Di lorong-lorong banyak korban bergeletakan di lantai. Semua kamar dan tepat tidur, bahkan kursi sudah penuh sedangkan korban tetap berdatangan. Sesekali para korban berusaha meraih tangan dokter atau perawat yang melalui mereka agar segera di periksa, tapi begitu banyaknya pasien membuat mereka seolah terlupakan.
Bantuan medis dan tenaga sudah berdatangan dari berbagai negara bagian lain, tapi tak banyak yang bisa di lakukan. Korban tetap berjatuhan. Sedangkan perlengkapan kedokteran seperti ventilator masih saja kekurangan.
Para Rabi berpakain hitam-hitam dan juga para pendeta hadir untuk memimpin doa bagi para korban atau menemani mereka menjelang kematin.
Sementara itu di sudut ruangan tampak seorang dokter sedang dikerumuni para wartawan. Sepertinya ia  adalah kepala rumah sakit ini.
Tampak sekali sang dokter tak ingin memberikan pernyataan apa-apa, tapi kerumunan wartawan dari media cetak dan elektronik yang mengitarinya membuat ia tak bisa beranjak. Ia akhirnya bicara, setelah tiga hari membungkam diri.