Saya cenderung menganggap mereka adalah pihak yang anti kemapanan. Anti realitas. Anti keadaan sekitar yang dipandang makin bobrok. Anti aturan yang dibuar bersama. Mereka ingin menciptakan dunia baru, dunia yang berbeda dari apa yang mereka lihat dan mereka rasakan. Dunia yang tidak sama persis dengan kita. Sebuah dunia atau peradaban yang sangat ideal di kepala mereka adalah ketika dunia itu mereka sendiri yang menentukan coraknya. Dunia fiktif. Dunia yang memberontak dan mengingkari fakta.
Membuat dunia baru memang tidak sulit. Cukup bermodalkan sedikit kecerdasan, sejumput kekayaan, ketampanan, ketokohan yang lumayan mengakar dan kemampuan berdiplomasi yang baik, mereka akhirnya sukses mengelabui pihak lain yang juga sama-sama berjiwa pemberontak, dalam artian  memberontak terhadap kenyataan. Bukankah fiktif adalah lawan dari fakta yang sebenarnya?
Dari sejak iblis menjerumuskan Adam AS, fiktif dan fakta sudah ditakdirkan berdampingan. Jadi jangan pernah berharap semua hal berbau  fiktif akan berahir dalam sekejap. Usianya sama tua dengan perjalanan  iblis yang diakui faktanya ada oleh semua agama. Selama iblis selaku pelopor cerita fiktif belum juga mengibarkan bendera putih, pertempuran antara fiktif dan fakta akan terus berlangsung. Tinggal seseorang akan memposisikan diri di sebelah mana. Silahkan saja. Asal jangan di sebelah istri saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H