Mohon tunggu...
Erwin Hutapea
Erwin Hutapea Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Plus dan Minus Commuter Line, Bercermin pada "Subway" di Beijing

30 September 2017   14:35 Diperbarui: 30 September 2017   19:20 2728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KRL Commuter Line, Sekarang dan di Masa Mendatang

Keempat, yaitu antrean KRL yang cukup lama untuk masuk ke stasiun tertentu, bisa lebih dari 15 menit. Contohnya KRL jurusan Bogor-Jatinegara dan Bogor-Jakarta Kota dan jurusan sebaliknya saat masuk ke Stasiun Manggarai pada pagi dan sore hari. Menurut saya, inilah stasiun KRL yang paling sibuk di Jakarta. Stasiun Manggarai ini ibarat persimpangan strategis karena kereta dari Tanah Abang, Jakarta Kota, Bekasi, dan Bogor berhenti di sini sebagai stasiun transit. Belum lagi kalau ada kereta antar-provinsi yang mau lewat, misalnya KA Argo Bromo Anggrek, KA Argo Lawu, dan KA Taksaka, antrean pun makin panjang dan waktu menunggu makin lama.

Kelima, masalah fasilitas di stasiun, misalnya area parkir sepeda motor dan mobil. Bagi saya yang sering menitipkan sepeda motor di stasiun, tarif parkir yang berlaku saat ini terlalu mahal. Untuk parkir lebih dari 5 jam atau seharian, tarifnya Rp 8.000. Jumlahnya 2 kali lebih mahal dari harga tiket KRL yang rata-rata cuma Rp 3.000 - Rp 4.000 untuk sekali perjalanan. Padahal, area parkirnya juga hanya berupa lahan kosong tanpa atap di dalam area stasiun. Jadi kalau cuaca panas, motor akan kepanasan; begitu juga kalau hujan, motor pun akan kehujanan.

Kembali soal biaya tadi, mari kita buat ilustrasi biaya bulanan seorang pengguna jasa KRL. Misalnya orang yang kerja pada Senin sampai Jumat dan setiap hari memarkirkan motornya di stasiun, dan rata-rata sebulan ada 4 minggu. Jadi 5 hari x 4 = 20 hari. Lalu, tarif parkir Rp 8.000 x 20 hari = Rp 160.000. Itulah biaya yang harus dikeluarkan hanya untuk parkir motor.

Belum lagi tiketnya, misalnya Rp 3.000 x 2 (pergi-pulang) = Rp 6.000 untuk sehari. Lalu Rp 6.000 x 20 hari = Rp 120.000. Jadi Rp 160.000 + Rp 120.000 = Rp 280.000, inilah biaya total bulanan seorang pengguna jasa KRL plus parkir motor. Tidak semua orang sanggup mengeluarkan biaya sebesar itu untuk seterusnya, tergantung kemampuan dan penghasilan masing-masing.

Sebab, begitu banyak orang yang menggunakan alat transportasi ini. Menurut data dari berbagai sumber, setiap hari ada 500.000 hingga 1 juta penumpang KRL Commuter Line. Tentunya mereka ingin mendapatkan pelayanan dengan biaya yang terjangkau.

Saya yakin orang lain ingin mendapatkan pelayangan seperti yang saya inginkan. Maka dari itu, saya berharap pada PT KAI dalam usianya yang ke-72 tahun ini bisa memberikan pelayanan yang lebih baik lagi, termasuk untuk penumpang KRL Commuter Line Jabodetabek.

Saya ingin agar kereta datang sesuai jadwal, baik yang tertera di aplikasi ponsel maupun yang diumumkan di stasiun, supaya rencana perjalanan penumpangnya juga tidak terganggu. Saya juga ingin agar rangkaian keretanya diperbanyak sehingga orang tidak perlu terburu-buru mengejar kereta dan memaksa masuk walaupun sudah penuh penumpang.

Penambahan rangkaian kereta juga membuat penumpang jadi lebih tersebar sehingga kepadatannya berkurang. Bukankah kenyamanan dan keselamatan penumpang merupakan salah satu pilar utama PT KAI?

Selain itu, PT KAI diharapkan bisa mengantisipasi gangguan teknis seperti yang saya sebutkan di atas. Dengan pengalaman PT KAI yang sudah puluhan tahun, seharusnya perjalanan KRL bisa dilaksanakan sesuai estimasi waktu yang direncanakan.

Kemudian, mengenai antrean masuknya kereta di stasiun transit, sebaiknya PT KAI memikirkan supaya jadwal perjalanan setiap KRL dan kereta antar-provinsi bisa berjalan lancar tanpa terganggu antrean itu. PT KAI bisa belajar dari negara tetangga dengan sistem transportasi terintegrasi yang bagus, misalnya Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Berikutnya yaitu masalah fasilitas dan biaya parkir di stasiun. Kalau biaya parkirnya masih seperti itu terus, orang akan beralih kembali menggunakan kendaraan pribadi. Bukankah tujuan pemerintah dan PT KAI menyediakan KRL supaya masyarakat mau memakainya sehingga mengurangi kemacetan lalu lintas? Namun, kenapa biaya tiket dan parkirnya masih begitu juga?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun