Integrasi Agama dan Ilmu
Integrasi merupakan penyatuan untuk menjadi satu kesatuan yang utuh atau dapat diartikan dengan proses memadukan nilai-nilai tertentu terhadap sebuah konsep lain yang berbeda agar menjadi kesatuan dan tidak dapat dipisahkan. Bahwasanya ketika membahas tentang integrasi berarti berupaya untuk memadukan antara ilmu pengetahuan dengan Islam untuk menciptakan format baru hubungan sains (ilmu pengetahuan) dan agama dalam upaya membangun kembali sains Islam yang selama ini dipandang tidak ada. Agama dan sains berbeda dalam metodologi ketika keduanya mencoba untuk menjelaskan kebenaran. Metode agama umumnya bersifat subyektif tergantung pada intuisi atau pengalaman pribadi dan otoritas nabi atau kitab suci Al-Qur'an. Sedangkan sains bersifat obyektif, lebih mengandalkan observasi dan interpretasi terhadap fenomena yang teramati dan dapat diverifikasi.
Islam adalah agama yang memerintahkan umatnya untuk menjadikan ajaran agama Islam dengan sumber utamanya sebagai rahmatan lil'alamin. Bagi komunitas Muslim, Islam adalah sebuah sistem agama, peradaban secara menyeluruh dan kebudayaan, ia merupakan sistem holistik yang menyentuh pada setiap aspek kehidupan manusia. Etika dan nilai-nilainya menyerap setiap aktivitas manusia, termasuk didalamnya ilmu pengetahuan.
Istilah islamisasi untuk pertama kali sangat popular ketika konferensi Dunia yang pertama kali tentang Pendidikan Islam yang dilangsungkan di Makkah pada April 1977. Islamisasi adalah konsep pembebasan manusia dari tradisi-tradisi yang berwujud magnis sekuler, yang membelenggu anggapan dan perilakunya.
Pengintegrasian pengetahuan tersebut dilakukan dengan cara memasukkan pengetahuan baru dengan warisan Islam dengan melakukan eliminasi, perubahan, reintrepetasi, dan penyesuaian terhadap komponen-komponennya sebagai pandangan Dunia Islam, serta menentukan nilai-nilainya.
Dengan demikian, usaha integrasi ini, bagi umat Islam tidak perlu berbuat dari kerangka pengetahuan modern, dan mampu memanfaatkan khazanah Islam klasik dengan tidak harus mempertahankannya secara mutlak karena terdapat beberapa kecenderungan yang kurang relevan dengan perkembangan modern. Usaha ini dilangsungkan guna merumuskan kajian yang termasuk alamsemesta, bersama aplikasi teknologinya yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.
Dalam perspektif Al-Qur'an, ilmu pengetahuan itu mendukung keimanan kita kepada Allah swt. Dengan bukti-bukti berikut ini :
Ayat Al-Qur'an yang menjelaskan mengenai alam semesta dan fenomenanya, terlihat jelas bahwa pembicarannya selalu dikaitkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah swt. Misalnya dalam Al-Qur'an surah Al-Anbiya' (21):30, yang artinya : "Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah satu yang padu, kemudian Allah memisahkan keduanya, dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman?" Ini berarti bahwa ilmu pengetahuan harus selalu mengingatkan manusia akan kehadiran dan kemahakuasaan Allah swt., selain itu memberikan manfaat secara luas, sesuai dengan prinsip bismi rabbik.
Al-Qur'an sejak awal memperkenalkan istilah sakhkhara yang makna ini bermuara terhadap kemampuan meraih secara mudah dengan kemampuan teknik ataupun keahlian. Sakhkhara berarti menundukkan atau merendahkan dan memiliki tujuan agar alam raya dengan segala manfaat yang dapat diraih darinya harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada dibawah manusia. Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa penundukan Allah terhadap alam raya bersama potensi yang dimiliki manusia bila digunakan secara maksimal, akan menghasilkan teknologi.
Dari kedua bukti tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi serta hasil-hasilnya disamping harus mengingatkan manusia kepada Allah swt., juga perlu mengingatkan bahwa manusia merupakan khalifah yang mengatur alam raya ini.