Selain gemeteran, keringat dingin juga menjalari tangan saya. Penting sekali untuk selalu mengaitkan cincin ini ke tangga besi atau ke kawat baja disebelah jalur pendakian karena hanya itulah yang bisa menyelamatkan kita jika terjatuh.
Perlahan tapi pasti saya melangkah menaiki tangga-tangga besi yang berjajar ke atas dan akhirnya sudah tinggi juga saya naik. Selain tangan, kaki juga nggak kalah gemeternya.Â
Apalagi sewaktu sedang terkatung-katung di tangga besi karena menunggu giliran naik, rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Badan menempel di tebing dan nyawa bertumpu pada besi, carabiner dan lanyard, sementara panas menerpa dan angin bertiup disekeliling.
Sebenarnya saya tidak terlalu takut dengan ketinggian tapi kalau mesti memanjat tebing seperti itu keluar juga deh keluhan ketakutan yang berisik dan ternyata bikin stres temen saya Deedee yang susah payah menahan keluhan ketakutannya. Kalau saya sih udah nggak bisa ditahan jadinya ya gitu deh mucul jeritan-jeritan manja minta dijitak. Hahaha..lebay deh..
Dok Pribadi
Di ketinggian 100 meter dari atas tanah, ada spot yang bagus untuk berfoto. Kang Ajo sudah siap dengan kameranya dan apabila peserta membawa HP bisa minta tolong difoto oleh kang Ajo dengan gaya lepas tangan. Jadi hanya bertumpu pada harness dan carabiner. Aduh saya masih nggak berani nii, jadi masih pose dengan pegangan tangga besi.
Di sini saya juga sudah mulai santai dan jreng jreng begitu melihat ke belakang, pemandangan waduk jatiluhur dengan gunung-gunung yang membiru menyambut saya. Luar biasa. Langsung lupa kalau saya saat itu dalam posisi tergantung di tangga besi, menempel di dinding batu yang tegak nyaris 90 derajat.
Karena saya memanjat sambil memakai ransel saya akhirnya memberanikan diri mengambil HP dan selfi di ketinggian. Dengan muka pucat saya berhasil selfi dengan selamat dan setelah puas foto-foto saya melanjutkan pendakian yang masih tersisa sebelum sampai ke sebuah celah yang bisa untuk istirahat.
Tetapi sebelum sampai ke celah tersebut ternyata letak besi-besi yang menjadi tumpuan kaki menjadi semakin susah. Ada yang letaknya miring, ke samping dan ada yang curam sekali. Aduh, tambah stress dan deg-degan deh. Untunglah akhirnya kami semua sampai juga di shelter tersebut.Â