Ilustrasi : nadyasilmy.wordpress.com
Cerita sebelumnya di sini.
"Dari jauh lubuk hatiku, jiwaku resah mencari tahu
Apa yang sedang kurasakan kini
Terguncang aku mengingat engkau
Seandainya aku masih bisa memilih
Akan kupilih engkau sebagai kekasih sejatiku
Betapa semua harapan hanya untukmu
Akan kupahat namamu dalam pusara hatiku
Kaulah rahasia terbesar hidupku, yang takkan mungkin aku ungkapkan
Kusimpan erat perasaanku meski ajal menanti"
Itulah lirik lagunya Padi - Seandainya Bisa Memilih, yang pernah dikirimkan Rama ke BBM-nya Santi saat awal-awal mereka dekat kembali. Itulah gambaran perasaan Rama terhadap Santi. Pernyataan pergolakan batin Rama yang harus ia hadapi karena pertemuan yang terlambat. Santi nggak bisa menahan buncah perasannya tiap kali dengar lagu itu. Air matanya pasti akan meleleh turun, membayangkan penderitaan Rama juga.
Jadi bagaimana bisa Santi meninggalkan Rama, jika ia tahu bahwa Rama pun membutuhkan dirinya?
Bagaimana aku mau berusaha melupakanmu, Rama, jika aku tahu bahwa itu adalah hal yang paling menyakitkan buatmu? Dan, bagaimana aku bisa merelakan kamu di pelukan wanita lain jika aku tahu bahwa cuma aku yang bisa membahagiakan kamu?
"Yank apakah kamu bakal bahagia bersama dia?" tanya Santi saat terakhir mereka bertemu di rumah Rama. Ia ingin memastikan bahwa Rama akan baik-baik saja tanpa dirinya. Sebab, sesungguhnya, ia merasa nggak sanggup menjalani cinta tanpa memiliki. Seandainya saja ia punya alasan untuk melupakan Rama.
Tetapi, waktu itu Rama menggeleng meski berat, lalu menjawab, "Enggak. Aku nggak akan bahagia menikah sama dia...."
"Terus kenapa kamu melanjutkannya?"
"Aku sudah terlanjur, Yank. Sudah ada pembicaraan antar keluarga."
"Kalau gitu, culik aku sekarang. Bawa aku pergi," rajuk Santi setengah bercanda.
"Nggak bisa Yank....nanti apa kata dunia??"
"Maksud kamu?"
"Hehehe...maksud aku, nanti apa kata keluarga dia? Keluargaku juga pasti malu."
"Ya udah kalau gitu...Tolong lepasin aku," pinta Santi sungguh-sungguh.
"Yank apapun yang kamu minta, aku pasti berusaha buat memenuhinya. Tapi kamu sendiri tahu kan kemampuanku sampai di mana. Aku nggak bisa ngelupain kamu, aku inget kamu terus," tolak Rama untuk yang kesekian kali.
"Jadi aku harus gimana? Aku nggak sanggup menanggung rasa sakit ini terus, tapi aku juga nggak bisa menghindari kamu.."
Rama menggenggam tangan Santi lalu mendesah "Maaf..."
Rasanya jantung Santi seperti dihunjam pisau untuk kesekian kalinya mendengar bahwa Rama lebih memilih mempertahankan tunangannya daripada berjuang untuk mendapatkan dirinya. Tetapi gimana bisa ia membenci mantan kekasihnya itu kalau itu justru menunjukkan bahwa Rama itu laki-laki bertanggung jawab yang nggak mau mengingkari janjinya pada seorang wanita. Itu justru membuat Santi semakin kagum sama Rama dan semakin menginginkannya. Dan, satu-satunya kelemahan Rama yang ia lihat itu justru merupakan bukti bahwa Rama memang menyayanginya.
Sementara itu, Santi pun tahu betapa sebenarnya Rama juga menginginkan untuk bisa bersamanya, tapi demi rasa harga diri dan nama baiknya, Rama memilih untuk mengorbankan perasannya. Bahkan mengorbankan hidupnya. Santi sungguh nggak bisa membayangkan, jiwa seperti apa yang membuat Rama sanggup melakukannya. Apa dia pikir ia bakal tahan menanggung beban itu? Harus bersandiwara di depan istrinya nanti dan keluarga besar mereka untuk seumur hidup? Ia pikir ia bakal sukses jadi aktor dalam dunia nyata untuk selamanya? Ia pikir ia itu manusia super?
BERSAMBUNG......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H