1) Berpihak pada peserta didik. Sebagai pendidik harus mengutamakan peserta didik dalam proses belajarnya. Seorang pendidik harus didasari oleh semangat untuk memberdayakan dirinya serta memanfaatkan aset/kekuatan yang ada untuk menyediakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang positif serta berkualitas bagi peserta didiknya. Segala hal yang pendidik lakukan, harus bergeser dari pemuasan kepentingan diri sendiri, maupun pihak lain, menuju kepentingan pembelajaran peserta didik. Pendidik Penggerak yang memiliki nilai ini, akan selalu berpikir mengenai pertanyaan utama yang mendahulukan peserta didiknya , seperti: "apa yang murid butuhkan?", "apa yang bisa saya lakukan agar suasana belajar dan proses pembelajaran ini lebih baik?", "bagaimana saya dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi anak untuk mewujudkan dunia yang mereka idamkan?", dan lain-lain
2) Mandiri. Nilai Mandiri ini, secara sederhana menggambarkan semangat pendidik untuk terus belajar sepanjang hayat. Ini juga berarti seorang pendidik harus senantiasa memampukan dirinya sendiri dalam melakukan aksi serta berkenan mengambil tanggung jawab dan turun tangan untuk memulai perubahan. Pendidik yang mandiri termotivasi untuk mengembangkan dirinya tanpa harus menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah, dinas, atau pihak lain. Seyogyanya, dalam membawakan perubahan yang positif, pendidik perlu memahami psikis-fisik-etis-estetis manusia dan pedagogis (pendidikan anak). Hal itu selaras dengan Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa seorang guru harus menguasai lima ilmu yaitu: ilmu hidup batin (psikologis), ilmu hidup jasmani (fisiologis), ilmu kesopanan (etika), ilmu keindahan (estetika), dan ilmu pendidikan (pedagogis). Dengan demikian, Pendidik harus secara sengaja merencanakan dan melakukan perbaikan diri sehingga makin menguasai dan makin ahli dalam apapun yang dianggap perlu untuk membawakan perubahan yang berpihak pada peserta didik. Pendidik yang mandiri memiliki daya lenting dan terpacu untuk memperhatikan kualitas kinerja dan hasil kerja mereka. Mereka beranjak dari "kekaburan dan ketidaktepatan" menuju "keelokan dan ketepatan" kualitas kinerja dan hasil kerja mereka.
3) Reflektif. Nilai Reflektif layaknya adalah model mental yang diharapkan menubuh pada Pendidik dimana mereka senantiasa memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi pada diri sendiri maupun pihak lain secara positif-apresiatif-produktif. Proses mewujudkan Profil Pelajar Pancasila pada diri sendiri sebagai Pendidik dan menuntun perwujudannya pada peserta didik merupakan perjalanan yang penuh dengan variasi pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman ini boleh jadi akan menimbulkan kesan positif maupun negatif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, pendidik memanfaatkan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai pembelajaran untuk menuntun dirinya, peserta didik, dan sesama dalam menangkap pembelajaran positif, sehingga mampu menjalankan perannya dari waktu ke waktu.
4) Kolaboratif. Nilai Kolaboratif berarti seorang pendidik mampu senantiasa membangun daya sanding. Mereka memperhatikan pentingnya kesalingtergantungan yang positif terhadap seluruh pihak pemangku kepentingan yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, seorang Pendidik  akan bertemu banyak sekali pihak yang mampu mendukung pencapaian Profil Pelajar Pancasila. Pendidik diharapkan mampu mengomunikasikan kepada semua pihak mengenai pentingnya keberpihakan pada peserta didik.
5) Inovatif. Dalam hal ini seorang pendidik harus  mampu senantiasa memunculkan gagasan segar dan tepat guna. Nilai inovatif ini juga mengisyaratkan penguatan semangat gotong-royong dan pemberdayaan aset/kekuatan yang ada di sekolah untuk mewujudkan visi bersama. Pendidik yang mempunyai nilai inovatif juga pantang menyerah (daya lenting) serta jeli melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya untuk mendukung dan meningkatkan kualitas pembelajaran peserta didiknya. Tentu hal ini tidak hanya dalam peningkatan kualitas pembelajaran namun hal ini juga dapat mendukung dalam menerapkan budaya positif di kelasnya.
Demikian Keterkaitan Konsep Budaya Positif dengan Modul 1.1., Modul 1.2 dan Modul 1.3 yang dapat saya paparkan dalam kesempatan ini. Semoga dari apa yang saya paparkan ini dapat memperjelas keterkaitannya. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H