Sepanjang sisi jalan beraspal cuaca panas sangat terasa oleh terik mentari. Beberapa pedagang gerobak tampak menepi menghindarinya di bawah atap pertokoan yang berderet itu.
Namun Sam tetap gigih menyusuri jalan sembari kedua matanya jalang melawan cahaya di langit sana. Sementara ia tidak mengenakan baju dan hanya menutupi tubuhnya dengan kain sarung butut yang sudah compang camping.
Sekali-kali ia tertawa senang sebab matahari sudah ia lawan. Rasanya kemenangan ada di pihaknya. Namun mendadak, tiga orang menyergapnya. Mereka tampak berseragam. Sam menghadapinya dengan tenang. Matanya teduh tidak segarang ketika melawan jilatan mentari.
"Ini nemu satu lagi. Kita bawa saja!" cetus satu orang yang selanjutnya mereka menggiring Sam ke mobil angkutan pick up dengan kap yang berkursi panjang. Di tiap sisinya ada tulisan MOBIL GANGGUAN JIWA.
Sam tertawa ketika mobilnya mulai meluncur meninggalkan tempat tersebut. Kedua tangannya melambai pada orang-orang di sepanjang jalan. Pikirnya ia sedang diajak tamasya oleh orang-orang baik ini. Â
Tidak berapa lama berkendara, orang-orang baik ini kemudian menurunkannya di sebuah gedung yang pagarnya menjulang. Sam digiring masuk, lalu menelusuri ruang demi ruang namun samar-samar terdengar oleh Sam, "semua ruang di sini sudah penuh. Coba di tempat yang lain. "
Ketiga petugas itu lalu keluar dan menggiring Sam lagi, dan menempatkan kembali dirinya di mobil, sekaligus membawanya ke tujuan selanjutnya, dan Sam melambaikan pula kedua tangannya pada petugas yang berdiri di muka gedung itu.
"Dadah, dadah.. ,"sebutnya senang.
Tetapi naas, tiba di tempat yang disarankan juga penuh terisi ruang khusus untuk orang seperti Sam ini.
Seiring waktu setidaknya sudah lima kali didatangi bangunan sejenis di kota ini begitu juga kondisinya. Terisi penuh oleh orang yang mengidap gangguan jiwa.
Sementara itu waktu sudah mendekati sore. Nyaris empat jam, Sam keliling kota bersama para petugas yang dalam pikiran Sam disebut orang-orang baik ini. Â Entah alasan apa, orang-orang baik ini justru mengembalikan Sam ke tempat semula di mana ia disergap.
"Bagaimana kalo orang gila ini kita lepas lagi di sini, setuju? " Semua petugas itu akur akhirnya ketimbang repot mengurusnya. Sam pun dilepas di sisi jalan, dan petugas melaju di jalan itu tanpa menoleh lagi pada Sam. Sam lagi-lagi melambaikan kedua tangan pada mereka tanda perpisahan.
Dengan girangnya, ia meloncat, menari, sesekali kain sarungnya dibuka tutup sehingga mata orang-orang yang melihatnya kelilipan.
Sampai di pos ronda Sam berhenti. Di situ ada pedagang asongan air mineral. Ia mendekat dan  memberi isyarat oleh jemarinya mengarah ke tenggorokan bahwa ia haus. Ia juga isyaratkan tidak punya uang.
Pedagang itu semula kuatir bakal diacak-acak namun mau mengerti juga akhirnya, dan ia memberikan sebotol air  mineral secara gratis. Sam senang menerimanya. Pedagang tidak kuatir lagi dan  ia mendengarkan cerita Sam bagaimana dirinya sampai kehausan.Â
Sampai ia bilang pada pedagang itu, dirinya disergap lalu dibawa keliling kota, dan diturunkan kembali di tempat semula ia disergap.
Semula Sam berkisah tenang tapi lama kelamaan nada bicaranya meninggi, penuh amarah.
"Empat jam, Bang. Empat jam saya dibawa keliling. Bayangkan! Siapa yang gila sebenarnya, Bang?!Siapa?!!"
Sam seolah bertanya pada pedagang itu seraya terdengar giginya gemeretak dan matanya melotot, merah menyala.
Demi melihat Sam pasang muka demikian, pedagang itu pun lari terbirit-birit, ketakutan, dan meninggalkan Sam yang kumatnya datang tidak terduga.
Namun sejurus kemudian, dalam hitungan detik, Sam kembali terbahak-bahak.Â
Hari ini, pikirnya, semua orang yang ditemui sedang kumat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H