Apabila masing-masing kertas penghitungan tersebut dapat dibuktikan keasliannya oleh para pihak, maka Mahkamah Konstitusi akan mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan sebagai bahan dasar dalam merumuskan putusan.
Oleh karena itu pihak pemohon atau yang kalah dalam jumlah suara pada pilpres tersebut dibebankan untuk membuktikan kesahihannya bahwa apa yang dimohonkan memang sesuai dengan fakta-fakta, tentang adanya hasil penghitungan suara yang tidak sesuai menurut versinya.
Jadi prosedur dan aturan main beracara di Mahkamah Konstitusi dengan demikian tetap berpijak dan dilandasi oleh UU No. 24 tahun 2003 Jo UU No.8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, termasuk kewenangan MK maupun proses beracara melalui PMK menyangkut perselisihan hasil penghitungan suara pilpres.
Pelanggaran Azas Pemilu Luber dan Jurdil
Namun demikian banyak pihak menyiratkan pesan bahwa majelis hakim MK perlu untuk membuka ruang bagi tercapainya keadilan yang subtantif dalam pemeriksaan maupun putusannya kelak. Tidak melulu dan terbatas pada pemeriksaan hasil penghitungan suara semata.
Tapi juga diperhatikan aspek lain sehubungan dengan proses penyelenggaraan pemilu, dan rangkaian peristiwa yang punya kaitan langsung atau tidak langsung dengan pemilu presiden yang terjadi sebelumnya.
Dalam konteks ini bukan tidak mungkin MK juga bisa memberikan penilaian atas hal tersebut. Namun begitu fokus perhatian majelis hanya terhadap pelaksanaan pemilu yang baik atau tidak, yang sesuai atau tidak dengan azas Luber dan Jurdil.
Bila azas pemilu dipandang pemohon telah dilanggar dan bertentangan dengan semangat konstitusional maka mesti juga dibuktikan di muka persidangan sesuai alat bukti sebagaimana tersebut di atas.
Setidaknya,dalam hal ini bisa dibuktikan oleh pemohon adanya pelanggaran pemilu dari pihak penyelenggara pemilu, baik itu oleh KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota.
Sedangkan menyangkut adanya fakta-fakta selain fokus pemeriksaan PHPU yang mengemuka di persidangan bisa dipandang sebagai cara atau strategi pemohon maupun termohon untuk menarik perhatian majelis hakim, seperti dipersoalkannya proses dan tahapan pemilu, Bansos, pencalonan Gibran, si rekap, dan lain sebagainya. Kendati akhir dari perdebatan dan silang pendapat itu ada di putusan majelis hakim. Entah itu permohonan tidak dapat diterima atau permohonan dikabulkan.
Penutup