Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ambang Batas Parlemen Dihapus, Benarkah?

5 Maret 2024   17:34 Diperbarui: 5 Maret 2024   17:38 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum lama ini Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan terkait dengan permohonan uji materi Pasal 414 ayat (1) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu   yang berbunyi, "Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR." 

Pasal ini menurut pemohon dipandang tidak sejalan dengan konstitusi UUD 1945 dan perubahannya. Oleh karenanya pemohon meminta agar ambang batas parlemen ini betul-betul dirumuskan dengan berbasis kajian akademik agar suara pemilih tidak banyak yang terbuang percuma. Kira-kira begitu yang dipahami.

Sementara dalam putusannya MK menyatakan norma pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan.

Dari putusan tersebut, Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi meluruskan informasi yang beredar tentang ambang batas parlemen dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Perludem berposisi sebagai pemohon dalam gugatan tersebut menyampaikan tidak ada putusan MK yang menyatakan penghapusan ambang batas parlemen.
"Iya (tidak ada penghapusan ambang batas parlemen). Berapa nanti besarannya di 2029 itu tergantung dari hitung ulang berdasarkan syarat yang ditentukan MK," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (1/3).

Apa yang disampaikan pihak terkait selaku pemohon telah secara terang menegaskan tidak ada penghapusan terhadap persoalan ambang batas parlemen ini. Begitu pula MK dalam putusannya tidak menyatakan hal tersebut (kata dihapuskan/menghapus).

Hanya saja putusan MK itu telah lebih dulu ada di benak masyarakat bahwa ambang batas parlemen ditiadakan atau dihapuskan. Itu artinya sejumlah partai politik yang akan turut dalam pemilu 2029 mendatang punya peluang yang sama untuk bisa menempatkan wakilnya di parlemen.

Bila demikian maka jumlah partai politik dipastikan akan melebihi jumlah partai yang turut dalam kontestasi pemilu 2024 ini sebanyak 18 partai politik nasional saja (enam partai politik lokal).

Boleh jadi kelak akan mengalami kenaikan sebagaimana partai politik yang turut menjadi kontestan dalam pemilu 1999 sebanyak 48 parpol.

Atau bahkan bisa saja turun alias kapok menjadi kontestan pemilu sehingga hanya delapan parpol saja sebagaimana parpol yang konsisten menempatkan wakilnya di parlemen pusat beberapa kali sejak reformasi 1998.

Syukur-syukur ke delapan parpol (PDIP, Gerindra, Golkar, Nasdem, PKS, PKB, PPP, dan Demokrat) tersebut memiliki kesamaan dan kompak untuk mendorong agar jumlah partai di pemilu kapanpun disederhanakan atau diperas hanya dua saja.

Karena itu terkait dengan putusan MK menyangkut ambang batas ini bila dicermati, tetap ada keinginan kuat dari partai politik yang menempatkan wakilnya di parlemen sekarang dan mendatang agar proses terjadinya penyederhanaan parpol terus berlangsung secara alamiah.

Apalagi segala upaya politisi untuk merumuskan teknis penghitungan suara maupun konversi suara, agar suara parpol yang diperoleh dalam pemilu itu tidak terbuang percuma tetap diupayakan. Mereka bakal merumuskan sesuai kehendak putusan MK itu.

Apakah akan mengkaji kembali penghitungan suara dengan metode BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) atau metode Sainte Lauge dengan angka ganjil, atau metode yang lainnya yang secara teknis menjadi tanggungjawab para politisi, pemerintah, para ahli di parlemen dengan melakukan perubahan terhadap isi UU pemilu dimaksud.

Jadi ada harapan bahwa ambang batas parlemen sebanyak empat persen mutlak tetap diberlakukan dengan syarat teknis penghitungan suara dirumuskan dengan sebaik-baiknya agar suara parpol tidak terbuang percuma. Sebagaimana misalnya parpol yang hanya peroleh  ratusan ribu suara atau di bawah ambang batas empat persen untuk DPR akan hangus suaranya begitu saja.

Agar tidak hangus atau terbuang percuma perlu rumus yang mendekati rasa keadilan bagi parpol buncit suara untuk bisa ada wakilnya di parlemen. Dengan begitu semangat para aktivis parpol tetap menyala untuk terus melakukan pergerakan di bawah bendera partainya walaupun "ngos-ngosan".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun