Karena itu terkait dengan putusan MK menyangkut ambang batas ini bila dicermati, tetap ada keinginan kuat dari partai politik yang menempatkan wakilnya di parlemen sekarang dan mendatang agar proses terjadinya penyederhanaan parpol terus berlangsung secara alamiah.
Apalagi segala upaya politisi untuk merumuskan teknis penghitungan suara maupun konversi suara, agar suara parpol yang diperoleh dalam pemilu itu tidak terbuang percuma tetap diupayakan. Mereka bakal merumuskan sesuai kehendak putusan MK itu.
Apakah akan mengkaji kembali penghitungan suara dengan metode BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) atau metode Sainte Lauge dengan angka ganjil, atau metode yang lainnya yang secara teknis menjadi tanggungjawab para politisi, pemerintah, para ahli di parlemen dengan melakukan perubahan terhadap isi UU pemilu dimaksud.
Jadi ada harapan bahwa ambang batas parlemen sebanyak empat persen mutlak tetap diberlakukan dengan syarat teknis penghitungan suara dirumuskan dengan sebaik-baiknya agar suara parpol tidak terbuang percuma. Sebagaimana misalnya parpol yang hanya peroleh  ratusan ribu suara atau di bawah ambang batas empat persen untuk DPR akan hangus suaranya begitu saja.
Agar tidak hangus atau terbuang percuma perlu rumus yang mendekati rasa keadilan bagi parpol buncit suara untuk bisa ada wakilnya di parlemen. Dengan begitu semangat para aktivis parpol tetap menyala untuk terus melakukan pergerakan di bawah bendera partainya walaupun "ngos-ngosan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H