Jawabku diliputi rasa penasaran," sesuatu itu apa dan disimpan di mana?"Â
"Di dalam buku favorit mas. Cari aja sendiri. Aku tunggu ya."
Handphonenya seketika dimatikan dan ada terdengar tawa seolah kejutan darinya itu tidak ingin dipuji.
"Di buku favoritku?"tanyaku dalam hati. Aku pun mudah untuk mencarinya sebab buku itu tertata apik di Rak bagian tengah. Tetralogi Pramoedya Ananta Toer, aku buka kemudian satu persatu. Di novel Rumah Kaca tidak ada. Judul Bumi Manusia juga. Barangkali di buku Anak Semua Bangsa, bisikku lagi. Tapi tidak ada sama sekali meski lembar demi lembar aku buka. Kemudian aku pastikan di buku dengan judul Jejak Langkah itu ada tersimpan apa yang disebutkan istriku tadi. Aku tersenyum dan meraihnya cepat seraya gegas membukanya.
Dan pluk! Semacam amplop surat jatuh persis di ujung kaki kananku. Dan aku menduga bahwa amplop ini yang ia katakan itu. Aku menyobek pelan untuk membukanya. Dan itu adalah tiket kereta jurusan Jogya dengan jadwal keberangkatan dan nomor kursi yang tertera atas namaku di tanggal hari terakhir istriku dinas.
Aku kemudian menghubunginya tapi handphone istriku mati sama sekali. Seakan ia tau aku sudah pasti akan menyusulnya ke sana dengan tiket yang sudah ada ini.
Tidak mau buang waktu aku packing seadanya malam ini untuk esoknya menuju stasiun kereta.
Esoknya di penghujung tujuan baru bunyi dering di handphoneku datang.
Kata istriku,"sudah sampai mana?Nanti naik beca ya menuju hotel. Dekat kok, bapak becanya juga tau, Sebut aja,"ucapnya cepat dan terkekeh. Aku membalas ringan dan seadanya, lalu tertawa atas usahanya yang kuanggap dramatis ini. Â
Beberapa saat kemudian kereta pun tiba di stasiun Tugu. Dan aku penuhi pesannya pada bapak beca yang ada di muka stasiun. Aku menumpang tanpa keraguan.
Di jalan padat sekali padahal bukan hari kerja.Tapi aku sadar ini lokasi wisata.Justru di hari libur makin padat dan ramai oleh orang yang datang ke daerah ini.
Tak berapa lama becak dikayuh, dari jarak 30 meter itu aku sudah bisa melihat istriku  tengah berdiri menanti di muka pelataran hotel. Senyumnya dikulum bahkan seakan ingin meledak tertawa menatap ke arahku di atas Beca ini.
Tanyaku,"jadi sengaja ya kasih kejutan." Timpalnya,"bukan kejutan. Kapan lagi kita jalan bareng ke luar kota. Mumpung aku di sini dan waktu dinas sudah habis. Makanya aku tetap di sini untuk dua hari. Dua hari aja ya mas."
Jawabku," gratis dong ini."
"Enak aja. bayar tau. Ini pribadi bukan negara!"tegasnya.
Malam datang kami pun menikmati suasana Jogya. Aneka angkringan berjajar rapi di spanjang jalan diselingi  tawa dan canda pengunjung yang terdengar.
Kami menyusuri jalan dan  saling menggenggam erat jemari  menuju tempat yang tenang dan  bisa kami datangi sembari memastikan jenis makanan yang kami sukai.  Suasana malam itu sungguh menjadi kenangan yang berarti.Â
Singkat kata kami pun beranjak kembali menuju hotel di mana kami menginap.
Tengah malam pun sesaat saja datang, dan tampak istriku terlelap dalam mimpinya.
 Dari balik pintu balkon aku menatap haru dan tidak ingin seekor nyamuk pun untuk mengganggunya. Aku ingin menjaganya malam ini sampai pagi. Tekadku.
--------
Pagi itu usai sarapan. Istriku mengajak untuk keluar dari ruangan di hotel ini dan aku perhatikan ia menghubungi seseorang. Tidak lama datang sebuah mobil, dan aku tidak lagi mau bertanya. Rasa kantuk sudah tidak tertahankan. Aku turuti saja apa maunya. Â
Entah kemana tujuannya. Hanya sayup-sayup terdengar perbincangan yang akrab dengan pengemudi itu mengenai spot foto yang bagus di sekitar Magelang.