Kita semua sering mendengar soal partai terbesar di Amerika Serikat, hanya ada dua, yakni Partai Republik dan Demokrat. Kedua partai itu yang menjadi unsur penting jalannya demokrasi dan pemerintahan di negeri tersebut.
Soal bagaimana perjalanan partai itu menjadi hanya dua saja yang jadi pusat perhatian politik di AS sana, perlu di dalami lebih lanjut.
Hanya saja, terkait dengan pemilu 2024 yang dilakukan serentak pada 2024 mendatang yang diikuti 18 parpol menjadi menarik untuk diandaikan.Â
Andai 18 parpol peserta pemilu 2024 itu berbagi koalisi. Koalisi sembilan partai yang punya kursi DPR 2019 dan koalisi partai yang tidak punya kursi di parlemen lalu dengan partai baru yang juga sembilan jumlahnya.
Sembilan versus sembilan
Bukan tanpa alasan bila sembilan parpol yang sekarang punya kursi di DPR untuk membangun koalisi baru untuk menghadapi pileg dan pilpres 2024.Â
Oleh karena secara ideologis, tidak ada yang berbeda di dalam perjuangan politiknya. Sama-sama dasarnya adalah Pancasila.
Tidak ada  garis politik dari perjuangan partai itu berhaluan komunis, kapitalis, khilafah, facis, dan sejenisnya, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Semua parpol mendasarkan dirinya pada konstitusi UUD 1945 dan perubahannya, dan Pancasila.
Meskipun dari parpol yang ada itu punya akar kuat dari sejarah perjalanan partai politik sejak pra kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan dengan tumbuhnya banyak partai di masa lalu.
Namun, tetap saja parpol masa kini orientasinya tidak perlu lagi meromantisir dan mendramatisir dinamika politik yang pernah tercatat di masa lalu.
Karena dinamika politik di dalam negeri masa  itu sangat dipengaruhi oleh pertarungan ideologis dua kekuatan dari luar negeri, yakni barat dan timur.  Jadi memang hingar bingar itu untuk tujuan saling menjatuhkan satu sama lain.
Tapi masa milenial  ini pertarungan politik yang sedang terjadi tidak lagi didasarkan pada soal adu tarik ideologi, tapi justru seharusnya adu unggul di era teknologi dan digitalisasi untuk peradaban Indonesia yang maju.
Mau mencoba misalnya dengan politik gaya lama dengan jargon program partai yang jadul, seperti berjuang untuk kesejahteraan rakyat, membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa, membawa aspirasi rakyat sesuai demokrasi, dan seterusnya, akan menjadi kata-kata basi.
Apalagi hal itu rata-rata bakal sama dari setiap parpol menyuarakannya. Bayangkan kalau 18 parpol bersuara seperti itu, apa tidak berisik dan lucu jadinya?
Maka dari itu, ketimbang jargon atau trompet partai bunyinya sama seperti itu, kenapa tidak dicoba duduk bareng dari 18 partai  untuk bicara kemungkinan berkoalisi satu sama lain untuk SEUMUR HIDUP.
Koalisi sembilan partai dengan nama misalnya, Indonesia Jaya , salah satu prioritas progamnya adalah Unggul Teknologinya Di darat, Laut dan Udara. Koalisi ini terdiri dari PDIP, Gerindra, Golkar, PPP, PKB, PAN, Nasdem, Demokrat, dan PKS.Â
Sembari memasarkan taglinenya, "Bila menang akan menjadi penguasa yang amanah dan konsisten dengan programnya  tapi bila kalah akan tetap mengawal jalannya pemerintahan dengan istiqomah."
Kemudian koalisi sembilan partai lainnya, dengan nama juga misalnya, Â Indonesia Unggul, program koalisi partai ini menuju Pembangunan Digitalisasi ke Penjuru Negeri sebagai program prioritas yang utama. Taglinenya mirip-mirip juga seperti itu. Koalisi ini terdiri dari Partai Umat, Gelora, Perindo, PBB, PSI, Hanura, Garuda, Buruh, dan PKN.
Sekaligus dari dua koalisi besar ini punya satu kesamaan visi dan misi partai , yakni apalagi kalau bukan ANTI KORUPSI, PUNGLI, dan sejenisnya.
Pasca Pemilu 2024
Bayangkan betapa hebatnya jalan demokrasi kelak pasca pemilu pileg dan pilpres serentak 2024 itu. Hanya akan ada dua partai besar yang akan mengukir sejarah baru bagi Indonesia.
Sebab sudah pasti, dengan koalisi besar yang terdiri dari dua partai ini, orang hebat, pintar, kaya raya sekalipun akan mikir seribu kali untuk membuat partai baru menyaingi dua partai koalisi itu. Partai Indonesia Jaya, dan Partai Indonesia Unggul.
Apalagi kalau cuma sebatas ormas yang bercita-cita menjadi partai. Tetap akan terseok-seok. Karenanya Ormas pun juga akan menginduk pada salah satu dari dua PARTAI BESAR itu.
Kehadiran dua partai besar dengan netralitas dari TNI-Polri, didukung oleh birokrasi yang bersih dan melayani sepenuh hati, rakyat paling miskin sekalipun tetap punya harapan yang nyata untuk bisa hidup layak setelah mencoblos para wakil rakyat dan pemimpinnya.
Mereka akan ikhlas mencoblos meski tidak diiming-imingi oleh sembako, uang, atau lainnya sekalipun. Karena rakyat tidak pusing juga bila janjinya tidak direalisasi akan mudah menunjuk hidung salah satu dari partai koalisi besar yang berkuasa tersebut.
Pendek kata, masing-masing koalisi sudah juga punya capres/cawapresnya. Jadi hitung-hitungan kursi di parlemen dari dua koalisi besar ini sangat dipengaruhi oleh figur capres cawapres yang ditampilkan.
Bila koalisi Indonesia Jaya, capresnya A dan B, dan koalisi Indonesia Unggul, Capres dan Cawapresnya C dan D, maka rakyat pemilih akan mengeksekusi sesuai hati nurani dan harapannya.
Siapa dari mereka yang kira-kira bakal duduk di parlemen maupun istana tetap rakyat yang bedaulat yang punya hak untuk menentukannya. Dua koalisi partai besar itu hanya tunggu saja hasilnya.
Tetapi sayang itu semua cuma andai-andai saja ibarat mimpi di siang bolong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H