Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Orang Tuaku Guru

25 November 2022   18:08 Diperbarui: 25 November 2022   18:09 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bapak ibuku Guru

Di zaman orde lama dan orde baru

Keduanya alumni SPG tahun 1950-an waktu itu

Di daerah Menteng-Jakarta dulu

Kemudian mereka mendidik dan mengajar

Di pojok kampung-kampung di sekitar tangerang untuk beberapa lama

Sebagai manifestasi ikatan dinas

Karena biaya sekolah gratis maka ketika lulus wajib ditempatkan di wilayah sekitar Jakarta

Menjadi guru

Cita-cita anak kampung ketika itu

Keduanya sukacita

Penuh rasa, tekad, dan kemauan untuk maju

Keduanya berjuang menyebarkan ilmu

Penuh pengabdian meski dalam keterbatasan

Banyak cerita yang dikisahkan

Betapa seorang guru sangat dibutuhkan pengorbanan

Namun semua itu tidak sia-sia

Yang tadinya warga didatangi buta huruf sudah mulai bisa baca tulis

Tidak anak-anak juga usia tua dan muda

Mereka murid-muridnya yang dinyalakan oleh lilin kecil pengabdian keduanya di kegelapan sekitar kampung itu

Tahun berjalan

Waktu terus berputar

Kemajuan sudah dirasakan

Kini jarang terdengar  kabar ada warga yang masih buta huruf

Bapakku mungkin tidak tahu sekarang Hari Guru

Yang ia tahu dan ingat hanya istrinya yang wafat lebih dulu yang hingga akhir hayatnya tetap  seorang guru

Tapi aku meyakini

Sampai kapanpun menjadi seorang guru adalah bentuk pengabdian yang terpatri untuk bakti pada negeri

Sementara soal kesejahteraan guru ketika keduanya mengabdi dulu  tentu aku tidak tahu cuma hanya sekadar merasakan saja hidup bersama orang tua yang berprofesi guru

Sayang sepeda kebanggaan keduanya dulu dilipat agar rumah bisa diterangi  listrik

Tidak lagi petromak dan lampu teplok

Dan kami sebagai anak-anaknya ketika kecil dulu sempat beramai-ramai bersorak

Namun bapak dan ibu kembali jalan kaki untuk mengabdi menyusuri jalan menuju sekolah untuk mendidik dan mengajar

Selamat Hari Guru!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun