Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Payung Warna Kuning

10 November 2022   09:10 Diperbarui: 10 November 2022   09:21 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak payungnya rusak, Munru terlihat murung. Malah ia juga jatuh sakit. Badannya dirasakan panas. Sudah dua hari ini ia terbaring lemah.

Paijo turut sedih melihat keadaan Munru. Semula ia tidak tahu pangkal penyebabnya. Tapi dari sikap Munru, ia akhirnya tahu latar murungnya itu, hingga pikirannya tertuju pada peristiwa kemarin.

Semua itu akibat payung warna kuning terangnya yang patah. Terinjak oleh Munru tanpa sengaja ketika ia meloncat gembira.

Payung ini menjadi payung kesukaannya. Ia bisa menari-nari dengan payung, atau berlagak jalan kian kemari seolah terik panas atau hujan datang tiada henti. Setiap melihat payung itu ia serasa ada yang melindungi.

Karena itu, Paijo memintanya untuk bersabar. Payung kuning akan diperbaiki. Sembari mengatakan itu, ia selimuti Munru, juga mengompres dengan kain bekas berulangkali dengan air dingin di bagian keningnya agar panasnya turun.

Munru hanya memperhatikan sebentar ucapan, dan tatapan mata Paijo. Ia justru menengok ke arah payung warna kuning yang gagangnya patah.

Paijo tahu tatapan mata Munru sebagai isyarat agar ia segera memperbaiki payung itu. Hari sebenarnya sudah larut malam. Tapi apa mau dikata, ia ahirnya turuti ungkapan bathin Munru itu.

Ia sebenarnya tidak enak pada tetangga bila ia memperbaiki payung itu maka akan terdengar suara berisik. Sebab payung itu bukan dari bahan aluminium tapi kayu.  

Tapi mau bagaimana lagi. Ketimbang Munru terus murung, dan tidak sembuh, ia tidak ada pilihan. Harapannya tetangga itu akan mengerti yang sedang ia lakukan nanti ini.

Paijo punya beberapa paku, juga paku payung. Ia ada lem untuk merekatkan, dan menguatkan sebelum dipaku untuk menyambungnya. Tapi ia lupa di mana martil kecilnya disimpan. Dicari di tiap sudut rumah petakan  tidak ditemukan.

Akhirnya ia tinggalkan Munru sebentar untuk meminjam martil pada tetangganya. Munru tampak olehnya sedang tertidur.

Paijo pun pergi. Dari tiga rumah terdekat tiada satupun yang punya martil. Malah mereka bertanya, untuk apa malam-malam pinjam martil. Paijo hanya ringan menjawab untuk memperbaiki payungnya Munru yang rusak.

Tetangga mengerti tapi tidak bisa meminjami karena memang tidak punya. Karenanya Paijo tidak memaksakan diri lagi untuk meminjam martil pada tetangga yang lain. Ia justru mencari sebongkah batu barangkali ada di sekitar untuk membantu memaku di payung itu.

Tanpa sengaja, karena rezeki juga, ia temukan batu koral seukuran kepalan tangannya. Paijo senang, lalu kembali ke petak rumahnya.

Tapi sampai di rumah, dari luar ia mendengar suara yang sedang memukul sesuatu. Maka ia bergegas untuk melihatnya. Munru rupanya susah payah sedang  mencoba memperbaiki payung dengan martil di tangannya.

Melihat Paijo datang, Munru seperti merasa bersalah. Karena martil sejak Paijo mencari ia sembunyikan untuk ia coba perbaiki sendiri. Tapi akhirnya martil itu ia serahkan juga, dan tanpa bicara ia kembali ke pembaringan.

"Kamu memangnya sudah sembuh?"tanya Paijo sungguh-sungguh.

Munru hanya memberikan isyarat dengan bola matanya yang naik turun, tanda mulai terasa enak badannya.

Paijo pun segera memperbaiki payung itu. Tidak dengan batu yang ia temukan, tapi dengan martil. Pelan dan pasti payung itu sudah berfungsi kembali. Ia tes payung itu dengan buka dan tutup terlihat berjalan sempurna. Munru mengintip senang, dan tersenyum hingga kemudian ia tertidur pulas.

Paijo berharap semoga Munru besok sembuh, dan bisa membantunya kembali bekerja seperti biasa.

***

Esok pagi sekali, Paijo belum bangun meski ayam jago milik tetangganya berulangkali berkokok.  Ia terlelap seolah melupakan hari kemarin, dan siap menyambut hari ini bersama Munru dengan gemilang.

Sementara Munru sudah sejak tadi bangun. Ia terlihat bugar kembali. Munru memainkan payung itu berulang kali. Malah sepeda mini miliknya juga dinaiki tiada henti, bolak balik di petak rumah yang luasnya dua kali dua meter itu.

Munru sengaja kemudian menabrakkan sepeda mininya itu ke arah tubuh Paijo. Paijo tentu terkejut, dan terbangun. Paijo lihat Munru memamerkan giginya tanda gembira, dan siap untuk menyambut hari ini dengan kerja keras.

"Syukurlah Marlin Munru sudah sembuh,"lirih Paijo senang.

Munru menimpali dengan meloncat riang.

***

Di pagi itu juga keduanya menyusuri jalan di perkampungan. Dan, Munru tidak lagi digendong seperti biasa oleh Paijo. Untuk pagi ini ia melangkah ringan dengan lehernya yang tetap teriikat agar tidak menjauh dari Paijo.

Paijo dan Marlin Munru sudah ditunggu hiburan topeng monyetnya oleh anak-anak manusia yang sudah mulai langka sekarang ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun