Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

My Hobbies Are...

22 September 2022   07:07 Diperbarui: 22 September 2022   19:00 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                  Dokpri

Semalam saling berkabar dengan teman waktu SMA. Banyak hal yang dikisahkan. Ada ingatan yang tertinggal di sana ketika sama-sama remaja. Jadi teringat kembali cerita itu.

Ketika SMA dulu ada dua jurusan kelas, yakni kelas IPA (A1 dan A2), dan IPS (A3).  Sesudah naik dari kelas satu ke kelas dua, maka siswa bisa memilih jurusan mana yang akan dimasuki. Kalau IPA, maka siap-siap konsentrasi belajar untuk mata pelajaran FISIKA, KIMIA, dan BIOLOGI.

Sementara untuk jurusan IPS, itu rata-rata ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah,  tata boga, dan busana bahkan ada bahasa yang bisa dipilih juga sebagai tambahan mata pelajaran, yakni bahasa Arab, Jerman dan Inggris, selain tentunya bahasa Indonesia.

Di kelas dua ini juga, terjadi perubahan dan pergantian teman. Teman di kelas satu  bisa jadi tidak bertemu di kelas dua, atau bertemu kembali bila memilih jurusan yang sama.  

Tapi dari jumlah kelas satu sebanyak dua belas kelas, maka di kelas dua ini hanya terhitung jari teman yang bisa satu kelas di kelas dua jurusan IPS ini. Selebihnya teman-teman baru yang dari lain kelas.

Saat di kelas satu itu disebut, kelas Satu 1, Kelas Satu 2, dan seterusnya sampai Satu 12.  Sementara rata-rata jumlah siswa ada 40. Ramai, riuh, dan seru.

Saat itu kelas IPS ada 8, sementara IPA  hanya empat kelas. Bayangkan bila ada class meeting untuk Basket, Volley, Sepak Bola, dan Seni, seperti puisi, paduan suara, maupun tari. Supporternya kompak, dan solid.

Terlebih bila pertandingannya bertemu antara IPA, dan IPS. Ini seperti layaknya nonton pertandingan badminton internasional, atau sepakbola nasional, antara Persib Bandung melawan PSMS Medan zaman itu. Heboh, dan bersaing!

Namun begitu, karena penulis ada di kelas IPS di kelas dua, maka teman baru dan satu bangku berasal dari kelas satu yang lain. Namanya sebut saja Fredy. Kata teman-teman mirip artis Alan Nuary. Lucu, pandai juga iseng.

Saat bertemu dan satu bangku sudah tidak asing. Karena saat di kelas satu sudah saling menyapa lantaran sama-sama menyukai musik, terutama saya, The Rolling Stones, dan dia, The Beatles. Dari pertemuan ini juga kemudian, kami dekat satu sama lain hingga sekarang.

Saat mulai perkenalan di kelas dua untuk pertama kalinya, tiap siswa diminta maju ke muka kelas untuk perkenalan satu persatu. Diminta oleh wali kelas yang juga seorang guru bahasa Inggris. Perkenalan itu sekadar menyebutkan nama, asal kelas, dan hobi yang digeluti.

Satu-satu kemudian teman-teman maju setelah dipanggil. Rata-rata hobi mereka standar usai menyebutkan nama, dan asal kelasnya. Teman-teman juga menyebut, ada yang hobinya membaca komik bukan buku pelajaran, ada yang hobinya mendengar saja tanpa bicara, ada hobinya olahraga apa saja, ada yang hobinya suka menolong orang dengan imbalan, dan lain-lain.

Menyebutkan hobi demikian rata-rata untuk teman lelaki tidak ada yang serius, kecuali teman perempuan. Kalau teman perempuan itu, ada yang menyebutkan hobinya baca, mendengar musik, masak, menjahit, naik gunung, olah raga silat (bukan silat lidah), volley, dan lain-lain.

Kemudian kami, saya dan Fredy saling berbisik. Saat dipanggil dan maju di depan kelas mesti pakai bahasa Inggris untuk mengenalkan diri, dan hobi. Inisiatif ini kami lakukan untuk sekadar beda saja dengan teman-teman yang lain.

Lagi pula ketika itu saya kursus bahasa Inggris di IEC, sementara Fredy di LIA. Juga kebetulan ibu wali kelas adalah guru bahasa Inggris. Maka sepakat bulat.

Pas saatnya kemudian saya dipanggil untuk maju.

My name is bla- bla-bla, I am from class bla-bla bla, and my hobbies are, reading, hiking, and keliling-keliling.

Mendengar itu Ibu wali kelas hanya tersenyum, menghargai perkenalan dengan menggunakan bahasa Inggris. Tapi teman-teman merespon.

"Woi keliling ngapain?"

"Tukang kredit panci!"

Macam-macam suara. Tapi saya hanya tertawa saja. Kemudian tiba giliran Fredy.  Setelah dipanggil, Fredy pun maju. Oleh sebab ia terlalu PD, maka ia dengan pendahuluan segala macam, mulai dari menyebut hello friends, bla bla bla, and first of all, dan seterusnya. Ibu wali kelas, tersenyum senang.

Baru kemudian ia mengenalkan dirinya.

My name is bla bla- bla. I am from class bla bla bla, and you know all, my hobbies are reading, jogging, and you know what?Siskamling!

Mendengar itu dengan mimik, dan gaya yang lucu, Ibu wali kelas tidak dapat menahan tawa. Sementara teman-teman lain terpingkal-pingkal menyambung soal hobinya itu. Sekalian bilang pula.

"Hansip nyasar ke sini!"

"Sarung robeknya mana?"

"Senter dibawa gak?"

"Emang ada di Inggris siskamling?"

Ragam  ocehan teman-teman. Semuanya Lucu, seru, dan ngangeni.  Dan, semua itu hanya tinggal kenangan yang terlintas dalam benak seketika.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun