Entah bagaimana masa lalu yang telah dilalui kedua anak manusia ini hingga pertemuan kembali di stasiun kereta api Bandung itu terasa menyenangkan. Â Mereka memang dalam perjalanan ke Jakarta dari rutinitas kerjanya. KA jurusan Bandung-Jakarta serasa singkat saja untuk ditempuh. Â
Dari pertemuan itu, keduanya  lalu sepakat memutuskan untuk duduk di kursi yang sama di nomor 11-12, tatkala KA  siap untuk berangkat. Untungnya salah seorang penumpang lain yang duduk di kursi nomor 11 berkenan untuk bertukar tempat tanpa perlu bertele-tele.  Mereka satu sama lain akhirnya sudah berada di kursi itu.
***
Satu jam perjalanan setidaknya telah mengisi kembali ruang  yang dulu sempat kosong di hati keduanya.  Keduanya tak ingin, dan tidak rela satu sama lain saling menyalahkan untuk saat ini.Â
Bayangan  di benak mereka menari-nari mengingat semua hal yang pernah dirasakan dulu.  Antara marah, benci, dan merasa dikhianati selintas membekas.  Tapi dua gelas minuman ringan yang mereka pesan dari pramugara KA sedikit menenangkan.
Segala jurusan perbincangan di arahkan. Tak cuma masa lalu, urusan pekerjaan pun coba mereka jajagi. Paling tidak meski tak terpaut lagi hati keduanya, namun ada sisi nilai tambah profesional yang bisa dilakukan.Â
Mereka bertukar kartu nama di ujungnya untuk memudahkan hubungan saling menguntungkan kelak. Keduanya saling memuji atas prestasi yang mereka capai sekarang ini lewat profesi yang sudah lama dijalani.Â
Semua itu tertera di dua helai kartu nama itu.
Dua jam perjalanan kemudian semakin tidak terasa. Justru secara perlahan, dan tanpa sadar genggaman jemari mereka sudah saling menguatkan. Satu sama lain lirih berbisik. Jarak antar keduanya kian rapat. Rasanya laju kereta api tidak secepat detak jantung mereka yang kembali kencang berdebar.
Nafas pun terasa berat. Keduanya butuh oksigen sebagai penawar. Saling kecup bibir diam-diam pun mereka cepat lakukan. Sebab di samping kiri kursi mereka sejak tadi seorang pria muda tampak memperhatikan dengan raut wajah yang tampak iri.Â
Keduanya tak ambil pusing. Dunia hari ini sudah ditakdirkan untuk mereka raih kembali.
 Tiga jam kemudian perjalanan, KA sudah di Jakarta. Stasiun gambir jadi perhentian keduanya. Tidak ada tas koper yang diseret-seret. Mereka cuma membawa ukuran tas punggung kecil, dan oleh-oleh sekadarnya. Mereka turun dari KA itu, lalu beriringan ke arah  keluar stasiun itu. Sebelum pisah mereka saling bincang, dan silvi mengingatkan untuk jumpa kembali esok di tempat yang menjadi kesukaan mereka berdua.
"Seperti dulu ya, sayang."Ucap Silvi penuh harap.
Belum sempat dibalas Katty, dari jarak yang terlihat Silvy, seorang anak kecil berparas cantik, memanggilnya mama dari kejauhan. Disusul seorang lelaki dewasa dan matang menyusul cepat agar putrinya itu tidak terjatuh.
Katty meraih, dan memeluk putrinya itu kuat. Silvi cuma bisa menahan nafas berat. Ia tidak menyangka untuk kedua kalinya Katty mengkhianati dirinya. Kenapa ia tidak jelaskan saat di perjalanan kereta api ini?Untuk apa ia melakukan semua itu?Tidakkkah ia percaya aku sangat mencintainya?
Pikiran Silvi berkecamuk. Meski begitu ia sempat juga mengulurkan tangannya pada lelaki yang jadi suami Katty kala Katty mengenalkannya. Ia lihat dikecupnya hangat kening Katty oleh suaminya itu.
Tiada lagi kata yang bisa diutarakan Silvi melihat semuanya ini. Ia cepat menjauh. Senyum kecut, dan bola mata kebencian ditunjukkannya pada Katty. Katty hanya bisa terdiam, dan merasa bersalah memberikan harapan pada Silvi. Namun hidup bagi Katty tetap mesti dilanjutkan.Â
Sebab ia kini sudah bukan lagi sebagaimana yang dirasakan Silvi. Ia seorang ibu bagi anaknya, dan istri dari suami yang memang secara perlahan telah mulai dicintainya. Namun entah mengapa kenangan masa lalu bersama Silvi tatkala di KA bisa begitu saja terjadi. Katty tidak lagi mau mencari tahu.
***
Satu minggu setelah pertemuan di KA itu. Katty dikejutkan oleh berita di televisi. Seorang perempuan usia 40 tahun telah terjun bebas dari lantai tujuh suatu apartemen.
"Belum diketahui secara pasti motif dari peristiwa ini. Pihak kepolisian tengah melakukan penyelidikan. Identitas sementara yang diketahui menurut Satpam setempat adalah seorang wanita lajang bernama Silvi,"ujar Reporter TV di lokasi itu melaporkan sembari secara detail mengungkapkan ciri-cirinya.
Mendengar ciri-ciri itu, Katty hanya termangu, dan diam. Ia tak tahu lagi apa yang mesti dilakukan. Namun yang pasti ia di lubuk hatinya ia turut merasa bersalah atas apa yang dilakukannya saat bersama Silvi dulu, dan di KA itu.
Pantas saja sejak pertemuan satu minggu lalu tak sekalipun telpon yang ditujukan untuk Silvy darinya itu diangkat. Â Ia sangat bersalah telah melukai, dan mengkhianati Silvi. Bola matanya sekejap melayang ke arah gunting yang tergolek di atas meja di hadapannya. Putrinya yang cantik, dan masih balita itu hanya memandang saja didekatnya tanpa suara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H