Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Kamu adalah Rumahku

23 Juli 2022   23:49 Diperbarui: 24 Juli 2022   22:33 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah.| SHUTTERSTOCK/Jose Casquet via Kompas.com

Aku tak lagi bisa melakukan apapun. Hanya tangis, hampa dan kesunyian yang ada di sekelilingku. Orang lain pasti tak mengerti arti kehilangan orang yang disayangi, dan cintai. Aku yakin itu. Orang baru akan merasakan kehilangan bila orang yang selalu ada menemani di sisi tiap langkah hidup itu telah tiada.

Aku putus asa, frustasi, dan tak gairah kembali untuk jalani semua hal. Rasanya Tuhan tak adil membiarkanmu cepat MENUJU ke pangkuanNya.

Aku sungguh sesak, pengap, dan marah malam itu. Aku hancurkan semua barang yang menjadi kenangan kita bersama, aku hancurkan pula gitar yang selama ini menemani kita. Dan, dari gitar yang porakporanda itu, lembaran kertas yang terlipat terserak di hadapanku.

Aku raih, dan membuka lembaran itu. Rupanya tulisanmu ketika sedang ada di pembaringan rumah sakit kala di rawat pertana kali. Aku buka, dan baca perlahan kalimat demi kalimat. Tiada terasa airmataku pun tumpah. Di antara kalimatmu itu,

"Sayangku.."

Kelak kamu pasti akan membaca tulisanku ini. Semua ini tentangmu, juga tentang aku. Aku mengenalmu di luar harapanku. Kamu memang cinta sejatiku. Aku utarakan isi hatiku ini pada kakakku. Dia bahagia mendengarnya, karena kamu yang dipilih olehku. 

Kamu pernah kecewa aku tahu itu. Kamu marah pun juga aku tahu. Tapi itu semua untuk kebaikanmu. Aku sedang sakit yang tidak perlu kamu ketahui. Juga orang lain, kecuali keluargaku. Namun sampai juga akhirnya kamu tahu sakitku ini. Kamu temani aku di pembaringan seolah tak kamu pedulikan lagi hidup yang jadi keseharianmu. Aku menangis di kala kamu lelap di sisiku itu. Aku merasa bersalah tidak sebagaimana yang kamu harapkan untuk mencintaiku. Aku sakit sayangku, dan aku mengharap sekali kamu bisa menerimaku kemudian apa adanya.

O iya, lelaki yang telah membuatmu kecewa padaku, dia memang mencintaiku, tapi aku menolaknya kemudian setelah mengenalmu. Tapi kamu justru menghilang. Kenapa? Kenapa kamu tidak bertahan meski sebentar saja? Tapi sudahlah, akhirnya kita pun jadi bahagia bersama...

 Selembar, dua lembar hingga 10 lembar di baris akhir kalimat pada suratmu itu,

"... teruslah berbuat baik, dan berkarya dengan apa yang kamu miliki. Bakatmu, kepedulianmu juga rasa sayangmu pada keluarga. Aku sangat berterima kasih, kamu telah menjadi bagian dari hidupku. Sepeninggalku kelak tetaplah menjadi dirimu, jangan kamu ubah. Ini semua bagian dari takdir hidup. Hidupku juga kehidupanmu. Terima kasih sayangku, kamu adalah bintang yang bertaburan di langit sana, menerangi jalan hidupku selama ini. Terima kasih.

 Sayangmu ..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun