Sambil menjawab itu, ular ini meliuk-liuk di sekitar wanita tersebut. Kadang naik ke tubuhnya, kadang turun lalu bergerak melingkar di sisi bangku atau meja yang ada di situ.
Si wanita ini mengetahui, dan paham juga. Jika ular yang menjadi suaminya ini sedang resah, dan susah hati. Karena itu ia turunkan nada bicaranya, dan berusaha dengan lembut berbicara.
"Mas phyton, aku tidak mengerti harus bagaimana lagi hubungan kita ini. Tuhan belum izinkan kita untuk punya keturunan."
"SSShhhhhh, ssshhhhh, sssshhhhh.. ."
"Padahal aku sudah berusaha buat mas Phyton segala ramuan jamu pejantan. Juga obat-obatan herbal untuk menambah kualitas cairan yang selalu kakanda siram. Aku harus bagaimana lagi?"
"Ssshhhh, ssshhhh, ssshhhhh.. ."
Percakapan itu seakan buntu. Ular ini lalu tampak berdiri menghadap wanita ini. Kepalanya seakan ingin mematuknya. Tampat kilat di matanya mengarah tajam. Desisnya keras. Lidahnya dijulur-julurkan. Buntutnya separuh meliuk-liuk seperti menari, sisanya menahan di lantai.
Wanita ini melihat suaminya marah sekali dengan alasan itu. Ia rasanya tidak terima. Seakan ular ini bukan pejantan, atau disebut mandul.Â
Wanita ini juga bersiap menyiapkan tongkat, dan karung yang nyaris dipegangnya. Namun tiba-tiba pintu rumah diketuk seseorang. Seketika ular itu berbalik, dan pergi keluar dari rumah cepat-cepat.
"Duh, untung ada tamu,"kata istri ular ini tenang kembali.
Pintu rumah dibuka, terjadi basa basi singkat, dan tampak ramah. Tamu ini juga wanita sebaya dengan istri ular. Mereka berbicara satu sama lain kemudian, lancar. Intinya tamu meminta nasehat pada tuan rumah.