Di sepanjang jalan yang dilalui ia tengok kanan kiri, kalau-kalau ada juga penjual terompet yang menuju arah yang sama. Tapi sayang tidak ada satupun yang ia lihat. Pikirnya ini akan menguntungkan bagi terompet yang akan dijual. Semoga laris, begitu harapnya.
Hujan mulai turun. Ia percepat langkah hingga tiba meneduh di halte dekat dengan lokasi yang disasarnya. Beruntung sekali sejak tiba di halte, hujan kian deras. Bahkan hingga malam pukul 7 menjelang isya. Selama hujan ia masih bisa berbincang dengan penjual gorengan yang dipikul di halte itu. Sukron juga memikul trompetnya.
"Abang mau juga ke lokasi acara tahun baru?Tanya Sukron sungguh-sungguh.
"Tidak, mas. Saya mau pulang. Sudah sedikit lagi soalnya. Emangnya si mas mau kemana?"
"Ke lokasi acara tahun baru, di sana."balas Sukron menunjuk ujung jarinya.
Penjual gorengan merasa Sukron seperti tidak mengetahui informasi soal tidak adanya acara yang membuat kerumunan di tengah pandemi korona ini.
"Tidak ada acara apa-apa mas. Dilarang."
"Saya tau itu. Tapi rezeki siapa tau."
"Ya terserah saja."
Keduanya berpisah setelah jam menunjukkan pukul 9 malam. Hujan mulai reda, meski rintiknya terus saja menyirami semua yang ada. Sukron sudah berada di lokasi persis di bawah rindang pepohonan di luar pagar lokasi acara.
Malam tahun baru seperti malam biasa. Tidak ada kemacetan juga tidak ada keramaian. Tidak ada klakson bersahutan juga tidak ada bunyi petasan. Apalagi terompet. Malam dirasakan Sukron hening di sekitarnya.