Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Perjalanan, Bukan Mistis atau Sejenisnya di Puncak Gunung Ciremai

1 Oktober 2020   20:32 Diperbarui: 12 Januari 2021   18:49 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara kawan yang lain hanya tertawa mendengar itu. Malam pun kemudian tiba. Kami isi di muka tenda usai santap malam dengan evaluasi perjalanan hari ini, dan apa yang akan dilakukan esoknya. Artinya diusahakan untuk perjalanan esok tiap marka sudah terpasang, dan selanjutnya bisa bermalam di dekat punggungan puncak ciremai.

Evaluasi ini kami lakukan dengan senang hati. Terarah, dan informatif. Semua memberikan analisa perjalanan, cuaca, bahkan kendala yang bakal ditemui kelak. Sehingga evaluasi ini menjadi catatan agar bila ditemui hambatan setidaknya sudah bisa dicarikan jalan keluarnya.

Usai itu, kami tidak segera masuk tenda tapi menikmati pekatnya gulita di area hutan ini. Kami semua ditemani api unggun yang mengusir udara dingin di sekitar sini. Hangat seraya menikmati kopi, dan cigaret yang tiada putus-putusnya. Apakah ditemui hal-hal yang aneh di jalur lintasan ini?Tidak sama sekali. Justru mengasyikkan oleh riuh desir angin yang berembus kencang dari lembah-lembah di sekitar punggungan ini.

Pagi pun menyapa kami. Sorot mentari terhalang rimbun pepohonan. Kami berkemas untuk meneruskan kembali perjalanan ini. Sisa perapian kami guyur air kencing secara berjamaah. Sampah dimasukan kembali pada plastik ke dalam ransel oleh tim ini. Kami bergegas kemudian, dan hanya meninggalkan jejak langkah di lintasan yang telah dilalui, juga tanda atau marka jalan bagi pendaki yang ingin melintasi jalur tersebut.

Aku lupa berapa tanda atau marka yang sempat terpasang. 15 atau lebih. Rata-rata dipasang di lintasan yang terbelah atau menyimpang. Yang kami pasang di pokok kayu, atau pohon semanis-manisnya. Sesuai rencana, kami pun mengakhiri perjalanan ini hingga titik terakhir dekat punggungan puncak Ciremai. Mereka semua senang. Tugas dan kewajibannya usai sudah. Dan, kami pun bermalam akhirnya di puncak Ciremai dengan senangnya.

Canda dan tawa mengisi malam itu. Esoknya bisa dilihat puncak Ciremai 3078 Mdpl bak cincin saja layaknya yang mereka lihat dan kenang dengan senyum puas. Malah mereka kelak akan menjumpai Ciremai sebagai pendakian santai berikutnya, tanpa lagi diruweti tugas sebagai anggota muda. Aku dan Eddy tertawa mendengar keinginan mereka.

Tiga hari tiga malam di hutan gunung Ciremai kami sudahi. Kami pun turun ke arah lintasan Linggarjati di kabupaten Kuningan. Tiada halangan, semua berjalan sesuai yang direncanakan. Kami semua puas telah memberikan sedikit upaya bagi kepentingan pendaki lain lewat pemasangan tanda atau marka lintasan menuju puncak Ciremai dari kaki gunung di desa Argalingga kabupaten Majalengka itu.

***

Dua tahun kemudian di tahun 1994, tim yang kami dampingi masa awal sebagai anggota muda ini telah mengibarkan merah putih di puncak tebing Ao Pha Nga-Pha Bay-Thailand yang memiliki ketinggian tebing 150-200 meter.

Salam hormat selalu pada kita semua yang pernah MUDA di masanya. Hello Gang!!  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun