Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Perjalanan, Bukan Mistis atau Sejenisnya di Puncak Gunung Ciremai

1 Oktober 2020   20:32 Diperbarui: 12 Januari 2021   18:49 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertengahan tahun 1992 kami melakukan perjalanan pendakian gunung Ciremai sebagai latihan bagi anggota baru Mapala yang sudah selesai mengikuti pendidikan dasar (Dikdas). Biasanya jalur pendakian yang pernah kami lakukan ke gunung ini jalur dari Palutungan, atau bahkan Linggarjati.

Tapi kali ini kami putuskan melalui desa Argalingga di wilayah kabupaten Majalangka, lalu turun ke arah Linggarjati-kabupaten Kuningan. Sebab jalur ini dipilih oleh karena kami mendapatkan informasi belum ada tanda atau marka jalan sebagai arah lintasan menuju puncak Ciremai dari desa ini.

Sebagai bagian dari divisi gunung hutan, maka dibuatlah rencana tersebut untuk ditindaklanjuti. Ketika itu siswa yang usai Dikdas yang turut dalam perjalanan ini ada enam "ekor", yakni Yp, As, S,P, Arf, Hw, dan Mt. Sementara aku, dan Eddy sebagai pendamping.

Singkat kata, tidak terlalu sulit untuk tiba di desa ini. Perjalanan sangat menyenangkan, dan kemudian kami membuka tenda di kaki gunung tersebut jauh dari pemukiman warga. Di sini kami melakukan orientasi medan, dan mendiskusikan arah lintasan lewat peta topographi yang kami punya. Usai floting itu disepakati esoknya operasi dilakukan.

Flot peta tidak dimaksudkan untuk membuka jalur baru, tapi memastikan agar di titik punggungan ini mesti dipasang marka atau tanda jalan di area lintasan sebenarnya.

Hari pertama, beberapa titik lintasan sudah terpasang oleh marka hingga di ketinggian tertentu. Di ketinggian yang ketika itu kami ketahui dari altimeter sudah pas kiranya sebagai tempat istirahat bermalam kami. Kali ini tidak membivak, tapi tenda dua buah kiranya cukup untuk melepas letih kami.

Di area ini air sulit sekali. Kami mesti turun jauh untuk mendapatkannya. Suasana sangat indah di kala petang. Angin berembus tiada sungkan. Suara --suara burung seperti kidung nyanyian. Teratur, dan saling bersahutan. Gemericik air dari kejauhan terdengar seperti mengajak untuk dicumbu. Sayang itu "ngecuk" sekali jauh di bibir jurang.

Senja semacam ini kami isi dengan senda gurau sembari menuangkan kreativitas lain. Seperti memasak, membangun api unggun, juga membuat apapun agar area bermalam di sini seperti di rumah layaknya. Hangat, dan menyenangkan.

Arf dan Mt terlihat aktif, dan cekatan di petang ini. Sebagai mahasiswa mereka sudah mau melatih diri. Juga keadaannya sama dengan yang lain, kecuali Hw. Hw cendrung pasif, dan malas. Makanya Eddy kerap memintanya untuk sigap, dan giat mengisi senja dengan aktivitas tersebut.

"Tuan, mesti semangat!" Kata Eddy pada Hw.

"Iya, pelatih." Balasnya ringan sembari ketap ketip keduamatanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun