Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bandot Tua Sialan

20 Agustus 2020   11:34 Diperbarui: 22 Agustus 2020   07:33 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mestinya kaubilang tak punya uang kali ini. Harusnya kaubilang sejak awal agar aku bisa menasehatimu. Menasehatimu agar uang yang kauhabiskan untukku selama ini bisa mengobati penyakit kencing manis binimu. Tapi kaumemang lelaki tua sialan. Keterlaluan!

Aku mengusirnya sambil mengingat hutangnya padaku malam ini. Sembari menjauh dan menahan jijik akhirnya.

Aku sadar. Dan, aku mencatat hutangnya untuk satu malam ini. Biarkan dia menjadi satu-satunya lelaki tua yang punya utang atas niaga yang aku jalani. Tanpa bunga, dan tanpa cicilan. Tetap masa bodoh dengan alasan apapun dari dia.

Tapi sayang seiring waktu tak ada kabar yang aku terima darinya. Justru suatu ketika aku melihatnya. Bandot tua ini sedang mengais sampah di sisi kali yang menjadi tempat pembuangan akhir.

Aku menghampirinya. Aku tagih hutangnya sebelum dia jadi pupuk bumi. Dan ia tidak terkejut di dekatku.

Katanya, anak dan istrinya mengusir dia. Katanya tempat di mana ia kerja bangkrut. Katanya, ia tidur dari satu pos ronda ke pos yang lainnya. Katanya lagi, tak ada uang untuk membayar hutang itu.

Kataku,"tetap bayar hutang itu!"

Tapi dia malah menyerahkan padaku lampu teplok antik mirip yang aku punya dari keranjang sampah yang dibawanya. Sebagai pengganti atas utangnya.

 Aku terima, dan bertanya," darimana punya lampu ini?"

Lelaki tua ini cuma mengalihkan pandang, dan berlalu begitu saja meninggalkanku. Ia menuju tumpukan sampah yang menggunung disusul aroma busuknya yang mulai tajam. Ia kemudian lenyap di antara timbunan sampah yang membukit yang diselimuti kabut asap di sekitarnya.

Aku kemudian pergi, tak lagi peduli. Tak peduli juga dengan apa yang kujalani di masa lalu. Aku tobat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun