Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Warisan Pejuang'45 yang Digadaikan

8 Agustus 2020   12:03 Diperbarui: 12 Agustus 2020   17:04 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beruntungnya ia terpilih, dari tiga calon yang ada. Jadilah ia kepala dusun untuk membantu tugas kepala desa. Aku perhatikan tugas yang diamanatkan padanya dilakukan dengan baik. Sebagai anak pejuang ia perlihatkan juga kegigihannya pada masyarakat desa ini. 

Giat, komunikatif, responsive, dan cekatan dalam bekerja. Rasanya masyarakat dari dusun lain juga punya pikiran yang sama. Bahkan ada yang menilai kelak ia bisa menang pada saat pemilihan kepala desa di masa mendatang.

Tapi sayang, rupanya Bulus punya alasan lain untuk ikut pemilihan kepala dusun ini. Hal ini diketahui kemudian setelah masa menjelang satu tahun jabatannya itu. Ia diintip warga desa kerap mengunjungi desa tetangga di tiap Sabtu malam.

Ada apa? Bulus mengincar kembang desa yang sedang layu, tanpa anak, yang suaminya telah meninggal yang dulunya juga sebagai kepala dusun di desanya itu. Jadi kabarnya perempuan ini berharap ingin mendapatkan suami seorang kepala dusun, tapi dari desa lain.

Oleh karenanya ia nekat menikahi kembang layu itu secara siri akhirnya. Anak, dan istrinya tentu tidak mengetahui, kecuali beberapa orang warga. Bahagia sementara Bulus rasakan. Selanjutnya kehidupan Bulus, dan dua istrinya sekaligus itu dijalani juga dengan biasa saja. Kadang senang, tapi lebih banyak dukanya.

*****

Satu tahun lewat, janji hutang juga ikut melambung. Tapi suatu malam Ia datangi kediamanku, dan mengatakan ingin membayar hutangnya. Tapi anehnya bambu runcing ia bawa, disertai setumpuk dokumen di dalam map, dan medali.

"Untuk sementara, saya belum bisa bayar. Uang tidak ada.  Ini saja aku gadaikan," katanya memelas, dan pucat kurang darah. Seraya berharap hasil panen mendatang bisa mencicil hutangnya itu.

Aku tidak bisa bilang apa-apa usai mendengar yang dikatakan, dan melihat semua yang ia bawa. Oleh karena ada hubungan keluarga, aku maklumi keadaannya. Tapi bagiku semua yang dibawa adalah warisan tak ternilai dari orang tuanya.

Membayangkan kisah kejuangan orang tuanya dulu yang  Bulus pernah ceritakan itu sangat membekas. Tapi bagi dia sebagai anaknya semua benda itu hanya barang bekas semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun