Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Mas Kom, Tuan Pas, dan Ongol-ongol Mbak Lana

12 Juli 2020   12:27 Diperbarui: 14 Juli 2020   18:55 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka berbincang santai, dan Tuan Pas juga belum memastikan waktunya kapan untuk mengoperasikan pabrik warisan dan turun temurun ini. Sudah empat generasi pabrik tempe yang dikelolanya ini berjalan. Dari tiga generasi sebelumnya, pekerja yang direkrut adalah mereka yang punya keturunan dari buyut, nenek, anak, hingga cucu. 

Tapi di generasi keempat, tidak ada lagi, sebab mereka sudah bisa mandiri membuat pabrik sejenis di kampungnya. Dan, yang usia 45 tahun ke atas itu yang dipensiunkan, bukan dari keturunan pekerja sebelumnya.

Di tengah perbincangan muncul Mbak Lana, janda bahenol yang menjajakan kue kering, semacam ongol-ongol. Siang ini ia mengantarkan ongol-ongol untuk dititip jual di warung Mas Kom. Ia senang menitipkannya, sebab Mas Kom tidak pernah menaikkan harga seperti kebanyakan warung lainnya. 

Dari dirinya Rp. 2000, maka Mas Kom menjual pada pelanggannya juga dua ribu perak. Darimana Mbak Lana mengetahui ini? Dari pelanggan lain yang sempat berbincang dengannya tempo hari. Karuan saja ongol-ongolnya laris manis, dan tandas jika dijual di sini.

Rupanya lewat ongol-ongol ini Mas Kom yang perjaka tua, memberi perhatian secara diam-diam pada Mbak Lana. Dan seiring waktu tampaknya perhatian Mas Kom tidak bertepuk sebelah kaki. 

Mbak Lana pun tidak mau buang waktu. Malah ia sering berimajinasi, kelak jika sudah disunting Mas Kom, maka ia tidak perlu berkeliling kampung. Cukup di warung ini saja jadi ma'mum Mas Kom melayani pelanggan.

"Selamat siang Tuan Pas," sapa janda ini tersenyum dan melirik pada pelanggan Mas Kom.

"Aduh itu senyum manis sekali Mbak," balas Tuan Pas sembari nyeruput kopi, dan membiarkan Mbak Lana meletakkan jajakannya di samping nampan yang berada di dekat Tuan Pas.

Mas Kom sudah mengerti cara Mbak Lana meletakan kuenya dan di mana di tempatkan. Kendati agak bersenggolan dengan Tuan Pas. 

Mas Kom juga tidak perlu bicara banyak tentang kebiasaan janda ini sejak mulanya menitipkan jual ongol-ongol. Karenanya Mbak Lana tahu persis, Mas Kom sangat pemalu bila berhadapan dengan perempuan. 

Makanya tiga kali pertemuan saja, Mbak Lana paham betul bahwa Mas Kom menaruh hati padanya. Dan sebagai single fighter tanpa anak, Mbak Lana tidak membuang kesempatan baik pada pria yang punya prospek jelas ini. Jadi ia cukup sigap saja meletakan kuenya sebagai isyarat atau tanda bahwa ia merespon apa yang disimpan di dalam hati Mas Kom padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun