Dan, ini sangat berbanding terbalik bila kita menulis suatu opini yang didasarkan atas tesa yang muncul dipermukaan yang kemudian dianalisa untuk mendapatkan satu antitesa sekaligus sintesa yang dapat memberikan pencerahan bagi pembacanya.
Rumit memang jika modal isi kepala kita hanya membangun opini yang asal-asalan dalam bentuk tulisan. Itu. Hal semacam ini tentu bisa dicermati oleh pembaca mengenai latar dari penulis tersebut. Jika sekadar ingin menggugurkan ketidak sukaan terhadap suatu isu, maka ditulis saja senyamannya, tanpa memperhatikan konstruksi logika yang mesti dibangun dan dikembangkan.
Namun banyak juga yang mengembangkan dan menulis opini dengan struktur kalimat berbasis data yang sangat teoritis, sekaligus njelimet untuk dipahami. Dan, ini sangat menarik jika pelan-pelan dibacanya, pendeknya pembaca jadi tau soal latar isu, baik lokal maupun nasional yang menjadi atensi masyarakat. Malah atas tulisan opini itu bisa juga pembaca digiring pada satu fakta yang selama ini tidak diketahuinya. Seru juga opini semacam ini.
Karenanya, ini soal pengalaman menulis cerita pendek, bahkan membaca cerpen dari penulis lain di Kompasiana, maka didapat satu pemahaman, bahwa menulislah cerita apa yang ingin diceritakan, tanpa terpenjara oleh layak tidaknya untuk dibaca.Â
Tuangkan semua isi kepala ketika ingin menulis, dan posisikan cerita itu berdasarkan apa yang ada dipikiran. Seolah-olah barangkali kita sedang bercerita sesuatu hal pada anak-anak kita. Dan, untungnya ada media yang bisa menawarkan alternatif untuk terus belajar di sini. Jadi hatur nuhun nya, Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H