Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Belajar Membangun Imajinasi lewat Cerpen

15 Mei 2020   02:04 Diperbarui: 15 Mei 2020   02:14 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada atau tidak ada wabah Corona bagi pegiat literasi yang juga hobi menulis, keinginan untuk menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan senantiasa hadir kapan saja. Apalagi yang sudah kadung menyukai tulisan berupa cerita pendek. 

Tiap saat di benak selalu muncul keinginan untuk membagi cerita lewat tulisan. Hanya saja perlu disortir, apa tulisan yang diceritakan ini mengandung unsur SARA atau pornoaksi. Yang sekiranya mengandung unsur tersebut patut untuk disimpan sebagai arsip saja. Tak perlu dibagi, sebab  bakalan heboh nantinya.

Dan selain itu, pastinya juga sudah banyak para praktisi maupun penulis ternama yang mengulas soal bagaimana menulis cerita pendek atau semacam novel misalnya yang mudah dipahami alur ceritanya. 

Segala teknik dan cara jitu untuk bisa tulisan itu diterima pembaca, atau dipandang punya kesan usai membacanya kerap dibagikan sebagai bekal referensi. Namun begitu satu hal yang menarik dari kebiasaan menulis cerita pendek adalah mengalirnya gagasan yang tidak terduga itu datang seketika.

Gagasan yang datang ini juga tidak perlu alat bantu semacam referensi dari sumber tertentu untuk menguatkan isi cerita. Tetapi hanya didasarkan atas data yang berbasis di kepala saja. Entah itu soal drama sayang-sayangan, persahabatan, kedukaan, kelucuan, bahkan dongeng sebisanya, serta lain sebagainya.

Bagi penulis cerita pendek sekelas pujangga, biasanya banyak kata atau kalimat yang ditulis dengan indah, dan dengan pola sebagaimana kisah cinta Layla dan Majenun, atau perburuan cinta Rahwana pada Dewi Shinta. 

Penulis semacam ini sudah ada pada tingkat wali, barangkali. Namun demikian di Kompasiana amat jarang yang melukiskan suatu cerita pendek dengan ungkapan semacam itu. Kalau ada boleh juga untuk berbagi, cara bagaimana bisa membuat tulisan dengan kosa kata demikian.

Karena sejatinya, kemampuan menulis dengan ungkapan yang tidak biasa semacam itu tentu sudah banyak memakan buku sejenis ribuan kali, sehingga tiap cerita pendek yang ditulis dan ditayangkan selalu seperti itu. 

Kalau cuma sekali-kali saja bagaimana? Ini tidak masalah, hanya saja jangan meniru lewat buku atau kamus, sebab justru mematikan imajinasi yang sedang ditulisnya.

Imajinasi dalam menulis suatu cerita tanpa referensi memang dibutuhkan kemampuan untuk membaca situasi yang tengah dihadapi lingkungan terdekat, seperti keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar.  

Bahkan informasi yang sifatnya aktual dari berbagai media social juga bisa jadi bahan untuk membangun imajinasi itu. Hanya saja tidak semua dapat merekamnya menjadi suatu tulisan yang menarik. Kalau toh ada seringkali cerita yang ditulis itu tidak mengalir, cendrung melompat-lompat, di antara paragraph yang satu dengan paragraph berikutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun