Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pohon Angker di Tengah Sawah

13 Oktober 2019   18:58 Diperbarui: 16 Oktober 2019   19:25 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hehehe, mana bisa saya bantu tengah malam begitu. Kan saya bukan buruh lagi. Ada-ada saja Kartam."

Benar saja tengah malam, Kartam dan haji Torib menuju sawahnya di mana pohon mangga itu berada di antara sawahnya, dan sawah milik desa.

"Kartam ayo cepat! Itu kamu ke sana,susuri jalan air sampai pohon mangga itu,"perintah haji Torib sambil berdiri di atas tegalan sawah di sisi jalan. Seraya ia menyuruh aliran air ke sawah milik  Dapi juga di belokkan ke sawahnya.

Kartam sesaat terkejut mendengarnya. Urusan jalan ke sana saja belum selesai, tiba-tiba ada perintah susulan yang membuatnya serba salah.

"Maaf pak Haji. Kalau untuk aliran yang ke kang Dapi itu,diganti saja dengan aliran sawah desa. Bagaimana?"

"Kamu itu, sudah jelas sawah si Dapi. Malah sawah desa. Ayo cepat kerjakan,"sahut Haji Torib lebih keras.

Meski hanya diawasi dari kejauhan, Kartam tetap melaksanakan perintah itu. Ia berjalan menyusuri tegalan. Namun persis di dekat pohon mangga itu ia tersentak kaget, sesosok makhluk hitam, tinggi dan kekar tengah berayun-ayun di ranting pohon mangga yang agak besar. Makhluk itu terkekeh-kekeh sambil menyebut namanya.

Sontak Kartam terdiam dan menggigil. Matanya terpejam enggan melihat. Celananya mulai basah. 

Kata makhluk itu sambil berayun-ayun menahan tawa," Hai Kartam, mau kau apakan sawah milik orang itu. Orang yang punya sawah itu sangat baik sama kamu. Jangan kau turuti perintah majikanmu. Segeralah pulang. Kalau kau dipecat bilang saja sama pemilik sawah yang akan kamu usili ini. Nanti ia akan memperkerjakan kamu. Cepatlah, pulang sebelum aku cekik batang lehermu."

Kartam seperti prajurit komando, mendengar perintah itu, tanpa pamit ia balik kanan, langsung loncat dan berlari sekuat tenaga menyusuri tegalan. Ia terpeleset lalu langkahnya diseimbangkan, terpelanting pula tapi bangun, terjatuh ia tetap bangkit, dan berlari menjauh juga menjauhi Haji Torib yang tengah lelap di pos ronda.

Kartam pun tiba di rumah di tengah malam itu. Wajah dan tubuhnya diselimuti lumpur sawah. Ia gedor pintu rumahnya sekuat tenaga, tanpa suara berulang-ulang. Istrinya mendengar pada gedoran pertama, tapi ragu untuk membuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun