Mohon tunggu...
Erson Bani
Erson Bani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis buku "Lara Jasad" (2023), "Melayat Mimpi" (2023), Senandika dari Ujung Negeri: Kumpulan Opini dan Esai tentang Pendidikan, Sosial, Budaya, dan Agama (2024)

Hanya ingin mengabadikan kisah lewat aksara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekerasan Seksual: Saatnya Menghentikan Pelestarian Culture of Silence

15 Februari 2022   21:54 Diperbarui: 15 Februari 2022   22:15 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuannya adalah agar kakinya tidak menginjak duri atau benda tajam yang bisa melukainya karena ketika berjalan, raja tersebut tidak memakai sandal. Raja yang berjalan jauh tetapi tidak memakai sandal yang seharunya bias ia lakukan dengan mudah dan sangat masuk akal daripada ia harus meminta orang lain untuk membentangkan karpet di sepanjang jalan.

Kisah singkat ini berkaitan dengan keadaan perempuan ketika mengalami kekerasan seksual dan dianggap sebagai sumber kesalahan. Ada yang mengatakan, jika perempuan ingin agar tidak terjadi hal seperti itu, berpakaianlah yang sopan. Berhadapan dengan pernyataan seperti ini, coba kita melihat bagaimana kekerasan seksual yang terjadi pada anak yang dilakukan oleh ayah kandungnya dan orang-orang terdekatnya.

Berdasarkan data dari survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA), seakan menepis pernyataan tentang kekerasan terhadap perempuan karena cara penggunaan pakaian. KRPA melakukan survei dengan melibatkan para korban kekerasan seksual berjumlah 32.341 responden. 

Hasil survei menegaskan bahwa kekerasan seksual yang terjadi bukan karena faktor penggunaan pakaian yang terbuka. Sebanyak 17,47 % atau sebanyak 5.651 responden yang mengatakan bahwa pakaian yang mereka pakai pada terjadinya kasus ini adalah rok atau celana panjang. 

Sebanyak 15,82 % atau 5.117 responden yang mengatakan bahwa mereka menggunakan baju lengan panjang. Apakah kita masih bisa mengatakan bahwa cara berpakaian perempuan menjadi sumber kesalahan? Tentu tidak. Lalu apa yang masih menjadi tugsa yang harus dibenahi? Ini berkaitan dengan perasaan manusia yang menganggap orang lain masih sebagai yang lain dari dirinya dan hilangnya budaya sensibilitas.

Budaya sensibilitas (kepekaan) terhadap situasi dan kepada orang lain sangat dibutuhkan oleh setiap manusia. Kecerdasan intelektual saja belum tentu bisa membantu seseorang menghidari tindakan kekerasan seksual. 

Secerdas apapun manusia, ia adalah binatang yang berpikir seperti yang dikatakan oleh Aristoteles. Jadi, ia tidak bisa melepaskan diri dari "kebinatangan" yang melekat dalam dirinya. Yang membedakan manusia dengan binatang adalah akal budi (rasio) dan perasaan atau sensibilitas. Akal budi membantu manusia membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. 

Pembedaan antara yang baik dan yang buruk berkaitan dengan keinginan manusia. Untuk itu, manusia tidak hanya membutuhkan kecerdasan intelektual, tetapi harus memiliki sensibilitas.

Berkaitan dengan sensibilitas ada dua hal yang berkaitan dengan peristiwa kekerasan seksual. Yang pertama sensibilitas dari kaum perempuan. Yang dimaksudkan dengan sensibilitas dalam hal ini yakni berkaitan dengan suara hati (conscience) seorang perempuan. 

Biasanya perasaan ini hadir sebelum peristiwa kekerasan seksual terjadi. Seorang psikolog menulis bahwa seorang perempuan tidak boleh mengabaikan firasat yang yang ada dalam dirinya ketika berhadapan dengan situasi yang mencurigakan. 

Ia harus bisa mengambil keputusan sendiri dan jangan mengatakan bahwa ini hanya perasaan yang biasa (Mona Suginato dalam bukunya Heaven on Earth). Kepekaan untuk mengikuti firasat atau suara hati sangat penting. Melawan suara hati hanya akan menimbulkan penyesalan yang berkepanjangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun