Melihat anak kita, di usia balita sudah suka membaca, mencintai kegiatan membaca, dan hal lainnya yang berkaitan dengan buku, pasti sangat menyenangkan. Hingga banyak orang tua, mendaftarkan anak-anak mereka ke bimbel, ke les calistung atau les tambahan ke guru-guru di sekolahnya.
Saya punya pengalaman tentang mengajarkan anak suka membaca. Saat itu anak sulung saya masih berusia empat tahun. Suatu pagi, sekitar jam 09.00, saya mendapatkan telepon dari guru di TK-nya, jika anak saya harus dilarikan ke UGD, karena terjatuh.
Sulung saya itu, terkenal pendiam sekali, bahkan banyak yang bilang, jika sulung tak bisa bicara alias tuna wicara.
Seperti biasanya, sesampainya di UGD, saat saya tanyai kronologi dia terjatuh. Dia hanya diam. Airmata bercucuran deras.
Begitulah putri saya, menangispun dia tanpa suara. Hati saya sangat sedih sekali, melihat gigi depannya lepas, dengan gusi yang membiru.
Sejak saat itu, saya memutuskan untuk berhenti bekerja, dan fokus untuk putri saya. Ternyata putri saya, mengalami speech delay.
Saat itu poin utama, yang saya dapatkan dari dokter adalah, kurangnya interaksi atau komunikasi dengan orang tua. Saat kami orang tua pontang-panting mencari uang, yang katanya untuk membahagiakan anak, ternyata kami sudah mengabaikan hal, yang sangat dibutuhkan, yaitu komunikasi dan bounding yang manis dan kuat dengan putri saya.
Saya mengambil inisiatif untuk mulai membacakan buku dan mengajarkan calistung sendiri di rumah. Selama ini saya hanya menyerahkan semua itu di TK. Berpikir untuk mendidik itu adalah kewajiban Ibu-Bapak Guru di sekolah.
Intens dan konsisten saya memberikan waktu khusus untuk putri saya. Setahun kemudian ada kemajuan yang signifikan pada putri saya. Dia mulai berbicara dan menjawab setiap ditanya. Kemampuan berkomunikasinya mulai meningkat.
Suatu ketika dia bicara; "Ma..., ingat waktu aku masuk UGD? Aku didorong oleh teman, yang selalu merundung aku! Aku ingin bicara, tapi tak tahu harus bicara apa?"
Kata-katanya itu sangat menampar saya. Betapa egoisnya saya sebagai orang tua. Sejak itu saya terus membacakan buku cerita tiga kali dalam sehari, bahkan lebih. Kegiatan itu membawa dampak besar bagi putri saya.