Mohon tunggu...
Ersa Awwalul
Ersa Awwalul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Historical Studies

you can do it

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi dalam Menyusun Militer Sejarah di Indonesia" Karya Katharine E. McGregor

15 November 2022   22:24 Diperbarui: 15 November 2022   22:31 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bab II Nugroho Notosusanto dan awal mula pusat sejarah angkatan bersenjata

Nugroho Notosusanto yaitu seorang propagandis yang paling penting dalam rezim Orde Baru. Beliau bukan hanya sebagai Kepala Pusat Sejarah ABRI (1965-1985) dan Menteri Pendidikan, akan tetapi juga yang menciptakan konsolidasi terbitan versi resmi usaha kudeta 1965 yang menjadi dasar legitimasi rezim Orde baru. Nugroho berasal dari keluarga priyayi dan memiliki wawasan yang kosmopolitan. 

Banyak orang yang mengenal Nugroho digambarkan sebagai bangsawan yang tenang dan mampu mengendalikan diri dengan sifat ideal Jawanya. Nugroho pada masa muda telah menunjukan komitmen yang teguh kepada kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan dalam bulan Desember 1949, pemerintah Republik Indonesia menawarkan pendidikan militer di Breda, Belanda. 

Nugroho merasa sedikit kehilangan karena tidak meniti karir di bidang militer. Tahun 1950-an Nugroho menerbitkan surat yang dimuat dalam Kompas bagi mantan anggota Tentara Pelajar. Nugroho mengutarakan pandangannya tentang ciri-ciri yang membedakan generasinya dengan generasi sekarang. 

Dalam surat tersebut, Nugroho menunjukan kekesalannya dengan nada yang agak merendahkan kepada pemimpin sipil dan dengan jelas membedakan antara mereka yang berjuang untuk kemerdekaan dengan memanggul senjata. Pemikiran bahwa generasi 1945 memberikan sumbangan inti kepada tercapainya kemerdekaan menjadi tema yang dominan dalam ideologi periode awal Orde Baru. 

Selaras dengan tujuan untuk melawan adanya sejarah versi yang dibuat Sanusi, buku "Sedjarah singkat perdjuangan bersendjata bangsa Indonesia" menekankan Peristiwa Madiun. Buku ini menekankan bahwa pada saat peristiwa Madiun terjadi, militer sedang menghadapi ancaman terbesar dari Belanda, karena hal tersebut pemberontakan PKI merupakan kemunduran besar bagi Republik. Adanya edaran tulisan Nasution hanya kepada kalangan di dalam militer saja menunjukan bahwa hanya kepada kalangan di dalam militer saja yang menunjukan sikap dalam tulisan tersebut yang relatif berani tentang Madiun. 

Bab III Sejarah untuk membela rezim Orba

Ada beberapa teori yang menduga gerakan peristiwa 1 Oktober 1945 merupakan suatu peristiwa internal militer yang melibatkan sejumlah pimpinan komunis atau akibat keretakan dalam partai antara Aidit dan Njoto yang mana mereka adalah ketua dan wakil Komite Sentral PKI. Disini peran Nugroho berhasil menerbitkan buku yang mengidentifikasi kudeta tersebut sebagai komplotan komunis hanya dalam jangka waktu empat puluh hari. Pusat sejarah ABRI sudah beroperasi ketika usaha kudeta terjadi. Di bawah arahan Nugroho, Pusat sejarah ABRI langsung bekerja dengan tujuan segera menerbitkan narasi usaha kudeta versi Angkatan Darat. Hasilnya yaitu 40 hari Kegagalan "G-30-S" 1 Oktober-10 November, sebagian besar propaganda Angkatan darat yang tujuannya membuktikan bahwa kudeta adalah persekongkolan komunis. 

Dalam prakata versi bahasa Inggris kisah usaha kudeta disebutkan bahwa buku tersebut ditulis sebagai tanggapan terhadap "kampanye yang dilancarkan beberapa kalangan di negara barat untuk menentang pemerintahan Orde Baru". Saktinya filsafat nasional, Pancasila adalah konsep utama dalam monumen Lubang Buaya dan setiap tahunnya diselenggarakan peringatan di tempat ini. Suharto menyiratkan bahwa mulai 1 Oktober 1965 dan seterusnya, rakyat dibawah arahan Soeharto dan angkatan darat memeluk pancasila dan menolak semua ideologi lain terutama komunisme yang sudah dilarang tahun 1966. 

Bab IV Mengkonsolidasi kesatuan militer

Faksionalisme merupakan ancaman yang berat bagi militer yang berpolitik. Penting bagi mereka untuk memastikan adanya kesatuan yang cukup kuat lintas angkatan dan generasi militer. Awal periode Orde Baru, militer di Indonesia sudah mengalami perpecahan internal beberapa kali. Penyebab utamanya yaitu adanya konflik antara generasi KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) yang lebih tua dan dilatih oleh Belanda dengan generasi PETA (Pembela Tanah Air) yang lebih muda dilatih oleh Jepang. Konflik tersebut memicu perselisihan pendapat di dalam tubuh militer dan antaravmiliter dengan parlemen pada peristiwa 17 Oktober 1952. Menjelang akhir periode Demokrasi terpimpin faksionalisme ini melemahkan kekuasaan militer. Selama masa akhir periode Demokrasi Terpimpin, Presiden Sukarno memupuk perpecahan di dalam Angkatan darat khusunya mereka yang secara pribadi mendukungnya dengan mereka yang berdiri di belakang Nasution. Sukarno mengadu domba keempat angkatan untuk membatasi kekuasaan politik Angkatan Darat. Setiap angkatan mempunyai doktrin, intelijen, struktur komando dan panglimanya sendiri serta pada tahap awal Orde baru mengkonsolidasi kesatuan di dalam angkatan bersenjata merupakan prioritas utama angkatan darat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun