Mohon tunggu...
Erry M Subhan
Erry M Subhan Mohon Tunggu... Lainnya - Fotografer/Videografer Freelance, Kontributor untuk beberapa agensi Photo Stock

Suka jalan-jalan menyambangi daerah-daerah dan bertemu dengan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Zahra dan Jaro Sami

10 Januari 2025   07:49 Diperbarui: 10 Januari 2025   07:49 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah sudut desa Baduy Luar ( Sumber : dokumen pribadi )

Anak sulung saya, Zahra, saat pertama kali saya bawa ke Baduy Dalam usianya baru menginjak 5 tahun.

Karena usia Zahra yang masih sangat belia, saya berpikir ada baiknya memberi kabar ke teman-teman saya warga Cibeo. Untuk mengantisipasi segala kemungkinan terburuk.

Saya menelepon seorang kenalan saya yang ada di Ciboleger agar menyampaikan info rencana kedatangan saya pada warga Cibeo yang bisa dia temui.

Ciboleger adalah sebuah desa yang menjadi pintu masuk bagi wisatawan yang hendak mengunjungi perkampungan Baduy. Baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam. Warga Cibeo kerap datang ke Ciboleger untuk berbagai keperluan.

Tiap harinya kita akan menjumpai orang Baduy Dalam di desa Ciboleger. Itu sebabnya saya menghubungi seorang rekan yang tinggal di Ciboleger. Karena dengan demikian berita yang ingin saya sampaikan bisa diterima oleh orang-orang yang saya maksud.

Diujung telepon rekan saya mengatakan akan menyampaikan pesan segera. Dia juga mengatakan kebetulan saat itu Jaro Sami sedang berkunjung kerumahnya. Dia akan menyampaikan pesan saya langsung ke Jaro Sami.

Jaro Sami adalah kepala desa Cibeo, kenal baik dengan saya. Jadi rasanya pesan saya diterima orang yang tepat.

Keesokan harinya, selepas tengah hari saya tiba di desa Nangerang. Sebuah desa yang dalam pesan saya dijadikan titik pertemuan saya dengan teman-teman dari Cibeo. Saya kaget karena teman-teman yang menjemput berjumlah 11 orang.

Pak Narja, seorang teman dekat saya yang termasuk dalam rombongan menjelaskan bahwa tadi pagi Jaro Sami mendatangi mereka satu persatu di ladang. Jaro Sami menyampaikan kabar bahwa saya akan datang bersama anak saya. Untuk itu Jaro Sami minta yang menjemput jangan cuma 1-2 orang saja.

Bukan main luar biasa perhatian Jaro Sami pada saya dan Zahra. Hingga beliau mengutus begitu banyak warga untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan kami.

Zahra benar-benar menikmati kunjungan 3 hari 2 malamnya ke Baduy Dalam. Hanya beberapa saat setelah tiba di Cibeo, Zahra sudah akrab dengan beberapa bocah. Bermain dan berlari kesana kemari dengan gelak tawa.

Keberadaan Zahra saat itu cukup menjadi perhatian. Baik para wisatawan yang sedang berkunjung ataupun warga Cibeo sendiri. Kebanyakan para wisatawan merasa aneh dan kaget ada anak kecil yang bisa sampai ke daerah yang jauh dari mana-mana.

Para wisatawan itu memang berjalan kaki 3 hingga 4 jam dari Ciboleger untuk sampai ke Cibeo. Beberapa dari mereka harus dipapah karena tak sanggup lagi melangkah, beberapa tampak setengah pingsan. Jadi agak mengejutkan bila mereka menjumpai anak usia 5 tahun yang bukan anak asli Baduy Dalam sedang berlarian kesana kemari dalam kondisi segar bugar.

Mereka belum tahu bahwa kami tidak melewati jalur yang sama dengan mereka. Jalur yang kami lalui hanya memakan waktu 50 menit saja.

Selang 10 tahun kemudian, saya dan Zahra kembali lagi ke Cibeo. Zahra saat itu baru menyelesaikan pendidikan di bangku SMP.

Kejadian yang membuat saya terkejut adalah kala saya bertemu dengan Jaro Sami di sisi barat alun-alun desa CIbeo. Beliau saat itu tampak berjalan agak tergopoh-gopoh menapaki jalan berbatu . Langkahnya seketika berhenti saat melihat keberadaan saya. Beliau agak terkejut karena tidak mendengar kabar sebelumnya tentang kedatangan saya.

" Lho, pak Erry kapan datang ?" tanyanya sambil menjulurkan tangan untuk bersalaman.

"Kemarin sore." Jawab saya sambil menyambut uluran tangannya .

Segera saya mengundang beliau untuk sarapan bersama di rumah kang Jakri, tempat saya menginap.

Namun beliau menolak dengan sopan. Beliau beralasan harus segera ke ladang untuk mengurus tanamannya.

Tak ingin menyerah karena masih ingin berbincang-bincang dengan sang kepala desa yang walaupun sudah berumur tapi nampak gagah ini, saya terus membujuk.

" Kalau Jaro buru-buru harus ke ladang, bagaimana kalau kita ngopi aja. Kan gak makan waktu lama kalo ngopi-ngopi saja." Kata saya kemudian.

Jaro Sami tetap menolak. Sambil meminta maaf berulang dia nyatakan harus segera mengurus ladangnya karena dalam perhitungannya dia sudah kesiangan.

Sambil tersenyum walaupun memendam rasa kecewa saya membiarkan Jaro Sami melangkah pergi. Entah mengapa saya tak beranjak dari tempat saya berdiri. Mata saya lekat memandangi punggung kokoh sang kepala desa yang melangkah menjauh. Sepasang kaki kokoh yang tak pernah mengenal alas kaki itu mengayun begitu mantap.

Namun setelah beberapa langkah tiba-tiba langkahnya terhenti. Jaro Sami membalikkan badannya ke arah saya lalu bertanya .

"Bapak kesini ( Cibeo ) sama siapa ?"

"Sama anak saya." Jawab saya sambil penasaran kenapa beliau menanyakan itu.

"Sama Zahra ?'' Tanyanya lagi dengan raut wajah yang berbinar.

Senyum lebar langsung terkembang saat saya mengatakan saya datang bersama Zahra. Kemudian beliau melangkah menutup jarak yang ada diantara kami.

"Kalau begitu ayo kita sarapan bersama. Sekalian saya mau ketemu Zahra. Sudah sebesar apa dia sekarang?"

Saya hampir tak percaya dengan apa yang saya dengar. Tentu saya senang karena Jaro Sami akhirnya mau sarapan Bersama dengan saya. Tapi yang lebih mengherankan saya adalah belaiu masih ingat nama anak saya, Zahra.

Sepuluh tahun waktu telah berlalu. Entah sudah berapa puluh purnama terlewat. Diantara sekian ratus mungkin ribuan tamu yang datang ke Cibeo. Belum lagi usia Jaro Sami yang sudah lebih dari setengah abad, beliau masih menyimpan memori akan seorang anak yang pernah datang ke Cibeo meski hanya satu kali.

Bahagia bercampur rasa bangga yang tak terlukiskan berbaur menjadi satu. Apalagi ketika saya melihat bagaimana raut wajah Jaro Sami saat bertemu dengan Zahra.

"Wah, Zahra sudah lebih tinggi dari Jaro." Selorohnya sambil menyambut tangan Zahra dan menggenggamnya dengan erat. " Dulu kamu waktu kesini tingginya masih segini." Lanjutnya sambil menggambarkan tinggi anak-anak usia 5 tahun dengan tangannya.

Pagi itu keceriaan berlanjut. Saya sudah tak ingat persis apa menu sarapan kala itu. Tapi bagi saya itu adalah sarapan ternikmat yang pernah saya rasakan saat saya berada di tanah ulayat Urang Kanekes.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun