Sore itu dr Riza memutuskan untuk memeriksa warga yang sakit. Saya dan beberapa warga lain ikut menemani.
Kami berbincang soal penyakit, kesehatan dan obat obatan. Suku Baduy Dalam lebih mengutamakan obat-obat herbal dalam penyembuhan. Ilmu yang diwarisi nenek moyang mereka secara turun temurun.
Namun belakangan mulai banyak kasus dimana penyakit yang diderita warga tak bisa diatasi hanya dengan mengandalkan obat dari tumbuh-tumbuhan yang ada disana.Celakanya beberapa kasus menyebabkan kematian.
Seperti yang pernah saya jumpai beberapa waktu sebelumnya. Seorang anak meninggal karena diare.
Dari soal herbal obrolan beralih ke obat-obat modern lalu berlanjut lagi membahas alat-alat modern.
Orang Baduy Dalam yang setia dengan pola hidup yang telah digariskan leluhur mereka ratusan tahun lalu tentu tidak memiliki peralatan modern. Hukum adat melarang mereka memilikinya. Tidak ada peralatan yang berbau teknologi dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Tidak ada aliran listrik. Bahkan masyarakat Baduy meminta pada pemerintah agar tidak ada sinyal telekomunikasi di wilayah mereka.
Kita mungkin sulit membayangkan hidup tanpa komputer, laptop, televisi atau handphone. Entah bagaimana rasanya hidup tanpa benda-benda itu semua.
Tergelitik oleh rasa ingin tahu saya bertanya pada Kang Jasrip, seorang warga Baduy Dalam yang sering bertandang ke rumah saya.
" Kang Jasrip, handphone ini kan memudahkan kita dalam urusan sehari-hari, apakah kalian tak pernah terpikir untuk memiliki ?" tanya saya sambal membolak balik HP milik saya.
Kang Jasrip yang saat itu usianya masih sekitar 30 an sambil tersenyum dengan tenang menjawab.