Setiap tanggal 1 Desember kita memperingati Hari AIDS Sedunia (HAS). Sejak tiga dasawarsa yang lalu, tanggal 1 Desember merupakan momentum untuk menumbuhkan kesadaran semua orang terhadap penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yang disebabkan oleh Human  Immunodeficiency Virus (HIV).
Penyebaran penyakit HIV/AIDS saat ini menunjukkan adanya peningkatan meskipun berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Peningkatan ini didukung oleh semakin tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, peningkatan perilaku seksual yang tidak aman dan penyalahgunaan NAPZA melalui suntikan, secara simultan meningkatkan risiko penyebaran penyakit HIV/AIDS.
Menurut Depkes RI, permasalahan HIV/AIDS menjadi tantangan kesehatan hampir di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan sampai dengan Juni 2018, HIV/AIDS telah dilaporkan kejadiannya oleh 433 (84,2%) dari 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia.
Jumlah akumulasi infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak 301.959 jiwa (47% dari estimasi jumlah ODHA/penderita dengan HIV AIDS tahun 2018 sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan pada kelompok usia 25-49 tahun dan 20-24 tahun. Provinsi dengan jumlah infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta (55.099), diikuti Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah (24.757).
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh retrovirus, yang menyerang sistem imun manusia. Virus ini menggunakan DNA dari CD4 dan limfosit untuk memperbanyak diri dan merusak CD4 lama. Setelah CD4 tersebut mati maka virus ini akan merusak CD4 yang baru. Jika jumlah CD4 dalam plasma mengalami penurunan maka kondisi ini dapat mengakibatkan sistem imun tubuh ikut mengalami penurunan sehingga akan mudah terkena infeksi.
Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) akan menjalani kehidupan mereka dengan beban virus yang ada dalam dirinya. Kondisi ini menyebabkan ODHA akan selalu merasa khawatir akan kehidupannya karena terancam kematian.
ODHA menjadi cepat lelah, mengalami demam yang terus menerus, penurunan berat badan secara drastis hingga terkapar lemas di atas tempat tidur. Pada akhirnya mereka akan mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari bahkan mereka tidak mampu untuk bekerja lagi. Ketidakmampuan ini mengindikasikan bahwa mereka mengalami penurunan kualitas hidup.
OHDA menghadapi berbagai jenis gejala terkait HIV dalam jangka waktu yang lama dan harus berjuang untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial, kemiskinan, depresi, penyalahgunaan obat-obatan/zat adiktif, dan keyakinan budaya yang mempengaruhi kualitas hidup penderita. Peningkatkan kualitas hidup merupakan tujuan utama dalam memberikan perawatan dan dukungan untuk ODHA.
Obat atau terapi untuk menyembuhkan penyakit HIV belum ada sampai saat ini, namun penyakit HIV dapat dikendalikan dengan mengkonsumsi ARV secara rutin. Cara kerja ARV adalah menekan serta menggangu proses replikasi virus dalam tubuh, dan CD4 dalam tubuh akan meningkat, maka proses terjadinya AIDS dapat diperlambat dan angka kesakitan dan kematian akibat AIDS dapat dikurangi.
ODHA dapat bertahan hidup lebih lama jika mengkonsumsi ARV, karena ARV mampu menekan perkembangan virus HIV. Jika ODHA patuh mengkonsumsi ARV makan waktu ketahanan terhadap penyakit kemungkinan besar akan sama dengan orang yang sehat tanpa penyakit HIV.
Mengkonsumsi ARV pada penderita HIV akan sangat membantu untuk menurunkan jumlah virus dalam darah, dengan mengkonsumsi ARV secara rutin diharapkan ODHA mempunyai harapan hidup yang sama dengan orang normal yang tidak terinfeksi HIV.
Jika ARV tidak dikonsumsi secara tepat dan rutin maka CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan 1,5 sampai 2,5 tahun. HIV tanpa pengobatan ARV kemampuan untuk bertahan rata-rata kurang dari 200 sel/mm3 adalah 3,7 tahun sebelum penyakit HIV berkembang menjadi stadium AIDS.
ODHA yang memulai terapi ARV dengan jumlah CD4 tinggi cenderung lebih lama untuk berkembang penyakitnya pada stadium klinis AIDS yaitu dalam median waktu 27,5 bulan.
Jika dibandingkan dengan ODHA yang memulai terapi ARV dengan jumlah CD4 rendah sangat jauh perbandingannya yaitu hanya memiliki waktu bertahan 5 bulan dengan penurunan waktu bertahan 35% dalam 5 bulan pertama memulai ARV.
Kadar CD4 yang rendah pada awal melakukan terapi ARV dikaitkan dengan rendahnya peningkatan CD4 berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa jumlah CD4 yang rendah pada awal terapi ARV lebih sulit meningkatkan jumlah CD4.
ODHA dengan kualitas hidup yang baik akan memiliki peluang memiliki angka harapan hidup yang lebih baik hingga mencapai 10 tahun atau lebih.
Deteksi dini HIV penting dilakukan dalam mendukung pencegahan atau memperlambat terjadinya AIDS. Demikian juga perlu peningkatan pengetahuan ODHA tentang cara peningkatan daya tahan tubuh melalui pengobatan ARV maupun pola kehidupan sehat sehari-hari agar kualitas hidup ODHA dapat meningkat sehingga mereka bisa menjalani kehidupan secara normal dan produktif.
SUMBER:
Handayani, F., Sari, F. & Dewi, T. 2017, 'Faktor yang memengaruhi kualitas hidup orang dengan HIV / AIDS di Kota Kupang Factors affecting quality of life of people living with HIV / AIDS in', Berita Kedokteran Masyarakat, vol. 33, pp. 509--14.
Munfaridah, M. & Indriani, D. 2018, 'Analisis Kecenderungan Survival Penderita HIV (+) dengan Terapi ARV Menggunakan Aplikasi Life Table', Jurnal Biometrika dan Kependudukan, vol. 5, no. 2, p. 99.
Rokhani & Mustofa 2018, Kualitas Hidup ODHA Setelah 10 Tahun Dengan HIV / AIDS, vol. 1, pp. 58--63.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H