Si petugas yang mengaku pimpinan TPS itu untuk kesekian kalinya memohon agar si ibu menghapus video dan foto hasil bidikannya. Tentu saja si ibu menolak karena dia tahu betul bahwa tidak ada larangan bagi publik untuk merekam peristiwa di TPS. Bukankah itu bagian yang baik untuk memberikan umpan balik bagi perbaikan Pilkada?
Sambil tersenyum dan menerima ucapan maaf dari petugas, si ibu yang tak suka dengan ribut-ribut dan debat tak mutu itu selekasnya berlalu dari situ. Dia diantar ke Stasiun Cibinong oleh anaknya untuk kemudian naik komuter menuju rumah adiknya di Jakarta.
Sebelum meninggalkan TPS, si ibu dan anaknya masih sempat menyaksikan sejumlah warga berdatangan ke TPS. Entah itu pemilih tetap yang senasib dengan dirinya dan sudah sempat pulang ataukah mereka bukan pemilih tetap yang memang baru kan dilayani pada pukul 12 sampai 13 siang seperti ketentuan yang diucapkan oleh petugas yang mengaku pimpinan di TPS itu.
Si ibu kembali ke rumahnya sekitar pukul setengah sebelas malam, dijemput oleh anaknya. Setelah selesai membereskan keperluan untuk tugas pagi hari, si ibu segera masuk kamar dan menuliskan diary ini. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H