Suaranya keras. Membuat petugas di meja pendaftaran jadi serba salah.
"Jadi, bagaimana ini, Pak?" tanyanya. "Sudah tanda tangan."
"Hapus," kata petugas itu seraya menambahkan, dia harus taat pada peraturan supaya tidak dimarahi.
Si ibu tidak mau berpanjang-panjang, karena masih ada beberapa urusan lain yang harus dikerjakan hari itu, termasuk harus ke Jakarta. Dia menolak menghapusnya pakai tip-ex dan memilih mencoret sendiri tandatangannya dengan pulpen.
"Ya, sudah. Ayo, De," kata si ibu kepada putranya.
Terdengar si petugas masih bergumam, "dari tadi bukannya datang."
Sekali lagi, si ibu tidak mau berlama-lama. Dia cuma menimpali dengan "whatever" sembari berjalan menuju motor.
Kedua warga yang sudah 20 tahun tinggal di kompleks itu segera pergi ke rumah kerabat mereka di salah satu blok, dengan harus melalui taman kompleks di mana ada dua TPS lain berdiri di sana.
"Nanti kita mampir ke TPS itu, ya, De," kata si ibu. Dia secepatnya menyelesaikan keperluannya dengan kerabatnya dan sempat menanyakan apakah benar pelayanan di TPS hanya sampai pukul 12 siang. Kerabatnya bilang, "nggak ah. Sampai jam 13."
Ibu itu kemudian diisarankan bertanya juga ke petugas di TPS di taman dan hal itulah yang dilakukan oleh si ibu kemudian.
Jawaban serupa diperolehnya dari petugas di TPS di taman. Bahkan, kepada si ibu, petugas itu memperlihatkan ketentuan tertulis yng menjadi pegangan petugas-petugas di TPS, setidaknya di kompleks itu. Ketentuan yang dibacakannya dengan bersuara itu tertera sebagai salah satu isi chat di salah satu grup WhatsApp (WA) di telepon selulernya.